Suamiku Perkasa. Bab 66

Novel suamiku perkasa


 "Apa?! Itu tidak mungkin, Luis! Clay berbohong padamu!" Teriak Roy tak terima. 

"Maaf, Bos. Memang Gera mengatakannya kepada Clay seperti itu." Luis berusaha berbohong sebisa mungkin. 

"Cepat panggil Clay sekarang!" Geram Roy marah. 

Sesuai perintah, Luis segera menuju ruangan Clay dan menceritakan kebohongannya pada Roy. 

"Astaga, Luis! Lagipula kenapa kau berbohong? Aku juga yang kena imbasnya! Astaga!" Clay mondar mandir dan mengomeli kekasihnya ini. 

"Maaf, sayang. Aku sudah kehabisan akal tadi. Roy benar-benar mendesakku. Kau satu-satunya yang bisa membantuku, Clay!" Pinta Luis memohon.

"Terus aku harus bilang apa?!" Pekik Clay heboh. 

"Katakan saja pada Roy, Gera sudah menikah dengan Alvin, temannya." Sergah Luis enteng. 

Clay memelototi Luis tajam. "Kau gila?! Itu tidak mungkin!" Pekik Clay lagi. 

"Clay, Gera yang mengatakannya padaku. Jika kau tidak percaya, kau bisa menanyakannya sekarang. Aku yakin kau bisa menghubunginya." Suruh Luis agar Clay memastikan apa yang Luis katakan padanya barusan. 

"Wait!" 

"Sebentar, Clay! Tapi Roy sedang menunggumu sekarang." Ujar Luis. Clay menggeleng frustasi dan segera menghampiri Roy. 

Derap langkah Clay terdengar jelas di telinga Roy. Sedang Luis sangat tegang sekarang. Apa yang akan Clay katakan pada Roy membuatnya keringat dingin. 


"Roy, akan kujelaskan nanti. Sekarang pekerjaanku benar-benar tidak bisa ditinggalkan. Kau akan tahu kebenarannya nanti." Kata Clay lalu berlalu begitu saja meninggalkan Roy dan Luis. Ia tak mengabaikan panggilan Roy yang berteriak kesal padanya. 

Dengan perasaan tak karuan Clay menuju rumah kediaman David. Ia ingin meminta penjelasan dari Gera karena ia sangat yakin bahwa Gera sudah membohongi Luis kemarin. 

"Clay?!" Pekik David memeluk Clay. Dia memang sangat dekat dengan Clay dari dulu. Namun perkara keluarga yang membuat mereka terpisah dan saling melupakan. 

"Om, senang bertemu denganmu. Apa Gera ada di rumah?" Tanya Clay. Kepalanya tak bisa diam. Celingak celinguk kemana-mana. 

"Masuk dulu. Akan Om panggilkan Gera untukmu." Kata David. 


Beberapa menit, Gera datang dengan terburu-buru saat mendengar bahwa Clay yang datang mencarinya. 

"Aku harus mendengar penjelasan darimu, Ge!" Kata Clay belum saja Gera duduk.

"Wait! Apa maksudmu?!" Tanya Gera bingung.   

"Kata Luis kau sudah menikah. Itu benar?! Roy dan Luis sedang heboh di kantor karena ini." Jelas Clay. 

"Aku tidak percaya. Sama sekali." Tekan Clay di setiap kata. 

Mendengar itu, Gera terdiam beberapa saat. "Aku memang berbohong, Clay. Aku tidak pernah menikahi siapapun." Jawab Gera lirih. 

"Astaga, Gera! Kau gila?! Kau egois!" Serbu Clay membuat Gera semakin bingung. 

"Itu bukan masalah besar, Clay. Jangan berlebihan!" Sela Gera ikut heboh. 

Mendengar Gera, Clay diam dan menatapnya tajam. "Kau bilang jangan berlebihan? Bagaimana aku tidak heboh, kau sendiri tahu Roy orang yang nekad." 

"Aku tahu. Lalu apa Roy akan bunuh diri karena ini?!" Tanya Gera meremehkan. 

"Bukan itu! Tapi yang terancam di sini adalah temanmu, Alvin. Perusahaannya terancam di blacklist. Kau masih bisa tenang sekarang?!" Tanya Clay menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya. 

Tentu saja Gera kaget bukan main. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Semua ini buah dari keegoisan dan kelalaian dirinya. Dia terlalu mengentengkan semuanya. 

"Clay, aku harus bagaimana?" Tanya Gera mulai cemas. 

"Jangan cemas. Biasalah! Jangan berlebihan!" Sindir Clay. 

Mau tidak mau sekarang Gera harus ikut bersama Clay menuju kantor Roy. Ia harus berhasil meminta agar Roy tidak memblacklist perusahaan Alvin. 

