Bening. Bab 65-66



 Bab. 65

Trauma dan depresi.


"Tidakkk ... jangannnnn ...!"


Sandra terbangun dari tidurnya dengan bermandi keringat, bahkan keringat yang membasahi pelipisnya sebesar biji jagung.


Sandra mimpi buruk lagi. Ingatan kejadian naas belasan tahun silam kembali hadir menjadi mimpi buruknya.


Sandra meraih gelas berisi air putih yang ada di atas nakas dan segera menandaskan isinya.


"Kenapa ingatan kejadian kelam itu muncul kembali Tuhan?!" gumam Sandra frustasi.


Rasa sakit yang berusaha Sandra lupakan mendadak muncul lagi setelah pertemuaannya dengan pria itu. Pria jahat yang telah tega merenggut kegadisannya dulu.


Setelah sekian lama kenapa mimpi buruk itu hadir lagi setelah susah payah Sandra berusaha melupakannya.


Bahkan dulu ia telah menghabiskan sisa uang tabungannya untuk mengunjungi psikiater karena Sandra hampir gila karena trauma. 


Percobaan bunuh diri dan aborsi juga pernah Sandra lakukan karena depresi. Dibuang dari keluarga dalam keadaan hamil di luar nikah benar-benar menyakitkan untuknya.


Untung saja ia bertemu dengan pemuda baik hati bernama Harun yang bersedia menolongnya dari keterpurukan hidup.


Perlahan Sandra bangkit dan mengais sedikit demi sedikit potongan asa yang sempat hancur karena perbutan bejat pria tak bertanggung jawab itu. Bahkan diawal pernikahannya dulu, Harun rela semua uang hasil kerjanya habis untuk biaya Sandra ke dokter kejiwaan atau psikolog demi bisa mengembalikan kondisi psikis Sandra seperti semula.


Banyak yang Sandra korbankan mulai dari masa depan, keluarga dan juga cintanya. Beruntung Sandra memiliki Harun yang selalu setia menemani harinya.


Harun pun bersedia bertanggung jawab menikahi Sandra demi bayi yang dikandungnya walaupun tanpa rasa cinta.


Sebuah ikatan yang murni atas dasar sebuah rasa kemanusiaan.


Perlu bertahun-tahun bagi Sandra untuk bangkit dari keterpurukannya. Setiap malam ia harus mengalami mimpi buruk yang membuatnya ketakutan hingga menangis histeris. 


Berteriak histeris di tengah malam sampai membangunkan tetangga menjadi kebiasaan Sandra dulu. Namun itu tidak sengaja ia melakukannya karena alam bawah sadarnya lah yang membuatnya menjadi seperti itu. Karena ia selalu merasa berada di dalam zona bahaya. Trauma yang berkepanjangan membuatnya menjadi depresi.


Bahkan sampai hari ini pun Sandra belum bisa menerima kehadiran Bening putri kandungnya. Karena hanya dengan melihat wajah Bening Sandra akan mengingat kembali peristiwa terkutuk itu.


Keesokan harinya di meja makan Juwita mendapati sesuatu yang berbeda dengan sahabatnya itu. Penampilan Sandra pagi ini begitu menyita perhatian Juwita. Wajah pucat serta lingkaran hitam tampak terlihat jelas di wajah yang biasa terlihat cantik itu.


"Kau kenapa San, kenapa wajahmu pucat sekali?" tanya Juwita saat melihat sahabatnya itu hanya mengaduk makanannya.


Sandra tampak menggeleng pelan tanpa berniat membuka suara untuk menjawab pertanyaan sahabatnya tadi.


"Apa kau sakit?" tanya Juwita kemudian.


Sandra pun masih menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.


"Kenapa tidak dimakan. Apa perlu aku panggilkan dokter?" Juwita tak menyerah untuk bertanya.


Dan Sandra tetap pada pendiriannya dengan melakukan gerakan tutup mulut.


"San, jangan bikin aku khawatir deh. Kau sebenarnya kenapa sih?"


Tanpa menjawab apapun Sandra beranjak dari tempat duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Juwita dengan rasa penasarannya.


Melihat ada yang tidak beres dengan sahabatnya. Juwita langsung menyusul sahabatnya itu yang ternyata kembali ke dalam kamar.


Juwita sudah menemukan Sandra yang kini duduk di depan jendela kamarnya dengan pandangan kosong. Hal itu membuat Juwita yakin jika Sandra sedang tidak baik-baik saja.


