Suamiku Perkasa. Bab 67

Novel suamiku perkas


 "Wow! Ge, kau sangat cantik malam ini. Aku sangat kagum padamu!" Seru Luisa gemas dengan penampilan Gera yang terkesan feminim memakai gaun selutut dengan punggung terbuka. 

"Kau berlebihan, Luisa! Kau juga sangat cantik! Jika Luis melihatmu, dia tidak akan menyangka kalau kau adalah Luisa." Keduanya tertawa ringan melihat penampilan masing-masing. 

Luisa celingak-celinguk, namun triplets belum juga keluar. "Astaga! Triplets, apa yang kalian lakukan?! Aku sudah lapar, tidak sabar ingin memakan jamuan di sana!" Seru Luisa kesal. 

"Tante, sabarlah! Kami harus terlihat tampan di sana." Tegur Ray ketus. 

"Wah, kalian sudah tumbuh besar dan semakin tampan ya. Juga semakin pintar berbicara!" Sindir Luisa membuat Ray memutar bola matanya malas. 

Gera hanya tersenyum lebar melihat perseteruan antara Tante dengan ponakan ini. Ia kagum melihat anak-anaknya yang tumbuh semakin besar. "Kalian sangat tampan!" Puji Gera terharu. Ia menyeka air mata yang hendak lolos menghapus make up-nya. 

"Tampan seperti Papa!" Seru Rico membuat Gera semakin terlihat sedih. 

Untuk meredakan suasana hati Gera, Luisa segera mengambil alih pembicaraan. "Benar, kalian sangat tampan. Tante sangat terpukau! Tapi bisakah kita berangkat sekarang? Tante sangat lapar." Pinta Luisa dengan ekspresi memelas. 

"Ah, Tante. Di kepalanya hanya makanan saja." Luisa nyengir kuda saat Rio memprotesnya. 

Mereka segera berangkat dengan antusiasme yang begitu tinggi. David tak bisa ikut karena dia sedang ada pekerjaan penting yang benar-benar tak bisa ditinggalkan. Entah kenapa, kali ini Gera merasa gugup. Sebelumnya tidak pernah. Entahlah, mungkin karena ini kali pertamanya ia membawa triplets ikut party. 

"Apa kalian senang?" Tanya Gera berusaha mencairkan suasana hatinya sendiri. Triplets kompak mengangguk. 

"Terima kasih sudah mengajak kami, Mama." Ujar Ray sopan. 

Gera tentu saja bangga memiliki tiga orang putra yang sangat pengertian. Mereka diberi kecerdasan tidak sesuai usia mereka. Dan itu sangat membanggakan bagi Gera. Ya walaupun terkadang hal itu juga yang membuatnya repot sendiri. 

"Kita sudah sampai!" Seru Luisa tak sabar. Ray hanya mendelik melihat tingkah Tantenya yang sangat antusias itu. 

Di dalam ternyata banyak juga yang membawa anak-anak. Gera jadi bisa sedikit lebih lega. Segera ia carikan meja untuk Luisa dan triplets. 

"Duduk di sini dan tunggu Mama." Pesan Gera pada triplets. 

"Luisa, aku harus menemui rekan kerjaku terlebih dahulu. Kau jagalah triplets untukku." Luisa spontan mengangguk. Ia sudah terbiasa dengan tugas menjaga triplets.

Semua mata tertuju melihat keanggunan Gera. Beberapa pasang mata menatap lapar punggung Gera yang memang terbuka dan menampakkan mulusnya tubuh itu. 

Luisa bersama triplets bersenda gurau di meja sembari memakan beberapa kudapan yang memang sudah disediakan penyelenggara. Rico sangat senang dan lupa diri hingga membuat dirinya belepotan karena coklat. 

"Stt!! Rico! Kau harus terlihat keren! Jangan seperti itu. Kau membuat kami malu!" Tegur Rio. Ia kesal melihat adiknya cemong karena makanan. Sedang dia dan Ray mencoba sekeren mungkin. 

