Arga. Bab 50

Penjara cinta sang taipan


 Bab. 50

Trauma masa lalu.


"Tuan muda yang di mata orang-orang begitu angkuh, sombong dan arogan adalah pahlawan di hati kami. Tuan muda yang mereka anggap berhati dingin dan kejam itu ternyata adalah sosok pria dengan penuh kehangatan. Apakah anda tahu berapa banyak nyawa yang sudah beliau selamatkan. Berapa manusia yang telah berhasil beliau berikan kehidupan baru. Jawabannya tidak ada yang tahu karena Tuan muda tidak pernah menunjukkannya kepada siapapun. Bahkan di depan keluarganya sendiri," ungkap Sari panjang lebar.


Bening terpaku mendengar pengakuan Sari kepadanya. Apakah itu benar? Tetapi Sari juga tidak mungkin berbohong kepadanya 'kan. Apakah cerita tentang pria itu memang sengaja dilebih-lebihkan mengingat Sari adalah seorang pengabdi di rumah ini. Ah, itu juga tidak mungkin. Karena menjilat bukan termasuk sifat gadis itu.


"Tolong lanjutkan ceritamu Sari. Jangan membuatku penasaran!" tanya Bening.


"Jawabannya ada di panti asuhan KASIH BUNDA, rumah singgah KITA BISA, dan klinik bersalin AISYAH atau mungkin masih banyak lagi yang tidak saya ketahui," jelas Sari dengan masih bersikap tenang.


"Apa hubungan suamiku dengan tempat-tempat yang kau sebutkan tadi?" tanya Bening bingung.


Sari pun mengurai senyumnya sebelum menjelaskan lebih lanjut.


"Ada Nona, karena tempat-tempat itu memiliki pahlawan yang sama 'LEOPARD' sosok yang selalu menaungi dan melindungi mereka."


Bening tampak mengerutkan keningnya bingung. "Leopard?! Apa maksudnya?" tanya Bening yang masih belum mampu mencerna maksud dari perkataan Sari tadi.


"Leopard si gagah berani yang selalu memihak kami, si miskin yang tidak memiliki apa-apa," jawab Sari dengan bangganya saat menceritakan sosok yang ia anggap pahlawan itu.


"Ini bukan cerita dongeng 'kan? Aduh jangan muter-muter bicaranya Sar. Aku tidak mengerti. Kepalaku pusing!" keluh Bening.


Namun, obrolan mereka terpaksa harus terhenti karena orang suruhan Arga sudah datang untuk menjemput Bening.


"Maaf Nona, di luar ada orang yang akan mengantar anda pergi menemui Tuan muda," ucap salah seorang pelayan yang baru saja masuk ke dalam kamar Bening.


"Iya tunggu sebentar!"


Bening pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada Sari dan berkata-


"Masalah leopard tadi masih belum selesai Sari. Aku masih sangat penasaran. Karena aku harus pergi, maka kau harus menjelaskannya kepadaku nanti. Ingat, kau berhutang padaku!" kata Bening mengingatkan.


Bening segera beranjak pergi setelah melihat Sari menganggukkan kepalanya.


Dua orang pria berjas hitam telah membawa Bening dengan menggunakan sebuah mobil mewah. Ini untuk pertama kalinya Bening menghirup udara bebas tanpa terkurung di dalam rumah selama ia menjadi istri Arga.


Bening tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Sepanjang perjalanan ia bahkan tak berhenti tersenyum.


'Akhirnya setelah sekian lama aku bisa keluar rumah juga.'


Mobil yang membawa Bening sudah tiba di depan pelataran Ramiro Tower. 


"Kita sudah sampai Nona," ucap salah satu utusan Arga yang sudah berdiri dan membukakan pintu untuknya.


Karena sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri Bening sampai tidak menyadari bahwa mobil yang ia tumpangi telah berhenti. "Ah iya, aku akan segera turun.


Gadis itu begitu takjub melihat gedung tinggi yang menjulang gagah di depannya saat ini.


'Ternyata kantor suamiku semegah ini!' kagum Bening dalam hati. 


Kemudian datanglah seorang wanita cantik menghampirinya dan berkata-


"Selamat datang Nona muda. Tuan muda sudah menunggu anda di dalam. Saya akan mengantar anda menemui beliau. Silahkan!" ucap wanita itu sopan.


"Iya terima kasih," jawab Bening dengan senyum manisnya.


Bening pun berjalan mengikuti wanita tadi menuju lift khusus. Dengan tidak lupa selalu menebarkan senyuman kepada setiap orang yang ditemuinya.


Ting-


Sampai lah Bening di atas lantai tertinggi gedung ini. Setelah pintu lift terbuka pemandangan pertama yang dapat ia lihat adalah sebuah pintu besar dengan sebuah meja kerja milik seorang perempuan cantik di depannya.


Pantas saja ruangan ini begitu sepi dan senyap karena lantai seluas ini hanya digunakan untuk ruangan CEO dan sekretarisnya.