"San, cerita sama aku tentang apapun yang kamu rasakan. Aku ingin menjadi orang pertama  yang bisa memberimu ketenangan. Kau percaya padaku 'kan?" Juwita menyentuh pundak Sandra pelan. Namun, sahabatnya itu masih tetap tak bergeming di tempatnya.


"Seberat apapun masalah dan rasa sakit yang kau rasakan. Tolong berbagilah denganku. Jadikan aku sebagai sandaran dan tumpuanmu saat menghadapi masalah. Dan tolong jangan memendamnya sendiri!" bujuk Juwita.


"Apa kau tau aku pernah mengalami trauma sampai depresi?" lirih Sandra namun masih bisa didengar oleh Juwita.


Mendengar penuturan sahabatnya itu Juwita mengangah tak percaya hingga membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.


"Apa?!"


"Iya, aku pernah gila. Ini sakit Ta! Sangat sakit!" pekik Sandra sembari meremas dadanya kuat.


Tanpa berkata apapun Juwita langsung membenamkan tubuhnya untuk memeluk sahabatnya itu.


"Enggak San, kamu nggak gila. Sahabat aku nggak pernah gila. Kamu hanya trauma dan ketakutan waktu itu!" Juwita mencoba menenangkan sahabatnya yang kembali histeris itu.


"A-aku juga sangat membenci anak itu. Karena dengan melihat wajah anak itu aku teringat dengan bajingan yang-  Hiks! Hiks! Hiks!" Sandra tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia lebih memilih menangis dan meraung di pelukan sahabatnya.


Juwita pun membiarkan Sandra meluapkan segala emosi yang selama ini dipendamnya. Setelah sahabatnya itu terlihat tenang Juwita pun memberanikan diri untuk bertanya-


"Anak! Maksudmu anak siapa, Sang. Apa kau memliki seorang anak?!" Juwita sedikit mengguncang tubuh Sandra untuk mendapat jawaban. Namun, Sandra tetap diam seribu bahasa.


*****


Ramiro tower pukul 12.00 wib.


"Bos, sudah waktunya makan siang, gue keluar dulu ya!" ucap Raka saat ingin pergi dari ruangan Arga.


"Rak, tunggu!"


"Paan lagi sih bos? Kerjaan gue pan udeh kelar. Udah laper ini gua!" protes Raka.


"Elah bentar doank. Tunggu gue sampe selesai biar kita bisa makan siang bareng!"


"Manja lu! Kerja minta ditemenin, makan minta ditemenin, bobok minta di- ups!" Raka pun membekap mulutnya sendiri dengan telapak tangan. "Bobok udah ada yang nemenin ya! He ... he ... he."


"Ya kali gue minta ditemenin bobok sama elu. Ogah! Mending sama Bening cantik, semok, demplon!"


"Elu udah ada bini cantik masih aja jelalatan kemana-mana!"


"Sekarang udah enggak, si boy udah gak mau lubang lain selain milik Bening. Abisnya menggigit sih!"


"Hala, kalo Bening dikasih pilihan lain dia juga ogah pilih elu!"


"Sembarangan! Tuh cewek udah klepek-klepek sama si boy yang gede, mantep dan legend!"


"Woy, fulgar banget lu! Gue masih belum cukup umur buat ngerti yang begituan kali!"


"Makanya jangan kelamaan jomblo. Nggak takut boy lu berkarat? Gue nih keren!"


"Hele, tukang celap celup sembarangan kayak elu ujung-ujungnya juga impoten akibat kena karma suka nyakitin cewek!"


Plugh-


Sebuah remasan kertas nampak mendarat tepat di pipi kiri Raka.


"Nyumpahin gue loe!"


"Ck, hobi banget sih main lempar-lempar. Lagian siapa sih yang nyumpahin elu? Tanpa gue sumpahin pun dosa elu udah banyak makanya tobat!"


"Justru gue yang miris lihat lu! Gue takut aja boy lu itu nggak bisa berfungsi dengan sebagaimana mestinya, makanya loe nggak kawin-kawin sampe sekarang. Apa jangan-jangan jodoh loe belum lahir ya?!"


"Dasar sahabat lacknut! Mana ada seperti itu. Dengerin ya! Pertama, si boy gue ini masih berfungsi sebagaimana mestinya, gagah berani dan suka berontak setiap pagi. Kedua, jodoh gue sekarang masih dijagain sama orang lain, saking belum gue tikung aja dia!"


"Hala bacot doang lo gede. Faktanya nihil!"


"Udah ah gue laper. Kalo loe masih lama gue tinggal nih!"