"Maafkan Rico, Kak." Lirih Rico. Segera ia mengambil tissue dan mengusap bersih wajahnya yang belepotan. 

"Jangan sedih, Rico. Kau masih boleh makan sepuasnya. Tapi seperti yang Rio katakan, kau harus terlihat keren seperti kedua kakakmu. Makanlah dengan pelan agar kemejamu tidak kotor." Kata Luisa menghibur Rico yang sempat murung. 

Ekspresi wajah Rico berubah riang. "Benarkah, Tante?" Luisa mengangguk mengiyakan pertanyaan anak itu. 

Acara berlangsung meriah, Gera masih menyelesaikan urusannya dengan rekan kerjanya. Sedang triplets masih aman bersama Luisa. Duduk rapi dengan makanan yang menumpuk di depan mereka. 


Saat Ray mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Gera, ia menangkap sosok familiar yang tak jauh dari tempat mereka duduk. 

"Papa!" Pekik Ray spontan. Ia senang bukan main melihat orang yang dia panggil Papa juga ada di acara ini. 

"Hai! Triplets!" Pekik Roy tak kalah semangat. 

"Rio, Rico! Lihat! Di sana ada Papa!" Seru Ray girang. Ia sangat senang melihat keberadaan Roy. 

Tiga anak itu berlari menuju Roy yang sudah membuka tangannya lebar menerima pelukan mereka. "Papa sangat merindukan kalian!" Kata Roy haru. 

"Kami juga sangat merindukan Papa!" Balas Ray. Ia hampir menangis. Air matanya sudah menggenang. Entah kenapa, ia merasa berbeda jika bersama Roy. 


Roy juga begitu. Ia merasa seakan-akan ia memiliki ikatan bersama anak-anak ini. "Jangan sedih. Jika bersama Papa, kalian harus bahagia." Hibur Roy sembari menghapus air mata Ray yang ternyata sudah menetes. 

"Kau cengeng, Ray!" Ejek Rio. Rico menahan tawanya dengan menutup mulutnya. 

"Diam kau! Aku merindukan Papa makanya nangis!" Geram Ray. 

"Sudah. Jangan berkelahi. Anak Papa tidak boleh berkelahi! Hm, kalian datang bersama siapa?" Tanya Roy penasaran. 

"Bersama Mama dan Tante." Jawab Rio semangat. 

Luisa melihat anak-anak itu bersama Roy. Jika ia menghampirinya, maka akan ketahuan. Sudahlah tak apa. Lebih baik mengawasi dari meja saja. 

Beberapa menit bersama Roy, anak-anak itu sudah terlihat mengantuk. Bagaimana tidak, mereka juga sudah sangat kenyang karena makanan yang diambilkan oleh Roy begitu banyak. Lebih banyak daripada yang disediakan Luisa tadi. 

"Ray, Rio dan Rico terlihat sudah mengantuk." Tegur Roy membisikkan Ray. 

Ray mengangguk. "Iya. Sepertinya mereka sudah mengantuk." 

"Papa, Ray berharap kita bisa bertemu lagi esok. Apa Papa tidak mau berkunjung ke rumah dan berkenalan dengan Mama kami? Dia orang hebat!" Puji Ray dengan bangganya. 

Mendengar itu Roy terharu. "Kau pintar sekali! Tolong beritahu Papa dimana alamat kalian. Papa berjanji akan menghampiri kalian besok." Ujar Roy sembari memainkan rambut Ray lembut. 

"Astaga. Ray tidak tahu alamatnya, Papa." Keluh Ray lirih. Ia menunduk murung. 

Melihat itu Roy tersenyum gemas. "Tak apa. Papa yakin kita akan bertemu secepatnya. Percayalah." Hibur Ray memeluk tiga anak itu.

"Oke, Papa. Baiklah. Ray, Rio, dan Rico akan kembali ke meja Tante. Sampai jumpa!" Seru Rio riang. Terus terang saja Roy sangat berat membiarkan tiga anak itu pergi. 