"Selamat datang Nona," sapa perempuan cantik yang baru saja berdiri dari tempat duduknya itu.


"Perkenalkan nama saya Zalia, sekretaris pribadi Tuan muda," imbuhnya.


"Senang berkenalan dengan mu Zalia. Aku Bening," jawab Bening ramah sekaligus mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan sekretaris suaminya.


Zalia yang mendapat uluran tangan dari Bening nampak tercengang seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Karena ia tidak menyangka Nona muda istri bosnya itu mau berjabat tangan dengannya. Atau mungkin hanya Bening satu-satunya Nona muda yang mau melakukan hal itu.


Bening pun merasa heran karena perempuan di hadapannya itu tak jua menyambut uluran tangannya.


"Maafkan saya Nona, saya juga senang bisa berkenalan dengan anda." 


Zalia langsung menyambut uluran tangan Bening sesaat setelah tersadar dari lamunannya, dan merasa tidak enak hati membuat sang Nona mudanya itu menunggu lama hanya untuk berjabat tangan.


"Karena tugas saya mengantar Nona muda sudah selesai. Saya mohon pamit dulu," ucap wanita yang mengantar Bening tadi.


"Iya terima kasih."


"Nona, silahkan masuk ke dalam, itu ruangan Tuan muda. Beliau sudah menunggu anda!" kata Zalia sambil menunjuk pintu di belakang tubuhnya. Bening tersenyum manis sebelum berjalan mendekati pintu.


Tok ... tok ... tok ...!


Bening masuk ke dalam ruangan tersebut setelah mendapat persetujuan dari sang empunya.


Pemandangan pertama yang tertangkap netranya adalah sosok Arga yang tengah duduk di sofa dengan satu orang lelaki yang tidak ia kenal.


"Kau sudah datang rupanya. Kemari dan duduk lah!" titah Arga.


Bening pun segera mendekat dan mendaratkan bokongnya di atas sofa bersebelahan dengan suaminya.


"Perkenalkan dia adalah dokter Fahmi. Kau bisa bercerita atau mengobrol dengan dokter Fahmi karena dia seorang psikolog," jelas Arga.


"Saya Fahmi Nona," sapa sang dokter memperkenalkan diri.


Bening yang masih belum mengerti apa-apa dengan maksud suaminya itu hanya melempar senyum kepada dokter yang seusia dengan Ayah mertuanya itu.


'Apa maksud pria ini? Apakah aku sengaja dibawa kemari untuk bertemu dengan dokter Fahmi, tapi untuk apa?' Bening membatin.


Melihat raut wajah bingung istrinya Arga pun kembali bersuara.


"Aku tahu kau sering mimpi buruk dan mempunyai trauma. Kau bisa mengatakannya kepada dokter Fahmi agar dia bisa membantumu."


"Benar Nona saya dokter yang akan membantu anda sembuh dari rasa trauma anda," timpal dokter Fahmi.


"Tapi-, tapi saya-"


"Tidak apa-apa Nona jangan terlalu dipaksa jika anda tidak ingin bercerita sekarang," jawab dokter Fahmi mengerti keraguan Bening.


"Air ...!" Tiba-tiba Bening membuka suara. Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk bisa meluapkan ketakutan yang sudah ia rasakan selama bertahun-tahun.


"Iya Nona, boleh ceritakan kepada saya ada apa dengan air?" tanya dokter Fahmi santai mencoba mengambil kepercayaan gadis itu.


Air mata Bening menetes sebelum ia memulai ceritanya. Rasa sakit dan takutnya kini seakan kembali muncul ke permukaan.


"Umurku masih 7 tahun saat aku tidak sengaja menjatuhkan dagangan Ibu ke sungai. Tangan kecilku tidak mampu membawa sebakul nasi yang akan dijual Ibu hari itu. Kakiku terpeleset dan jatuh ke dalam air. Namun, Ibu tidak mau menolongku. Ibu marah karena aku ceroboh dan tidak berguna. Ibu pergi meninggalkan aku tenggelam seorang diri. Rasanya sakit, sesak dan gelap hingga aku tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Saat aku membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit. Ayah bilang aku sudah tidak sadarkan diri selama 3 hari setelah seorang warga yang sedang memancing menemukanku. Sejak saat itu aku sangat takut sekali melihat air dalam jumlah yang banyak." Bening bercerita dengan air mata yang mengucur deras dari sudut matanya.


"Apa! Apa benar ada cerita semacam itu. Sebenarnya kau ini anak kandung apa anak tiri sih. Kenapa kejam sekali caranya memperlakukan dirimu?!" Emosi Arga tersulut seketika setelah mendengar cerita Bening.


"Dia Ibu kandungku, aku sangat menyayanginya. Dia seperti itu karena aku yang tidak becus menjadi anak," bela bening. Bagaimana pun juga Bening tidak mau ada yang menjelekkan Ibunya.


"Cih, masih saja membelanya. Apa wanita seperti itu masih pantas disebut Ibu?"

0 Comments