"Iya bentar lagi, sekalian gue beresin semua kerjaan gue, soalnya besok gue mau bawa Bening keluar jalan-jalan. Kasian bini gue dikerem terus di kamar!"


"Nah gitu donk baru bener. Sekali-kali senengin istri. Ajak jalan-jalan, dibelanjain. Jangan diajak tempur doank!"


"Bacot loe!"


Bab. 66

Perseteruan dua pria berkuasa.


Demi menghilangkan kesedihan dan rasa trauma Sandra yang sempat muncul beberapa hari ini. Pagi ini Juwita memaksa Sandra untuk mau ikut pergi  ke salon dan spa dengan dirinya.


Kegiatan yang paling disukai oleh kaum hawa karena ampuh untuk menghilangkan penat dan stres. Serta sebagai tempat untuk memanjakan dan mempercantik diri.


"Nyalon yuk San!" seru Juwita setelah keluar dari kolam renang.


Berenang adalah kegiatan yang rutin dilakukan  Juwita setiap pagi untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Tak jarang Juwita pun mengajak Sandra untuk berenang menemaninya.


"Males ah!" jawab Sandra tanpa mengalihkan perhatiannya pada majalah di tangannya.


Juwita pun berjalan mendekat ke arah sahabatnya itu kemudian ikut duduk di kursi malas tepat sebelah kiri Sandra.


"Emang kamu nggak bosen di rumah terus? Sekali-kali nyalon dan shopping kan nggak ada salahnya dari pada ngerem di rumah terus. Kita udah lama loh nggak jalan bareng!" bujuk Juwita.


Akhirnya Sandra pun mengalihkan perhatiannya kepada sahabatnya itu dengan menoleh sebentar. "Ya udah, kapan?"


"Beneran?! Abis ini kita berangkat. Makasih ya, San!" girang Juwita. Dan Sandra pun memberikan senyuman terbaiknya untuk sahabatnya itu.


"Udah yuk, kita siap-siap dulu!" Sandra pun mendahului Juwita meninggalkan kolam renang.


'Semoga usahaku ini bisa membantumu melupakan masalah. Dan semoga kau selalu bahagia Sandra sahabatku.'


Juwita pun ikut pergi menyusul sahabatnya tadi yang telah lebih dulu masuk ke dalam rumah.


Di sebuah gedung pencakar langit terdapat dua orang pria dewasa sedang terlihat perdebatan serius.


"Jangan pernah mengusiknya jika kau tidak ingin berurusan dengan ku!" Ucapan sarat ancaman itu Jordan tujukan kepada sosok pria yang tengah duduk di depannya.


"Wanita itu pasti sangat spesial hingga bisa membuat seorang Jordan bersikap seperti ini. Kau sungguh membuatku semakin penasaran," jawab Sanders santai seolah tidak terprovokasi.


"Tidak ikut campur adalah pilihan terbaik untuk menyelamatkan diri! Ya, aku rasa seperti itu seharusnya!" ucap Jordan datar tapi sarat akan peringatan.


"Kau pasti mempunyai masa lalu yang tidak biasa dengan wanita itu. Ah, tentu saja! Semua sudah terlihat jelas dari kejadian di pesta malam itu!" ujar Sanders sembari mengingat kembali kejadian di pesta waktu itu.


"Aku tidak tahu hubungan apa yang kau miliki dengan wanita itu sebelumnya. Tapi sepertinya aku mulai tertarik dengan wanita yang berani menamparku di depan banyak orang!" imbuh Sanders tanpa rasa takut.


"Jangan pernah sekalipun menantang sesuatu yang bukan tandinganmu. Aku rasa kau cukup tahu diri untuk mengetahui seberapa besar kekuatanmu!" sarkas Jordan dengan seringai liciknya.


Kalimat sarkas yang terucap dari bibir Jordan berhasil membuat Sanders waspadah tapi dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Apapun caranya!


Walaupun Sanders sangat tahu ia takkan bisa melawan kekuatan Ramiro group. Namun rasa penasaran ingin mengetahui rahasia dari penguasa Ramiro group yang merupakan rival bisnis dan juga temannya itu terlalu mendominasi. Hingga memudarkan rasa takutnya.


"Aku rasa sudah tidak ada lagi hal yang menarik untuk dibicarakan. Kau tahu di mana letak pintu keluarnya bukan?!" usir Jordan kepada pria yang masih asik menikmati wine di tangannya itu.


Dengan perasaan kesal sekaligus dongkol Sanders pun meninggalkan ruangan Jordan.


