Ibu ... ibu ... ibu ....
Sungguh, tak sanggup aku menuliskannya. Ibu memang hanya terdiri dari satu kata. Tapi buatku, ibulah yang membuatku hidup sampai detik ini. Tanpanya, aku pasti tak akan pernah lahir ke dunia ini.
Kenangan-kenangan yang Masih Kurajut
Sewaktu dulu, ibu kerap memintaku untuk mengajarinya membaca dan menulis. Maklum, ia memang tak pernah mengenyam pendidikan meskipun hanya Sekolah Dasar. Katanya, sewaktu ibu menjadi seorang TKW di Malaysia ia pernah bisa menulis nama, alamat rumah lengkap dan bisa mengejanya. Namun semakin bertambahnya usia, lebih tepatnya sempat mengalami gangguan kejiwaan ia sama sekali lupa bagaima caranya membaca dan menulis.
"Nduk, yang ini bacanya apa?" tanyanya ketika aku sedang belajar. Aku membacakan untuknya dan ia terlihat begitu senang. "Kalau yang ini apa?" tanyanya lagi sambil menunjuk tulisan. Sekali lagi aku membaca untuknya sambil tidur di pangkuannya. Matanya yang sayu melihatku penuh haru. Katanya, "Anak perempuanku yang cantik semoga sehat selalu."
Aku selalu mengingat setiap detik yang kulewati bersama ibu. Ada tawa, sedih dan juga tangis. Semua datang silih berganti layaknya sebuah musim yang tak pernah sama hingga dunia ini tak lagi ada.
Kasih Sayang Ibu Tak Terbantahkan Waktu
Ibu tetaplah ibu. Tak peduli seberapa dewasa anaknya, seorang ibu akan tetap menganggapnya anak-anak. Di usiaku yang memasuki kepala tiga, ibu masih memperlakukanku seperti anak kecil.
Meskipun jarak kami sangat jauh ( Indonesia-Singapura) ia tak pernah lupa mengingatkanku untuk makan teratur, istirahat cukup, dan jangan terlalu lelah. Ya ... kata-kata itu selalu diucapkan oleh ibu sejak usiaku masih tujuh belas tahun.
Bukan tanpa alasan kenapa ibu selalu mengatakan hal yang sama setiap kali telepon. Di usia yang masih belasan, aku telah bekerja jauh dari orangtua. Selain itu aku adalah anak satu-satunya setelah kakak lelakiku meninggal. Tak hayal ibu sangat khawatir dengan kesehatanku.
Sejak kematian kakakku, ibu mengalami trauma psikologis yang sangat berat. Hal itu membuat orang-orang kampung berpikir bahwa ibu gila. Ketika masih duduk di bangku SD-SMP, jujur aku malu memiliki ibu seperti ibuku. Aku malu karena diejek teman-teman bahwa aku anak orang gila. Rasanya aku tak ingin lagi bersekolah. Tak ingin lagi keluar rumah. Namun, ada kata-kata ibu yang selalu melekat di dalam diriku," Biarkan saja bapak ibumu bodoh dan tidak sekolah. Yang penting anakku pintar dan sekolah sampai tinggi."
Semakin usiaku bertambah dan pikiranku mulai dewasa, aku bangga memiliki ibu seperti ibuku. Apapun kata orang-orang tentangnya, ialah yang merajut benang hingga menjadi sebuah baju hangat yang berharga sepertiku. Aku tak pernah mengucapkan Hari Ibu padanya, atau selamat ulang tahun serta ungkapan manis lainnya. Bukan karena tak ingin, namun sebagai orang kampung ibuku tak akan mengerti hal semacam itu.
Secuil Harapanku Untuk Ibu
Tahun lalu ketika pulang ke Indonesia untuk pertama kalinya setelah empat tahun bekerja di Singapura sebagai pembantu rumah tangga, aku baru menyadari satu hal. Ibuku semakin bertambah tua. Rambutnya semakin memutih, kelopak matanya makin turun dan sorotnya makin sayu, serta kulit yang mengeriput makin setia menemaninya.
Sebagai anak yang belum bisa mewujudkan keinginannya, aku merasa berdosa. Ia menginginkan aku berada di rumah, membuka dan menjalankan usaha sehingga aku bisa merawat serta menemani orangtua. Aku sangat berharap hal itu. Semoga dua tahun lagi aku benar-benar bisa pulang.
