Suamiku Perkasa. Bab 56

Novel suamiku perkasa


 "Nenek?" Panggil Roy tanpa keraguan. Ia yakin wanita berumur itu sangat mirip dengan Neneknya. 

Merasa dipanggil, Nek Rita berbalik dan melihat siapa yang memanggilnya. "Aroy?!" 

"Ternyata memang benar Nenek." Ujar Roy sembari memeluk erat Nek Rita. Beliau juga sangat senang bisa bertemu dengan cucunya yang nakal ini. 

"Aku sangat merindukanmu! Kenapa Nenek tidak langsung datang ke rumah saja? Di sini sedang apa?" Tanya Roy bertubi-tubi. 

"Nenek juga sangat merindukanmu, Roy. Nenek sengaja tinggal di villa sebelum datang menemuimu. Entah kenapa Nenek sangat malas bertemu dengan orang keras kepala sepertimu." Jawab Nek Rita dengan ekspresi yang sengaja dibuat acuh. 

Steve datang dan menunduk hormat pada Nek Rita. Dia memang merupakan pengawal senior di keluarga Swara. "Steve. Kau ikut juga. Kalian di sini sedang apa? Roy, kenapa kau membawa banyak sekali rombongan?" Tanya Nek Rita menyelidik.

"Maaf, Bu. Kami sedang mencari seseorang yang Bos Roy cari." Ujar Steve menjawab. 

Tatapan Nek Rita memicing, alisnya menyatu. "Siapa yang kalian cari?" Tanya Nek Rita semakin penasaran. 

"Hanya seorang wanita, Nek. Namanya Gera. Ini fotonya." Roy memperlihatkan foto cantik Gera yang ada di ponselnya. Nek Rita terkejut. 

"Apa Nenek pernah melihatnya di sekitar sini? Sebelumnya dia tinggal di rumah di dekat pesisir sana." Rita bisa melihat rumah yang ditunjuk oleh Roy adalah rumah Luisa. 

"Nenek tidak pernah lihat." Rita sengaja menjawab seperti itu. Ia pura-pura tidak mengenal Gera. Padahal Gera ia sembunyikan di dalam villa. Ia ingin menyelidiki maksud Roy mencari Gera terlebih dahulu. 

"Untuk apa kau mencarinya?" Tanya Rita menelisik semakin jauh. 

"Maaf, Nek. Dia anak dari David. Aku ingin membalas dendam atas kematian mendiang Mama." Kata Roy sembari mengedarkan pandangan. 

Rita mengangguk paham. "Ada yang harus Nenek jelaskan perihal keluarga kita dan keluarga Raya. Kebenaran yang sudah lama menjadi hal disalah artikan oleh keluarga kita." Tutur Rita. 

"Maksud Nenek apa?" Roy dibuat bingung oleh ucapan Neneknya sendiri. 


"Nenek akan datang ke rumahmu untuk membicarakan hal penting." Roy mengangguk. 

"Ayo kita ke villa dan mengemasi barang-barang Nenek. Kita akan pulang ke rumah." Ajak Roy menggandeng tangan Neneknya. 

Namun Rita menahan langkah Roy. "Tidak, Roy. Aku akan ke sana sendirian besok pagi. Kau pergilah. Jangan ke villa dulu, di sana sangat berantakan." Alibi Rita agar Roy tidak menghampiri villa. Bisa-bisa Gera tertangkap nanti jika Roy masuk ke sana. 

Roy akhirnya mau disuruh pergi oleh Rita. Wanita usia senja ini memang ingin mengetahui banyak tentang Gera dan Roy. Itu alasan kenapa dia harus menunda dulu untuk memberitahukan kepada Roy hingga besok pagi. 

"Sepertinya aku harus mengunjungi Luisa untuk bertanya beberapa hal." Gumam Rita pada dirinya sendiri. 


Wanita tua itu berjalan sedikit terburu-buru menuju rumah Luisa. Ia tak sabar ingin bertanya. 

Tok... Tok....

"Nek? Gera baik-baik saja, kan?" Bisik Luisa saat membuka pintu. Rita mengangguk seraya mengacungkan jempolnya. 

Luisa mempersilahkan Rita masuk. Saat sampai di ruang tamu, Rita terkejut melihat keberadaan Luis di sana. "Luis?! Bagaimana bisa kau di sini?" Pekik Rita sedikit keras. 