"Jika ingin mengatakan sesuatu, pikirkan terlebih dahulu. Jangan asal los saja." Sindir Clay dalam perjalanan. 

"Clay, diamlah! Aku salah. Dan sekarang aku harus konsentrasi. Tolong, sebentar saja diamlah!" Pinta Gera kesal. Ia benar-benar kacau sekarang. 

"Kenapa mikir? Kau cukup mengatakan semuanya terus terang. Jangan bertele-tele. Itu hanya akan memberimu masalah baru!" Benar juga yang dikatakan Clay.

Dengan jantung yang berdegup cepat menemani langkah Gera yang semakin mendekati ruangan Roy. 

"Roy, sumber masalahmu sudah datang. Selesaikan dengannya." Celetuk Clay pada Roy yang sedang menggerutu di ruangannya. 

"Dan kau, ikutlah bersamaku!" Tunjuk Clay pada Luis. Pria itu girang dan segera menuju kekasihnya. 

"Kau gatal sekali!" Ujar Clay sembari berlalu meninggalkan ruangan Roy. 

Suasana canggung kentara terasa sekarang. Jantung Gera yang berdegup semakin kencang, juga Roy yang amarahnya kini menggebu-gebu. 

"Ge, aku tahu Luis salah. Dia mengatakan kau sudah menikah. Aku tidak percaya itu." Tutur Roy mendekati Gera. 

Gera hanya diam dan terpaku di tempatnya berdiri. Matanya menunduk. Ia tak sanggup melihat Roy. "Ge, katakan sesuatu!" Desak Roy lagi. Namun hanya sepi yang menjadi jawaban.

"Aku mohon, jangan buat aku gila! Jelaskan padaku kalau itu semua hanya kebohongan, Ge!" Suara Roy semakin meninggi karena kesal Gera tak mau menjawab. 

Praaannggg!!!! 

Wanita itu terkejut bukan main hingga tubuhnya tersentak ke belakang saat Roy melempar vas bunga hingga pecah berkeping-keping. 

"Katakan, Gera!" Bentak Roy marah. 

Dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, Gera mengangkat wajahnya. "Iya. Aku memang berbohong pada Luis dan menyuruhnya untuk memberitahumu! Aku muak! Aku kacau terus-menerus takut akan dirimu, Roy! Kau ancaman untukku!" Pekik Gera tak tahan.

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?" Tanya Roy semakin mendekati Gera.

"Diam di sana!" Bentak Gera saat melihat Roy semakin mendekatinya. 

"Jangan mendekatiku!" 

Roy menatap Gera nanar. Apa yang wanitanya inginkan? 

"Kenapa kau tega sekali membohongiku?" Lirih Roy. 

"Tega? Kau yang lebih tega. Kau yang menganggapku seperti hewan. Apa kau lupa kejadian empat tahun yang lalu? Ketika kau sendiri yang memburuku. Kau lupa?!" Bentak Gera. Emosinya memuncak. 

"Ge, aku memang salah. Aku yang salah paham. Aku yang buta kebenaran. Hukum aku, tapi tidak dengan cara ini. Aku mohon, tetaplah bersamaku. Hukum aku dengan cara lain." Pinta Roy. Kini ia sudah berlutut di depan Gera. 

 Gera memalingkan wajahnya. Ia tidak bisa melihat Roy berlutut seperti ini. Tetapi ia juga marah pada pria ini. "Kau berbicara dan meminta dengan sangat mudah, Roy. Kau sama sekali tidak memikirkan bagaimana aku dan juga kehidupanku." 


"Katakan, Ge. Bagaimana caranya agar kau mau memaafkanku?" Tanya Roy memohon.

Wanita malang itu mendekati Roy. Ikut berjongkok dan membantunya berdiri. "Kau sendiri yang tahu bagaimana caranya." Ujar Gera sembari memapah Roy berdiri. 

"Aku pergi dulu." Pamit Gera berlalu. 

Setelah kepergian Gera, Roy berteriak frustasi. Jawaban Gera bukanlah jalan keluar untuknya. Ini membingungkan. 

***

 

Sepulang dari kantor Roy, Gera mendapat panggilan dari atasannya di kantor. Ia sangat malas, namun semua ini menyangkut pekerjaannya. 

"Maaf menganggu istirahatmu, Ge." Kata atasannya sopan. 

Gera tersenyum sopan. " Tak apa, Pak. Katakan saja apa yang harus saya selesaikan." 

"Bukan masalah pekerjaan, Ge. Hanya saja kau harus datang ke acara ini." 

