Suamiku Perkasa. Bab 57

 

Novel suamiku perkasa

Rita mengajak cucunya duduk di ruang tamu untuk membicarakan masalah mereka dengan keluarga David yang merupakan sebuah kesalahpahaman. 

Lama Rita menatap iba cucunya. Dia yang dulu pintar dan sangat lincah. Banyak orang gemas melihat ketampanannya. Sekarang anak kecil dengan wajah menggemaskan itu sudah beranjak dewasa dan tampan. Sayang, wataknya jauh berbeda dengan Roy yang dulu. Pria itu kini lebih suka dengan sikap dingin dan kakunya. 

Hal ini membuat Rita ingat akan apa yang Luis katakan. Hanya Gera yang bisa membuatnya mencair. Sepanjang hidup ia bersama Roy, hanya saat ia bersama Gera Luis bisa melihat kebahagiaan tiada tara dari wajah Roy. 

"Nek, jawablah! Aku sangat bimbang dengan perasaanku sendiri." Desak Roy menyuruh Neneknya untuk segera menceritakan kisah lama yang sudah tertelan dendam itu. 

"Tenangkan dirimu dulu. Ada satu kenyataan yang harus kau terima. Dan Nenek tidak tahu, mungkin saja kau akan sangat menyesal setelah mendengarnya." Sindir Rita dengan wajah masih marah. 

Roy mendekati Neneknya dan memeluknya dari samping seperti anak kecil. "Jangan marah, Nek. Maafkan aku." 

"Biarkan saja Nenek marah. Kau sangat bodoh, Roy! Bagaimana bisa kau mau mencumbu wanita murahan seperti dia?! Lagi pula ada apa dengan dirimu? Apa tidak ada wanita lain?!" Gerutu Rita. 

"Aku hanya tidak fokus, Nek." Bantah Roy lembut. 


"Kali ini Nenek maafkan. Dengarlah baik-baik, Nenek tidak akan lama di sini. Nenek harus kembali ke villa setelah menjelaskan kebenarannya padamu." Ujar Rita. 

Roy memasang wajah serius dan siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Rita. 

"Kau sudah siap?" Roy mengangguk. 

"David benar. Kau yang salah. Dendam yang sudah tertanam dan mendarah daging dalam dirimu membuatmu buta, Roy. Itu yang membuat Nenek selama ini malas menemuimu. Kau terlalu egois." Sambungnya. Roy menggeleng.

"Katakan dengan jelas, Nek. Aku tidak mengerti!" Sergah Roy.

"Yang membuat mendiang Mamamu meninggal  bukan David. Tetapi salah satu musuh Papamu dan David. Dulu David dan Papamu merupakan kerabat yang sangat dekat. Mereka tidak bisa dipisahkan. Hingga datang seorang kolega yang mengajak mereka bekerjasama dengan keuntungan yang luar biasa besar. Kesepakatan yang sangat menguntungkan itu berhasil membuat Papamu dan David tertarik hingga mereka menyetujui kerjasama itu." Tutur Rita.

Wanita tua itu menghela napas beratnya. "Namun dibalik semua itu, kolega Papamu itu berencana busuk. Saat itu kau masih tidak tahu apa-apa. Kau juga sedang bersama Nenek. Disaat itulah kolega Papamu yang ternyata sudah lama menyimpan rasa untuk Mamamu, ia berniat mengajak lari mendiang Deana. Tentu saja menantuku menolaknya. Ia sangat mencintai Papamu." Air mata Rita menetes. Ia sangat menyayangi mendiang menantunya itu. 

"Penolakan itu membuat si brengsek itu membunuh Mamamu di rumah ini." Rita mulai terisak pelan. 


"Tunggu, Nenek. Lalu bagaimana bisa Papa menganggap David sebagai pembunuhnya?" Sergah Roy masih bingung. 

"Saat itu David kemari untuk mencari Papamu. Tetapi yang ia temukan adalah tubuh Mamamu yang sudah tergeletak dan bersimbah darah. Tanpa berpikir kalau ini adalah pembunuhan, ia langsung mengangkat tubuh Mamamu dan membawanya menuju rumah sakit. Saat itu Deana sedang sekarat. Napasnya sudah tersengal." Sambung Rita.

"Papamu berpikir kalau David adalah penyebab semuanya. Tetapi itu salah, Roy. Papamu salah paham hingga menanamkan dendam juga padamu. David orang yang sangat baik, itu yang harus kau tahu." Ujar Rita sembari menghapus air matanya. 

"Berarti Gera?" Gantung Roy. 

Neneknya mengangguk. "Kau salah sasaran, bodoh! Lepaskan saja wanita muda itu. Kasihan dia jika harus kau kejar terus." 