Dari kejauhan Roy tersenyum melihat tiga bocah itu bergelayut di bawah Tante mereka. Entah apa yang mereka bicarakan. Roy hanya tersenyum membayangkan bagaimana bahagianya dia jika anaknya bersama Gera sudah sebesar mereka. 

"Tante, Rico ngantuk. Dimana Mama?" Cicit Rico lemas. Matanya sudah memerah. Rio juga begitu. Hanya Ray yang masih terngiang-ngiang akan kebersamaannya bersama Roy. 

"Astaga. Tante telpon Mama kalian dulu, ya." Luisa segera beranjak untuk menelpon Gera. 

Beberapa kali mencoba untuk menelpon, Gera belum juga mau menjawab panggilan Luisa. Hingga Luisa kesal. Ia kasihan pada triplets yang sudah ngantuk. 

"Kau lama sekali mengangkat telpon! Anak-anakmu sudah ngantuk dan merengek ingin pulang." Keluh Luisa kesal. 

"Maafkan aku. Rekan kerjaku menyebalkan. Dia memberikan pekerjaan yang membuatku harus menyelesaikan itu sekarang." Kesal Gera. 

"Lalu bagaimana sekarang?" Tanya Luisa. 

"Aku minta tolong, bawa saja mereka pulang bersamamu. Aku akan menyusul." Kata Gera berat.

"Baiklah. Aku akan membawa mereka bersamaku. Kau berhati-hatilah nanti." Pesan Luisa. 

Sambungan terputus, Luisa kembali menghampiri triplets yang sudah lemas di meja. "Ayo, kids! Kita pulang. Mama akan menyusul nanti." Tak banyak memprotes, mereka berjalan beriringan bersama Luisa. 

Sementara Gera masih diharuskan berkecimpung dengan pekerjaannya. Dalam hati ia mengeluh dan marah, sebab malam dimana ia bisa santai dengan triplets dan juga teman-temannya, malah diberikan tugas juga di tengah riuhnya pesta. 

"Pak, jika tahu saya kemari hanya untuk sebuah tugas, saya tidak akan mau repot-repot berdandan dan mengenakan dress seperti ini." Keluh Gera kesal. 

Setiap kali ia melihat kertas itu, Gera menghela napas lelah. Ia kira malam ini akan bisa sedikit bersantai. Tapi sayang, itu hanya sebuah angan-angan. 

"Selesai, Pak. Lain kali jika memang mengadakan party semacam ini, tolong profesional sedikit. Saya kira akan bisa santai di sini. Ternyata diberikan tugas lagi. Astaga! Jika tidak ada kegiatan lain lagi, saya pamit pulang, Pak." Gera mengomel emosi. Hatinya benar-benar panas karena ketidak-profesionalan dari rekan kerja juga atasannya. 

Beberapa jam menyelesaikan pekerjaan di tengah riuhnya pesta, membuat badan Gera  berdenyut dan terasa remuk. "Malam yang melelahkan." Hembusan kasar keluar begitu saja. Lelah, sudah pasti. Namun dalam pikirannya ia tidak memikirkan itu. Ia berharap triplets sudah tidur nyenyak di rumah. 

Saat bersiap untuk pulang, Gera merasa bahwa ada seseorang yang sangat memperhatikan gerak-geriknya. Ia merasa risih sejak tadi. Seperti seseorang sedang mengikutinya. Buru-buru ia bergegas dengan langkah kaki yang lumayan cepat. Ia merasa tidak nyaman berlama-lama di sini. 

"Gera..." Langkah itu terhenti saat seseorang menyentuh bahunya dengan tangan yang terasa dingin itu. Gera segera berbalik untuk mengetahui siapa pemilik tangan yang dengan lancangnya menyentuh bagian tubuhnya. 

Betapa terkejutnya Gera saat melihat siapa yang menyapa juga menyentuhnya. "Kau?!" 

0 Comments