PCST. Bab 51

 

Penjara cinta sang taipan

Bab. 51

Pergi berdua.


Kelegaan luar biasa dirasakan Bening setelah meluapkan isi hatinya kepada sang suami dan juga dokter Fahmi beberapa saat yang lalu. Walaupun suaminya itu sering tersulut emosi sepanjang ia bercerita tadi. Setelah membuat janji untuk pertemuan mereka selanjutnya. Di sinilah Bening berada sekarang-


"Kita akan ke mana?" tanya Bening saat mobil yang dikemudikan Arga melesat kencang membela kepadatan jalanan Ibu kota.


"Aku ada urusan sebentar. Jika mengantarmu pulang dulu maka akan memakan banyak waktu lebih lama lagi. Jadi kau ikut saja!" jawab Arga tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari depan. "Dan jangan banyak bertanya!" imbuhnya.


Bening yang mendapat ultimatum seperti itu hanya bisa mencebikkan bibirnya atas sikap berlebihan suaminya itu. Masa' bertanya saja tidak boleh? Begitu pikirnya.


"Baiklah-baiklah aku tidak akan bertanya lagi. Aku akan tidur saja kalau begitu!" Gadis itu berusaha mencari posisi ternyaman duduknya dan segera memejamkan matanya.


Tanpa menunggu lama sudah terdengar dengkuran halus yang menandakan gadis itu sudah terlelap. Sehingga membuat Arga terpaksa meminggirkan mobilnya dan berhenti sejenak.


"Dasar kampungan kenapa tidak menurunkan saja sandaran joknya!" 


Walaupun menggerutuh tetapi Arga tetap membantu Bening agar merasa nyaman dalam tidurnya dengan cara menekan salah satu tombol hingga membuat jok mobil tersebut turun.


"Sebenarnya dia perempuan atau bukan sih? Sudah makannya banyak, tidurnya ngorok lagi!"


Bening menggeliat dalam tidurnya. Namun, gadis itu tidak leluasa bergerak karena memakai sabuk pengaman yang melekat erat di tubuhnya. Mulutnya pun mengeluarkan gumaman yang tak jelas.


Semua keadaan itu tak luput dari pandangan Arga. Bahkan ia tak menyadari jika sudah terlalu lama memandangi wajah ayu sang istri.


"Sedang mimpi apa dia. Kenapa sampai seperti itu?"


Perlahan tangan Arga terulur untuk menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Bening ke belakang telinga. "Kau manis kalau sedang tidur seperti ini!" pujinya.


Ting-


Hingga suara notif pesan masuk di ponselnya menyadarkan dirinya. Dan ia pun segera kembali menghidupkan mesin mobilnya karena sudah terlalu lama berhenti di pinggir jalan seperti ini.


*****


Tidur Bening terusik saat mendengar teriakan anak-anak yang sedang bermain di lapangan. Matanya mengerjap perlahan dan berusaha melihat keadaan sekitar.


Bening melihat kursi di sebelahnya sudah kosong. Di mana suaminya itu. Kenapa meninggalkannya sendirian di dalam mobil?


Gadis itu mengedarkan pandangan ke luar mobil, netranya tak sengaja menangkap papan nama bertuliskan 'Panti asuhan KASIH BUNDA' tepat di seberang jalan tempat mobil suaminya terparkir.


"Apa mungkin itu panti asuhan yang diceritakan Sari tadi pagi?" tanya-nya pada diri sendiri.


Bening pun berniat turun dari mobil untuk masuk ke dalam panti asuhan tersebut guna mencari tahu. Namun, niatnya itu harus terhenti saat Arga sudah memasuki mobil terlebih dulu. Padahal Bening sudah berhasil membuka pintu mobilnya.


"Mau ke mana kau?!" Suara bariton Arga terdengar menggelegar di telinganya.


"A-aku, aku hanya ingin mencarimu, karena saat aku bangun tadi kau sudah tidak ada di sampingku!" jawab Bening memberi alasan.


"Aku sudah di sini sekarang. Tutup pintunya! tunggu apa lagi?!"


Bening pun akhirnya menyadari bahwa tangannya masih memegang handle pintu mobil yang setengah terbuka.


"Maaf aku lupa."


Arga kembali menginjak pedal gasnya meninggalkan tempat itu. Tanpa berkata apa-apa lagi kepada Bening, karena terlalu fokus dengan pikirannya sendiri dan jalanan yang ada di depannya.


"Ma-maaf tadi kau pergi ke mana? Apa kau tadi pergi ke panti asuhan itu?" tanya Bening takut-takut.


"Sudah aku bilang padamu jangan banyak bertanya!" hardik Arga.


"Bertanya saja tidak boleh!" lirih Bening tapi masih bisa didengar oleh Arga.