"Tenang dulu, Nek. Luis itu kembaran ku. Dia babak belur karena pria bajingan yang aku ceritakan pada Nenek tadi. Dia ingin menyakiti Gera dan sudah melukai Luis. But wait! Kenapa Nenek bisa tahu kalau itu Luis?!" Tanya Luisa bingung sendiri. 

Luis terkekeh. "Anda bisa duduk,Bu." Ujar Luis sopan pada Rita. 


"Luisa, Bu Rita ini adalah Neneknya Roy. Pria yang baru saja kau sebut bajingan." Ujar Luis terkekeh. 

Luisa menutup mulutnya dengan tangan. Malu pada waktu yang bersamaan karena sudah mengumpat Roy di depan Neneknya sendiri. 

"Tak apa, dia memang bajingan." Celetuk Rita tersenyum. 

"Hm, karena kebetulan ada kau di sini, Luis. Aku ingin menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan Roy." Luis mengangguk berarti siap mendengar pertanyaan dari Rita. 

"Apa yang terjadi pada Roy sampai dia sangat ingin menemukan Gera? Ia mengatakan ingin dendam pada keluarga David." Tanya Rita bingung. 

Luis mengangguk. "Itu kenapa Anda harus menjelaskan kebenarannya pada Bos Roy, Bu. Saya sudah mendengar cerita yang berbeda dari Pak David. Dia berkata bahwa ini adalah kesalahpahaman. Tetapi karena sudah mendarah daging dalam tubuh Bos Roy, jadi ia tidak bisa dengan mudahnya membujuk Bos Roy." 

"Memang benar. Itu benar. Apa yang dikatakan oleh David itu adalah kebenaran. Hanya Roy yang berpikir kalau itu semua adalah kesalahan David. Tetapi karena aku harus pergi ke Brazil dan meninggalkan Roy bersama pengasuhnya di sini, jadi mengakibatkan hilangnya komunikasi antara kami." Tutur Rita sedih. 

Dulu keluarganya dan keluarga David sangat dekat. Kerabat erat yang saling membutuhkan. Gera dan Roy masih kecil waktu itu. 

"Lalu apa yang membuat Roy berpikir harus membalaskan dendamnya pada David melalui Gera? Wanita malang itu tidak tahu apa-apa!" 

"Maaf, Bu. Bos Roy mengincar Gera karena mereka sebelumnya adalah sepasang kekasih." Rita menutup mulutnya mendengar penuturan Luis. 

Ada perasaan senang dalam lubuk hati wanita yang sudah berusia senja ini. Ia bahagia jika memang benar Roy tengah mencintai Gera. Wanita idaman Rita yang selalu menemaninya akhir-akhir ini. 

"Roy memang selalu buta karena dendamnya pada David. Dasar keras kepala! Kau akan mendengarkan suara menggelegar ku besok!" Ujar Rita menggeram. Ia semakin dibuat kesal oleh cucu semata wayangnya itu. Wanita sebaik dan sehebat Gera ingin ia sia-siakan.

"Maaf, Bu. Jika Anda ingin menegur Bos, jangan menunggu besok. Ada masalah yang lebih besar di sana selain masalah Bos bersama Gera." Celetuk Luis memancing tatapan bingung Rita. 

"Masalah apa lagi, Luis?!" Mata wanita tua itu mengkilat legam. 


Luis nampak ragu untuk mengungkapkan semuanya. Tetapi ini satu-satunya cara Luis membantu Gera agar Roy tidak jatuh pada perangkap Dewi. "Ia sedang frustasi. Jadi menerima wanita sembarangan." Ujar Luis bimbang. 

"Maksudmu?!" Tanya Rita semakin bingung. "Katakan dengan jelas!" Desaknya tak sabar.

"Ada seorang perempuan bernama Dewi, dia bukan wanita baik-baik. Dia salah satu pengganggu dalam hidup Roy. Sebelumnya Roy menolak wanita itu, namun karena ia stress minat Gera, ia sendiri yang mengundang wanita murahan itu untuk menemaninya setiap waktu." Tutur Luis. Hatinya sedikit berat menyampaikan ini karena ia sangat sakit hati melihat itu. Ia merasa Roy sudah mengkhianati Gera hanya demi seorang seperti Dewi. 

"Brengsek! Wanita itu!" Gerutu Luisa marah. Luis mendongak melihat saudaranya bingung.

"Kau mengenalnya?" Luisa menggeleng. 

