Suamiku Perkasa. Bab 73

Novel Suamiku Perkasa


 "Roy, setengah jam lagi jam makan siang habis. Aku tidak mau terlambat." Tegas Gera menutupi tubuhnya dengan bantal sofa. 

Tak peduli dengan apa yang Gera katakan, Roy hanya fokus melanjutkan langkahnya seraya menggigit kecil bibirnya. Menambah kesan hot pada wajah tampannya. 

'Damn! Dia sangat menggoda.' Batin Gera. Namun ia berusaha menggelengkan kepala menepis semua bayangan liarnya akan Roy.

"Roy, kita bisa melakukan itu nanti di rumah." Kata Gera lagi. Namun Roy sudah terlalu dekat. 

Gera harus segera mencari alasan agar Roy tak jadi melakukan itu padanya. "Sudah terlanjur sampai, sayang!" Bisik Roy, ia gigit kecil telinga Gera hingga menimbulkan erangan kecil. 


"Roy, aku janji kita akan melakukannya di rumah. Tapi tolong, saat ini aku sangat lapar!" Gera memekik tertahan. Ia benar-benar tak tahu harus beralasan apa pada Roy. 

"Gera! Kau membuatku harus menahan semuanya!" Roy menggeram kesal. Jika sudah menyangkut kesehatan Gera, ia tak bisa menolak itu semua. Ia kesal sendiri dan terpaksa menelan nafsunya yang sudah membara di ubun-ubun. 

Wanitanya hanya merespon dengan cengiran khas yang membuatnya terlihat lebih mirip dengan anak-anak. "Kau membuatku kesal!" Gerutu Roy. Dia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Gera.

"Tunggu aku!" Panggil Gera manja. Sekarang ia sudah tidak malu lagi bergelayut manja pada Roy. Ini juga merupakan tuntutan dari anak-anak mereka. 


'Mama Papa jangan sampai pisah lagi! Kami lelah jika harus berjauhan dengan salah satunya.' Gera tersenyum mengingat bagaimana anak-anaknya memprotes.

Sampai di tempat makan, Roy masih saja bersikap dingin. Tak mau berbicara pada Gera dan hanya fokus dengan makanannya. "Roy, jangan seperti itu. Aku janji. Pulang kantor, aku akan memuaskanmu." Terang Gera memohon agar Roy tak lagi bersikap cuek padanya. 

"Makan makananmu. Katanya lapar. Jadi tidak usah banyak bicara!" Sergah Roy datar. 

Kesal dengan sikap Roy yang tak kunjung berubah, Gera menyumpal paksa bibirnya dengan makanan yang ada di depannya. Melihat Roy tak memberi respon, ia semakin berbuat gila. Dengan kasar ia menyumpal bibirnya dengan banyak makanan hingga ingin muntah. Puas dengan itu Gera mengambil tasnya dan segera beranjak meninggalkan Roy sendirian. 

"Gera! Berhenti! Kau mau kemana?! Astaga!" Roy berteriak histeris melihat Gera berlalu begitu saja. Ia meninggalkan beberapa lembar uang ratusan ribuan dan pergi begitu saja mengikuti Gera. 

Dengan kaki yang dihentak-hentakkan, Gera terus saja melangkah tanpa arah. "Gera! Tunggu!" Roy berteriak memanggil Gera. Namun wanita itu tak mau peduli. 

"Lepas!" Gera menepis tangan Roy yang berhasil menggapainya. 

"Apa maksudmu seperti ini?!" Bentak Roy di pinggir jalan. 

"Kau bertanya apa maksudku? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu! Kau masih egois, Roy. Kau belum berubah! Aku sudah meminta maaf berkali-kali bahkan merayumu. Tapi kau tetap saja dingin dan tak mau menghiraukan aku. Kau egois, Roy!" Gera menjerit marah dan memukul dada Roy kasar. Dia meninggalkan Roy lagi. 

"Tunggu, Gera! Maafkan aku." Seru Roy frustasi. Ia mengacak kasar rambutnya. 

Segera Roy mengejar Gera agar tidak kehilangan lagi. Dia salah. Dia memang egois sampai buta dengan apa yang akan terjadi jika ia sampai tidak mau merubah sikapnya terutama pada Gera. 

"Sayang, maafkan aku." Lirih Roy saat berhasil meraih tangan Gera. Ia tarik tubuh Gera dan berhasil memeluknya. 

"Maafkan aku." Lirih Roy lagi. 

"Tidak, Roy. Katanya kau sudah berubah. Tapi Papa salah. Dia hanya melihat sisi baikmu saja. Sedangkan di depanku, kau sama sekali tidak berubah. Aku tidak mau menikah denganmu. Biarkan saja triplets kuhudupi dengan caraku sendiri." Bantah Gera sembari berusaha melepas diri dari Roy. 


Roy memilih diam dan terus memeluk Gera sekeras apapun wanita itu memukulnya. Ia hanya harus menekan diri agar menahan rasa sakit dan membiarkan wanita ini tenang dalam pelukannya. 

"Kau jahat padaku." Cicit Gera semakin lirih. Isak tangisnya masih terdengar jelas di antara gerutuannya. 

Semua orang yang lewat menatap mereka dengan berbagai respon. Ada yang menatap takjub, ada juga yang menatap aneh. Tapi Roy memang benar-benar tidak peduli akan semuanya. Ia dan Gera. Jika sudah berdua, cukup yang lain dilupakan saja. 