Oh, tidak Jasmin Elektrik! Kenapa kalian harus membuat lomba blog semacam ini? Ini adalah lomba yang sangat kejam karena membuat air mataku selalu menetes ketika mengetikkan huruf-huruf pada layar android! Jasmin Elektrik membuatku tak tahu lagi harus menuliskan apa karena kenangan masa lalu terasa menyakitkan untuk dituliskan.
Aku jarang mendengarkan musik, hal itulah yang menyebabkanku kurang update soal nama-nama band baik ibu kota maupun indie. Aku tak pernah tahu sebelumnya ada band indie bernama Jasmine Elektrik. Namun, ketika mendengarkan lagu yang berjudul Ibu, membuatku sadar akan satu hal. Aku belum bisa menjadi anak yang baik dan berbakti. Ketika aku lelah dalam bekerja, aku sering tak mengangkat telepon dari ibu. Padahal, yang ia ingin bicarakan hanya untuk mengingatkanku untuk tak lupa makan dan menjaga kesehatan. Aku kerap meninggikan suara padanya, padahal sejak kecil ia selalu merendahkan suaranya padaku. Lagu ini adalah lagu terbaik yang mampu membawa kesadaranku betapa bodohnya aku sebagai seorang anak. Lagu ini memberi penyesalan teramat dalam di dalam dadaku. "Ibu .. aku sangat merindukanmu. Ingin memelukmu dan mengeluarkan semua keluh kesahku di pangkuanmu. Aku ingin menangis ... maafkan anakmu yang belum bisa memenuhi apa yang menjadi keinginanmu. Ibu ... tetaplah sehat selalu, berumur panjang dan jangan lelah mencintaiku. Aku ingin bertemu lagi denganmu dua tahun lagi, semoga selepas itu aku tak akan pernah kembali lagi ke negeri ini. Aku ingin merawatmu, membalas jasamu hingga tutup usiamu. Aku tahu kau tak akan bisa membaca ini, bahkan tak tahu aku menuliskan ini untukmu. Tapi aku yakin deraian air mata yang mengalir ketika aku menuliskan ini Tuhan-lah yang akan menyampaikan padamu. Maafkan aku dan terima kasih karena telah melahirkanku. Terima kasih karena telah mencintaiku, memberi kebahaiaan meskipun keringat dan darahmu harus mengalir. Aku berjanji akan menuliskan kisahmu suatu saat nanti. Kisah yang tak lagi hanya aku yang tahu. Terima kasih ...."
Terima kasih #JasmineElektrikCeritaIbu
Terima Kasih Jasmine Elektrik karena telah mengadakan lomba blog semanis ini ... Aku sangat berharap Jasmine Elektrik akan membuat lagu tentang Ayah. Aku akan menunggunya dan ketika aku pulang nanti aku akan menperdengarkan lagu kalian pada ibu. Mungkin ia tak akan pernah tahu apa maksudnya, tapi aku yakin ia akan menyukai apa yang kusukai. Tak ada kata lain yang diucapkan ibu selain jaga kesehatan dan makan teratur. Aku akan mengingatnya hingga aku menua ... dan yang paling kusyukuri memiliki ibu yang sekarang ini adalah ia selalu memintaku melakukan hal apa saja yang bisa membuatku bahagia. Terima kasih pak, bu, dan Jasmine Elektrik.
Meski kau mati
Harapanmu akan terus mengalir
Doa-doamu sudah terpatri
Bahkan jika waktu terus bergulir
Kau lah surya tanpa cahaya
Dalam gulita selalu terang
Senyummu memerah jingga
Hingga aku lupa hidupku yang malang
Ibu
S, 15 Januari 2018
(Puisi yang kutulis setahun lalu ini untukmu, Bu🌹)
4 Comments
Kok sedih, ya, Ci?
ReplyDeleteSemoga ibumu sehat dan bahagia selalu, ya.
Aamiin bun. 😘😘😘
DeleteKak, emosi saya ikut tercampur aduk membaca artikel ini. Semoga dalam dua tahun ini, Tuhan memberikan jalan agar Kakak dan keluarga bisa kembali bersama, ya.
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih Maria atas doa dan supportnya😘😘
Delete