Luisa menghela napas berat. "Hanya saja, ketika aku mengantar Gera ke rumah Papanya, wanita bernama Dewi itu sedang ada di sana dan menjadi kekasih dari Pak David. Shit! Dia mengaku hamil anaknya Pak David. Tetapi Gera berhasil menyadarkan Papanya dengan mengingat tanggal bermain dan usia kandungan wanita itu." Tutur Luisa geram. Tangannya mengepal dan terasa sangat dingin. 

"Nek, jika kau ingin menegur cucumu, sebaiknya sekarang saja. Aku takut wanita itu akan berbalik arah dan menuntut tanggung jawab dari Roy. Kasihan Gera." Tegur Luisa. 

Tatapan Rita berubah nyalang. Tangannya mengepal keras. Amarahnya semakin meledak saat mendengar kabar tentang wanita ular itu dari Luis dan juga Luisa. "Sialan kau, Roy!" 

Rita tak mau membuang waktu lagi. Segera ia memesan taksi online. Dan beralasan pada Gera bahwa ia memiliki urusan mendesak di luar. Rita tak lupa untuk menyuruh Luis dan juga Luisa datang ke villa untuk menemani Gera. 

"Luis, maafkan aku. Kau terluka lagi karena aku." Cicit Gera dengan air mata yang sudah membasahi pipi hingga lehernya. Ia tak kuasa menahan sedih saat melihat Luis datang dengan kondisi buruk seperti ini. 

"Tidak, Gera. Aku hanya bosan diperintah oleh Roy. Makanya aku berkelahi dan terluka seperti ini. Dia terlalu kaku dan dingin, Ge. Membosankan." Ujar Luis berusaha mengajak Gera bercanda. 

Sementara Rita pergi, mereka bertiga berbincang-bincang di villa dengan banyak sekali makanan. Rita memang sangat menyayangi Gera walau baru mengenalnya beberapa hari. 

***

Dalam perjalanan, dada Rita kembang kempis tak karuan. Ia tak bisa menahan emosinya lagi. Ingin sekali ia menampar dan menjambak wanita kurang ajar itu. Roy tak boleh ternodai oleh Dewi. Hanya Gera yang boleh memiliki Roy. Hanya Gera. Itu tekad Rita sekarang, setelah mengetahui bahwa Roy dan Gera saling mencintai. 

"Pak, lebih cepat lagi. Ini urusan mendesak. Cucu saya dalam bahaya." Desak Rita menegur sopir taksi tersebut.

"Baik, Bu."

Rita seperti dikejar waktu. Napasnya berderu kencang. Perutnya juga mulas karena tak bisa menahan emosinya saat ini. 

Beberapa jam, Rita sampai dan hari sudah sore. Semoga saja Roy memang sedang di rumah. Segera ia berlari. Penjaga rumah itu tentu saja sudah hapal wajahnya. 


"Dimana Roy?!" Tanya Rita dingin. Di sana beberapa pelayan menunduk hormat mendapati Nyonya Besar mereka datang tiba-tiba. 

"Tuan Muda sedang di ruang kerjanya, Nyonya. Maaf, Tuan tidak memperbolehkan siapapun mengganggunya. Ia sedang bersama seorang wanita. Maafkan saya. Bukan bermaksud melarang Nyonya, ini perintah dari Tuan Muda." Ujar salah satu pelayan gugup. 

"Aku yang lebih berkuasa di sini. Jangan menghalangi jalanku. Biar saja aku yang menghadapi anak tidak tahu diri itu nanti." Rita beranjak terburu-buru menuju ruang kerja Roy. 

Detak jantungnya memburu sangat cepat. Tangannya mengepal keras. Ingin menonjok cucunya dan perempuan bernama Dewi.

Sampai di depan pintu, Rita tidak langsung masuk. Ia memperhatikan dari  celah pintu bagaimana Roy dan wanita itu berduaan. Rita bisa melihat tidak ada gairah dalam mata Roy. Hanya wanita ular itu yang berbisa. Meliuk tak jelas seperti pegawai sebuah club. Mata Rita panas akibat melihat pakaian seksi yang Dewi kenakan saat ini. 

"Apa yang wanita itu taruh dalam minuman cucuku?" Gumam Rita lirih saat ia melihat Dewi menumpahkan semacam obat bubuk dalam minuman Roy.

"Wah tidak beres ini. Tahan dulu, Rit. Kau harus menunggu waktu yang tepat." Ujarnya pada diri sendiri. 

Kini wanita murahan itu mulai membuka bajunya dan menyisakan tubuh bagian atas tanpa dalaman. Rita menatap jijik. Dewi mulai memberikan minuman itu dan Roy dengan santai meminumnya juga. 