"Ayo kita selesaikan di rumah. Aku akan menjelaskan semuanya padamu." Bujuk Roy lembut. Gera menggeleng. "Aku harus kembali ke kantor. Kita bisa membicarakannya nanti setelah pulang kerja." Tolak Gera. 


"Kau tidak tenang. Bagaimana bisa bekerja?" Sela Roy. 

"Aku sudah sedikit lebih tenang, Roy. Kali saja dengan bekerja bisa membuatku lebih tenang lagi." Kata Gera. 

Terpaksa Roy mengizinkan, itu karena dirinya tidak mau Gera semakin merajuk dan tak mau bersamanya lagi.


***


"Roy, kenapa kita tidak pulang ke rumah Papa saja?" Tanya Gera penasaran. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Ternyata Gera sangat merindukan rumah ini. 

"Di sana ada triplets, kita bisa terganggu nanti." Jawab Roy sambil melepas jas kerjanya. 


Gera menatap bingung ke arah Roy. "Maksud kamu apa? Anak-anak menganggu untukmu? Astaga! Orang tua seperti apa dirimu?!" Cerca Gera dengan emosi yang sudah tersulut. 

"Wow! Rupanya kau semakin sensitif saja sekarang. Kau lupa? Kau sudah berjanji akan memuaskanku, Nona. Jangan mencoba mengalihkan rencana!" Peringat Roy. Gera menepuk jidat lupa. Ia ingat sekarang.

Mengingat apa yang harus dia lakukan sekarang, ia menjadi gugup. Bertahun-tahun tidak melakukan itu membuat miliknya terasa sakit saat dimasuki Roy. Ya, walaupun jika sudah berjalan beberapa menit akan terasa sangat nikmat. 

"Kenapa diam? Kau takut?" Celetuk Roy membuyarkan lamunan Gera. 

"Hm... Eungg... Ti-tidak... A-aku tidak takut. Tentu saja tidak!" Jawab Gera terbata-bata. 


"Lakukan saja sekarang. Aku sudah siap." Kata Gera seakan menantang Roy. Tentu saja Roy senang melihat Gera yang seperti itu. Dia sangat suka dengan Gera yang agresif. 

Tidak menunggu lagi, Roy segera melepas seluruh pakaiannya. Tidak seperti biasa, ia melepas pakaiannya duluan dan Gera belakangan. Gera seakan tersentak kaget melihat bagaimana si perkasa mencuat keluar dari rumah singgahnya. 

"Takjub?" Tanya Roy. Gera mengangguk dan menelan ludah. Mengingat bagaimana bringasnya Roy saat bercinta, membuat Gera harus menyiapkan mental juga fisiknya sekarang. 

Satu persatu kancing kemeja Gera terlepas dan menampilkan gundukan bulat berisi yang masih terbungkus rapi itu. Roy merasa miliknya semakin menegang melihat itu. Ia meraup bibir Gera dengan bibirnya. Melumat pelan dan membelit lidah Gera dengan lidahnya. 

"Eeuunngghh..." Erang Gera saat Roy menggigit pelan bibir ranum itu. 

"Akhh Roy... Akhh yesss.." Lenguhan lolos dari mulut Gera dan memenuhi ruangan. Lumatan Roy menjadi semakin menuntut dan membuat Gera kewalahan untuk membalasnya. 

Ciuman menuntut itu pindah ke area leher jenjang Gera. Mengecup dan menjilatinya dengan lembut namun juga menuntut. Kedua tangan Roy bermain pada area dada Gera. Membuat si empunya melenguh dan menggeliat secara bersamaan. 

"Kau sangat menggoda, sayang!" Bisik Roy. Kini tangannya sudah mulai bermain di area selangkangan Gera. Membuka seluruh sisa-sisa kain yang melekati tubuh wanitanya dengan kasar dan melemparnya ke sembarang arah. 

***

"Kau sudah puas?" Tanya Gera dengan napasnya yang masih memburu. Peluh juga membasahi tubuh mereka. 

"Tentu saja, belum." Jawab Roy dengan smirk nakalnya. Gera memutar bola matanya malas. 

Tok... Tok... Tok...

"Papa!!! Mama!!! Buka! Kami ingin masuk!" Triplets! 

Roy dan Gera tersentak kaget. Mereka buru-buru memakai pakaian seadanya karena triplets tak henti-hentinya menggedor pintu ingin dibukakan. "Papa! Buka pintunya!" Teriak Rico lagi. 

"Wait!" Seru Roy dari dalam. Gera segera merapikan rambutnya dan mencuci wajahnya. Bahaya jika anak-anak penasaran dan bertanya. 

"Astaga! Dengan siapa mereka kemari?" Gerutu Gera sambil geleng-geleng kepala. 

Saat Roy sudah siap, dia membuka pintu dan terlihatlah anak-anak super lincah yang membuatnya tak bisa berpikir ini. "Kalian kemari bersama siapa?" Tanya Roy. 

"Kakek! Dia yang mau mengantar kami! Kami cemas Papa dan Mama belum pulang. Makanya mengajak Kakek kemari." Papar Ray. Pelukan mereka tak lepas dari Roy. 

"Papa! Awas aja nanti." Gumam Roy menggerutu. 


0 Comments