Roy menunduk, ia merasa bersalah pada David. Terlebih Gera. Wanita itu sudah menghilang sekarang. Kemana ia harus mencarinya? 

"Heh manusia patung! Wanita yang baru saja kau sebut sebagai wanita sialan itu tengah mengandung anakmu, brengsek! Kau malah mau menyiksanya. Dasar tak punya moral!" 

Kata-kata Luisa terus terngiang-ngiang dalam kepalanya. Apa benar Gera sedang mengandung anaknya? Jika memang iya, ia benar-benar pria yang bodoh dan tolol. Roy harus mencari Gera. 

"Roy... Roy..." Rita berusaha menyadarkan Roy yang tengah melamun. 

Roy tersentak kaget. "Ada apa? Kau melamun seperti itu. Ada masalah?" Tanya Rita. 

"Nek, aku merasa bersalah. Bagaimana aku bisa memaafkan diriku sendiri?" Cicit Roy lirih. 


Dengan lembut Rita mengelus pundak cucunya. Ia tersenyum hangat. "Kau bisa ke sana dan meminta maaf padanya." 

"Gera sudah pergi entah kemana." Cicit Roy lagi. Air matanya menggenang mengingat bagaimana ia mencintai wanita itu. Amarah sudah membuatnya buta. Egonya menghancurkan segalanya. 

"Roy, ada hubungan apa kau dengan putrinya David?" Telisik Rita memicingkan mata keriputnya untuk menatap wajah cucu kesayangannya. 

Roy menceritakan semuanya pada Rita. Mulai awal pertemuannya dengan Gera, hingga dia yang kehilangan calon bayinya. Neneknya sangat terkejut mendengar kalau Gera sebelumnya pernah mengandung anak Roy. 

Tangis Roy pecah dalam pelukan Neneknya. Tentu saja Rita kasihan, tetapi ia masih menyembunyikan Gera dari Roy. 

'Tak apa membuatnya sedih. Ini pelajaran yang sempurna untuk membuatnya sadar dan merubah diri.' Batin Rita tersenyum licik. 

"Hm, jadi kau sudah menjalin hubungan dengan putrinya David? Itu bagus. Tapi kau menghancurkan semuanya, sayang." Roy terisak mendengar tuduhan Neneknya yang memang benar ia lakukan. 

Pria tampan yang dingin dan kaku ini berubah drastis menjadi anak karena menyadari kesalahannya. "Aku harus menemukan Geraku, Nek." Celetuk Roy di sela tangisannya. 

"Tentu saja! Kau harus menemukan Gera. Tetapi, sebelum kau melakukan itu, ubah sifat dan sikapmu dulu. Jangan menjadi pria yang ditakuti oleh Gera." Nasihat Neneknya. Ia mengangguk. 

"Cucuku benar-benar seperti anak kecil." Geram Rita gemas pada Roy. 


*** 

Rita memilih pulang karena memikirkan Gera. Namun ia menuju rumah Luisa terlebih dahulu. 

"Nenek ingin meminta bantuan kalian." Si kembar mengangguk kompak. 

"Kalian berdua sudah tahu Nenek ini adalah Neneknya Roy. Tapi Nenek punya rencana, dan tolong jangan ada yang memberitahu Gera tentang siapa Nenek yang sebenarnya." Perintah Rita. 

Sebenarnya bibir Luisa gatal ingin bertanya. Tapi ia tahan, mungkin sudah seharusnya ia menuruti kata-kata Rita demi kebaikan Gera. 

Luis mengantar Nenek yang merupakan Bos besarnya menemui Gera. "Sayang, apa kau sudah makan?" Tanya Rita pada Gera yang sedang rebahan di sofa. 

"Maafkan aku, Nek. Aku merasa sangat lelah. Jadi tidak bisa memasak untuk Nenek." Ujar Gera sedih. 

Rita membalas dengan senyuman super hangat itu. Ia mendekati Gera, namun saat wanita itu hendak duduk,

"Oeeekk.. oekkkk..." Gera berlari menuju kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Rita yang melihatnya khawatir bukan main. 

Ia memapah Gera menuju kamar. Dan mengelus kepala wanita malang itu dengan lembut hingga ia tertidur pulas. 

"Anak malang. Aku harus memanggil dokter untukmu. Aku tidak akan membiarkan cucu mantuku sakit." Gumam Rita resah. 

Dokter datang dan memeriksa Gera yang masih tertidur. Ia sangat pulas hingga tidak bergerak sedikitpun. Dokter yang melihatnya hanya terkekeh gemas. 

"Bu, sebaiknya kita berbicara di luar saja agar cucu Ibu tidak terganggu." Ujar dokter. 

"Bagaimana keadaannya, dok?" Tanya Rita khawatir.