Wanita penggoda itu mulai menyentuh pangkal paha Roy dan mengelusnya pelan. Ia memainkan dadanya sendiri dan mengerang pelan. Rita benar-benar tak tahan. Tapi tunggulah dulu. Sebentar lagi. 

"Roy, ayo lakukan. Aku ingin memiliki banyak anak darimu."

Braaakkk!!!!

Rita mendobrak pintu kasar dan membuat Dewi berbalik melihat ke arahnya. "Tidak akan! Wanita jalang sepertimu tidak bisa menggoda cucuku! Kau pantas di jalanan!" 

"Nenek?" Lirih Roy melotot. 

"Iya, sayang. Kenapa kau mudah sekali terpengaruh oleh wanita macam dia?! Ya Tuhan!"

"Apa maksudmu, Nyonya?!" Bentak Dewi. 

"Hei! Berani sekali kau membentakku! Dasar murahan! Kau mau tahu siapa aku?! Aku Neneknya Roy. Nyonya Besar di rumah ini. Kau salah sasaran!" Rita tertawa menggelegar memenuhi ruangan itu. Roy hanya diam tak berkutik melihat Neneknya beraksi. 

Dewi menatap Rita melotot. Ia tak bisa berkata-kata. "Berani sekali kau memanfaatkan cucuku yang sedang frustasi ini untuk menyelamatkan reputasi burukmu itu! Anak dalam kandunganmu tidak akan menjadi anak dari cucuku! Kemarin kau menyuruh David yang tanggung jawab. Setelah ditolak, kau meminta cucuku untuk menyetubuhiku dan membuat cucuku seolah-olah menghamilimu?! Bodoh!" Bentak Rita. 

"Jangan percaya apa kata wanita tua itu, Roy!" Seru Dewi. Ia panik sekarang. Rita sudah tahu akal busuknya. 

"Diam dan jangan ikut campur, Roy!" Titah Rita menunjuk ke arah Roy. Menyuruhnya diam saja di sana dan menyaksikan semuanya. 

Rita dengan tubuh rentanya berjalan mengelilingi tubuh Dewi. "Tidak tahu malu! Wanita murahan! Cepat kau pergi dari sini!" Pekik Rita keras. Suaranya menggema saking besarnya. 

"Roy, dia berbohong. Aku hanya ingin memiliki anak bersamamu, babe!" Cicit Dewi lirih. Air matanya sudah membanjiri wajah munafiknya. 

Tatapan dingin dan kaku itu entah kapan berubah nyalang dan legam. "Lebih baik kau menuruti perintah Nenekku!" Seru Roy dengan suara beratnya. 

"Roy!" Pekik Dewi lagi. "Pergi! Jangan membuatku berubah pikiran dan membunuhmu di tempat!" Bentak Roy. 

Wanita itu berlari luntang lantung membawa pakaiannya. Ia sudah tidak punya malu walaupun beberapa pelayan menatap tubuh polosnya tanpa sehelai benang pun.

"Kau bodoh, Roy!" Gertak Rita. 

"Bagaimana bisa kau bercumbu dengan wanita murahan seperti itu?! Tolol! Bisa saja dia memanfaatkanmu untuk bertanggung jawab atas kehamilannya saat ini." Bentak Rita kasar. Ia marah besar pada cucunya ini. 

"Maafkan aku, Nek." Ujar Roy lirih. 

"Untung saja wanita itu belum menyetubuhimu. Jika itu sampai terjadi,  aku akan mengusirmu dan mencoretmu dari keluarga Swara." Rita meluapkan semua kekesalannya di tempat. Ia tak mau menahannya lagi. 

Segera Rita memakaikan kemeja Roy kembali. Pria itu hanya diam tak bisa berkutik. "Aku akan datang besok pagi. Tetapi sebaiknya aku memberitahumu sekarang saja." Kata Rita. 

"Perihal apa, Nek?" Tanya Roy penasaran.

"Perihal kebenaran dari semua masalah yang berkaitan dengan keluarga Raya." Ujar Rita dingin.

"Apa maksud Nenek?" Tanya Roy bingung. Ia teringat apa yang David katakan padanya saat ia dan anak buahnya menggerebek rumah pria paruh baya itu. 


"Apakah apa yang David katakan itu benar, Nek?" Tanya Roy lagi dengan perasaan bingungnya. 

Roy benar-benar dibuat bingung sekarang. Jika memang benar yang David katakan padanya, berarti ia salah besar selama ini. Lalu bagaimana ia akan mencari Geranya? 

0 Comments