"Acara apa ya? Sepertinya terdengar sangat penting." Tanya Gera penasaran. Ia memang bukan tipe wanita yang suka keramaian apalagi sebuah pesta. Tapi tuntutan pekerjaan membuatnya harus terbiasa dengan kata pesta. 

"Akan ada acara di salah satu perusahaan besar tempat kita bekerjasama. Dan kau harus hadir di sana." Gera ingin menolak karena tidak mungkin pergi tanpa triplets. 

"Saya sudah tahu apa yang ingin kamu katakan. Jadi saya sudah siapkan semuanya sebelum kamu menolak." Gera semakin tidak mengerti maksud dari atasannya. 

"Kau boleh membawa keluargamu. Anak-anakmu, atau bahkan anggota keluarga yang lain. Ini pesta bebas. Asalkan itu keluarga dari rekan kerja mereka." Tutur atasannya. 

"Akan saya pikirkan dulu, Pak." Jawab Gera bimbang.

"Ge, ini saatnya kau menunjukkan triplets ke semua orang. Saya saja sangat bangga pada mereka. Kau yakin tidak mau memberikan mereka pengetahuan luas?" Nah, pertanyaan yang seperti ini sangat menjebak bagi Gera. Tentu saja ia tidak mau anak-anaknya ketinggalan pengetahuan. 

Gera pergi dan memikirkan apa yang atasannya katakan. Selama ini triplets belum pernah menghadiri sebuah pesta, kalau mereka bisa ikut, pasti ketiganya akan sangat antusias dan senang. Gera harus menyiapkan semuanya mumpung masih ada waktu. 

"Triplets! Mama pulang!" Seru Gera memanggil ketiga anaknya. Ia membawakan mereka beberapa camilan dan tentu saja es krim. 


"Wah... Es krim!" Seru Rico girang. Mereka bertiga langsung mengambil tanpa menyapa Mama mereka terlebih dahulu. 

"Kalian sangat menggemaskan! Tapi sayang, karena es krim, kalian sampai melupakan Mama." Sindir Gera gemas. 

 Rio mendekati Gera. "No, Mama. Kami tidak lupa. Hanya saja sayang jika es krimnya dibiarkan saja. Nanti bisa meleleh." Ujar Rio diangguki kedua saudaranya. 

"Alibi kalian saja!" Balas Gera sembari mencubit pipi anaknya. 

Segala kebahagiaan ada dalam diri triplets bagi Gera. Hanya satu yang membuatnya repot, ketika mereka menanyakan segala tentang Papa. Itu yang membuat Gera kesulitan. Entah sampai kapan ia akan berbohong terus seperti ini. Yang pasti, Gera merasa cepat atau lambat semuanya akan terbongkar. 

Mengenai Luisa, Gera sudah memberi pesan agar tidak memberitahu keberadaan triplets kepada Luis. Akan ada waktu yang tepat untuk mereka tahu siapa Papa mereka. 

"Jika Roy tahu, aku takut mereka akan disakiti atau bahkan dilenyapkan oleh Roy. Roy memang memohon agar aku memaafkannya dan kembali padanya. Tapi belum tentu dia siap menjadi seorang Ayah dan menerima triplets. Aku takut dia akan menolak triplets dan menyakiti mereka." Tutur Gera pada Luisa. 

"Ge, kau tenang saja. Kata Luis, Roy benar-benar sudah berubah. Dia menjadi pria ideal pada umumnya. Bahkan kata Luis dia selalu meluangkan waktu untuk mencarimu selama ini." Ujar Luisa. Ia percaya pada saudaranya. Karena memang tidak pernah ada kebohongan diantara mereka.

"Aku tidak bisa menerimanya begitu saja, Luisa. Kau pasti mengerti maksudku. Aku masih trauma dan takut pada Roy." Bantah Gera panik.

Luisa tersenyum lembut dan mendekati Gera. Ia memeluk wanita itu hangat. "Cobalah membuka diri. Kasihan triplets. Lagipula, tidak akan ada salahnya jika kau memberi kesempatan pada Roy." 

"Luisa..." Kata Gera ingin membantah. Namun Luisa menggeleng pelan. 

"Cobalah! Aku tahu kau masih membutuhkan Roy." Desak Luisa. Bukan berniat memaksa, tetapi memang Luis sudah memperlihatkan Luisa bagaimana perubahan seorang Roy. Ia juga memikirkan bagaimana masa depan triplets. Memang Gera terlahir dari keluarga berada. Tapi tentu saja itu tidak akan cukup, mengingat Gera bukanlah tipe orang yang mau menerima begitu saja. 

"Baiklah. Akan kucoba. Aku akan memberinya kesempatan untuk kali ini saja." Gera memutuskan dan mengangguk meyakinkan dirinya sendiri.

0 Comments