Dokter itu tersenyum. "Dia sedang hamil empat Minggu, Bu. Anda harus menjaganya lebih hati-hati lagi. Jangan membiarkannya bekerja berat apalagi hingga kelelahan." 

Mendengar itu, Rita terharu. Dirinya semakin menua sekarang. Roy akan mempunyai anak. Rita segera memberitahu Luis dan Luisa. 

"Seperti yang kita tebak, sist." Ujar Luis tersenyum. 

Mereka berdua ikut bahagia dengan keadaan Gera. Rita menyuruh mereka berdua lebih sering menemani Gera agar wanita itu tidak bosan. Rita juga meminta tolong kepada mereka agar menuruti semua yang Gera inginkan. Dengan senang hati mereka mengiyakan itu. 

"Nek, apa yang terjadi? Kalian terlihat sangat senang." Ujar Gera bingung saat dirinya bangun.

"Kau mau tahu kenapa kami sangat senang?" Tanya Luisa dan diangguki Gera. 

"Sebentar lagi aku akan memiliki seorang keponakan!" Seru Luisa girang. Ia meloncat-loncat di atas sofa membuat Rita tertawa senang melihat kebahagiaannya. 

Mendengar itu, Gera tidak tahu harus senang atau sedih. Satu sisi ia sangat senang dan terharu, sebentar lagi ia akan menjadi ibu. Tetapi yang membuatnya sedih adalah, Roy. Ayah dari anak yang ia kandung. Pria itu sudah tidak mau bersamanya lagi. 

"Ge, kau tak boleh sedih. Baby-nya juga akan ikut sedih." Ujar Luis yang menyadari kesedihan Gera. 

Air mata lolos begitu saja. Gera segera menghapusnya agar tak terlihat oleh orang-orang sekitarnya yang sedang berbahagia.


"Tak apa. Menangis lah." Ujar Rita memeluk Gera. 

"Jangan sedih. Kami di sini selalu bersamamu. Berbahagialah untuk cucu buyutku, sayang! Kau tak boleh sedih apalagi sampai sakit." Sambung Rita senang. 

Mereka benar. Gera tidak boleh sedih hanya karena Roy. Anaknya lebih membutuhkan dia. Ia harus bahagia agar anaknya juga tidak bersedih. 

Keesokan harinya....

Luisa terbangun karena suara gedoran pintu yang sangat menganggu. Selama ia tinggal di sini, belum ada orang yang mengusiknya seperti ini. Ia sangat terganggu. Siapa yang dengan sangat tidak hormat membangunkannya seperti ini?! 

"Kau! Untuk apa kau kemari, sialan?!" Bentak Luisa saat menemukan Roy berdiri di depan pintunya. 

"Sudah kubilang Gera tidak ada di sini. Ia sudah pergi dan itu semua gara-gara kau, brengsek!" Jerit Luisa emosi.

"Jangan ribut! Aku kemari mencari Luis!" Bantah Roy dingin.

Tatapan Luisa melayang tajam. "Mau kau apakan saudaraku?! Aku tidak akan mengizinkanmu melukainya lagi. Tidak akan." Pekik Luisa lagi.

"Just shut up your fucking mouth, bitch!" Roy geram karena Luisa sangat cerewet dan mengganggu. 

"Luisa, masuklah." Suruh Luis yang datang dari belakang. 

Wanita itu menggeram kesal dan masuk dengan kaki yang sengaja dihentak-hentakkan.

"Ada apa, Bos?" Tanya Luis tidak melupakan sopan santunnya. 


"Bantu aku mencari Gera. Aku salah dan harus minta maaf padanya." Cicit Roy dengan wajah dingin dan kaku. 

"Sudah saya bilang, tetapi Anda keras kepala." Cicit Luis. 

"Aku bisa mendengarmu, sialan! Lebih baik kau diam dan jangan banyak protes." Omel Roy. 

Sementara menunggu Luis bersiap, Roy menuju villa Neneknya. "Nek?" Panggil Roy seraya mengetuk pintu kayu. 

"Permisi...!" Luis melihat Roy sedang menggedor-gedor pintu villa tempat Gera dan Nek Rita tinggal. Ia harus mengalihkan perhatian Bosnya dengan cepat. 

"Bos! Saya menemukan Gera dari GPS yang sudah sayang pasang dulu. GPS-nya aktiv dan bisa di akses kembali." Teriak Luis. Roy segera berlari dan meninggalkan villa itu. 


Tepat saat Luis membawa Roy pergi, Gera keluar dan membuka pintu. Ia kaget melihat siapa yang berjalan bersama Luis. Itu Roy.  Gera panik bukan main. Apakah Roy melihatnya? 

0 Comments