"Tutup mulutmu atau aku akan menurunkanmu sekarang juga," ancamnya.


Bening yang takut diturunkan di tengah jalan pun memilih menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak membuat pria itu marah.


Mobil sport yang dikendarai Arga masih melaju dengan kencangnya melintasi hutan pinus yang menjulang tinggi di sepanjang sisi jalan.


Sebenarnya Bening penasaran kemana suaminya itu akan membawanya. Tapi ia takut untuk bertanya karena sudah mendapat ultimatum tadi. Jadi ia lebih memilih memendam rasa penasarannya itu. Tidak lucu kan jika ia benar-benar diturunkan dan ditinggal sendirian di jalanan hutan seperti ini.


Namun gadis itu begitu menikmati perjalanan mereka karena pemandangan sekitar yang sangat memanjakan mata, terlalu sayang untuk dilewatkan.


"Bolehkah aku membuka kacanya? Aku ingin menghirup udara sore?" pinta Bening dengan sedikit rasa takut.


Tanpa banyak bicara Arga menekan salah satu tombol di depannya. Dan kap mobil pun terbuka secara otomatis. Hal itu tentu saja membuat Bening kembali takjub.


Bening berdiri dengan merentangkan kedua tangannya menikmati udara sore yang begitu menyegarkan. Jauh dari hiruk pikuk jalanan ibu kota membuat udara di tempat ini lebih sehat karena minim polusi.


Sedangkan Arga hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sang istri. Namun, ia sama sekali tidak merasa tertanggu malah semakin terhibur dengan sikap absurd gadis itu. Setidaknya gadis itu bisa menghidupkan suasana yang biasanya tampak sepi jika Arga melakukan perjalanan seorang diri.


"Lihat lah di bawah sana pemandangannya bagus sekali. Sayang sekali untuk dilewatkan. Jadi tolong pelan-pelan saja jalannya," pinta Bening kepada pria yang sedang fokus mengemudi di jalanan yang menanjak.


Walaupun sedikit sebal Arga pun mengikuti keinginan gadis itu dengan mengurangi kecepatannya.


"Cobalah lihat di sana bagus sekali!" 


Bening menunjuk hamparan sawah yang membentang luas di bawah sana. Dengan posisi yang berundak-undah hingga menimbulkan kesan eksotisnya.


"Tidak usah cerewet, aku sering melihatnya karena aku bukan dirimu yang baru pertama kali ke tempat ini," ejek Arga.


"Cih, bisa tidak sih sekali saja tidak usah mengejek orang!" gerutuh Bening.


"Karena gadis kampungan sepertimu memang pantas diejek. Melihat sawah begitu saja sudah bangga luar biasa. Apa di desa tempatmu tinggal tidak ada sawah?"


"Tentu saja ada. Karena kalo tidak ada kami, para petani kampung seperti katamu tadi, orang kaya sepertimu tidak akan bisa menikmati beras seperti yang kau makan setiap hari!" jawab Bening tidak terima.


"Sudah banyak beras impor yang masuk ke negara ini. Lagi pula aku sudah terbiasa mengonsumsi gandum dan beras shirataki!"


"Sombong! Waktu itu saja kau menghabiskan nasi yang aku masak!"


"Itu beras shirataki bodoh! Lagi pula aku keracunan setelah makan makanan sampahmu itu. Jangan pernah melupakan hal itu!"


"Aku kan tidak sengaja. Aku juga tidak tahu, jika kau punya begitu banyak alergi di tubuhmu. Ternyata perutmu itu manja sekali. Tapi aku baru tahu kalo beras ada namanya. Kalo di desaku sih, beras yang beras saja. Kalo sudah dimasak namanya nasi!"


"Beras shirataki itu beras yang berasal dari Jepang. Orang miskin sepertimu mana bisa mengerti yang begitu!"


"Halah rasanya juga sama saja. Tapi menurutku lebih lezat beras yang dihasilkan dari negeri kita sendiri karena petani kita menanamnya dengan penuh rasa cinta," ucap Bening bangga.


"Dasar bodoh!"


Arga pun tidak ingin melanjutkan lagi perdebatannya dengan gadis disebelahnya ini. Ia tidak mau memperburuk keadaan hanya karena memperdebatkan masalah beras. Sungguh konyol sekali! Begitu pikirnya.


Ekor mata Arga melirik Bening yang terlihat sedang fokus mengotak atik ponsel mahal pemberiannya. Dan tiba-tiba-


"Aku menemukannya!" pekik Bening kegirangan.


"Apa?! tanya Arga penasaran.


"Beras shirataki dari mbah gugel," jawabnya yang membuat Arga mendesah sebal. 


"Sial! Pembahasan bodoh itu lagi," umpatnya. Namun, Bening tidak merasa terganggu dengan umpatan suaminya itu.

0 Comments