*****


Prang-


Sanders membanting semua benda yang ada di dalam ruangannya. Wajahnya merah padam menahan amarah.


"Dia pikir siapa dia. Beraninya menghinaku seperti itu. Kita lihat saja nanti apa yang bisa ku lalukan untuk menghancurkannya!" umpat Sanders dengan penuh emosi.


"Willy!" teriaknya kepada sang asisten.


Willy yang sedari tadi ada di balik pintu menyaksikan amukan dari sang bos segera mendekat.


"Saya Tuan!" jawab pria berjambang lebat itu.


"Cari tahu informasi mengenai wanita yang bernama Sandra sedetail mungkin. Dan juga mengenainya hubungannya dengan penguasa Ramiro group di masa lalu. Pergi dan dapatkan informasi itu secepatnya!" titah Sanders.


"Baik Tuan, saya akan berusaha mendapatkan nya secepat mungkin untuk anda. Permisi!" pamit sang asisten.


"Jordan kita tunggu saat kehancuranmu karena tidak selama kau bisa bersikap sombong dengan kekuasaanmu itu. Aku bersumpah akan membuatmu MENYESAL!" gumam Sanders dengan penuh kebencian sembari menggertakkan giginya.


"Dan untuk kau wanita jalang. Kau akan menanggung akibatnya karena berani menamparku di hadapan semua orang. Tunggu saja pembalasanku!"


Di mall tempat di mana salon langganan Juwita berada sudah dipenuhi oleh banyak orang termasuk Sandra dan Juwita yang baru saja sampai.


"San, kita langsung nyalon apa shoping dulu?"


"Kita langsung ke salon aja, Ta!"


"Ya uda yuk!"


Kini kedua sahabat sefrekuensi itu sampai di sebuah salon dan spa ternama langganan para Ibu pejabat dan sosialita Negeri ini.


"Selamat pagi Ibu Juwita!" sambut ramah salah satu pegawai salon.


Juwita adalah member VIP di salon mereka jadi tidak heran jika semua pekerja di sana banyak yang mengenalnya.


"Selamat pagi, ini Sandra temanku. Mulai hari ini dia akan ikut mendaftar menjadi member VIP seperti diriku!"


"Baik selamat pagi Bu Sandra silahkan lengkapi berkas ini untuk mendaftar menjadi member kami!"


Sandra pun melakukan semua prosedur dengan arahan salah satu pegawai di sana yang bertugas di bagian resepsionis. 


"Ini kartu member anda, silahkan tanda tangan di sebelah sini."


Setelah semua prosedur selesai resepsionis pun bertanya paket apa yang akan mereka pilih untuk perawatan tubuh mereka hari ini.


"Ini semua paket yang kami tawarkan yang bisa anda pilih!"


"Kita pilih yang ini saja!"


"Baik, silahkan menuju ruang 76 dan selamat menikmati pelayanan kami!"


Juwita dan Sandra pun meninggalkan meja resepsionis ditemani oleh dua orang terapis yang akan melayani mereka menuju ruang yang telah ditunjuk.


Mereka sepakat untuk memilih paket perawatan tubuh lengkap dari unjung kaki hingga ke ujung kepala.


Setelah berjam-jam lamanya melakukan perawatan tubuh. Kini Sandra dan Juwita menikmati makan siangnya yang sedikit terlambat karena kegiatan mereka di salon tadi yang menyita banyak waktu. Restoran jepang menjadi pilihan mereka untuk mengisi perut keduanya yang sudah sangat kelaparan.


Beberapa menu khas Negeri matahari terbit sudah memenuhi meja seperti beraneka ragam sushi, shabu-shabu, sashimi, udon dan juga takoyaki.


"Yakin bisa menghabiskan makanan sebanyak ini Ta?!" tanya Sandra heran kenapa sahabatnya itu begitu banyak memesan makanan.


"Aku ingin mengulang kembali moment kita dulu. Ingat tidak, kita dulu sering makan di restoran jepang dan berlomba siapa yang paling banyak menghabiskan makanan maka dialah pemenangnya!" jawab Juwita sambil mengingat moment bertahun-tahun silam.


"Tentu saja aku ingat. Itulah hal termanis yang selalu kita lakukan dulu. Lalu apa hadiah untuk sang pemenang? Tidak mungkin kan taruhan kita sama kayak dulu, secara kita sekarang bukan mahasiswa lagi yang memiliki banyak tugas."


Ya, memang dahulu mereka sepakat siapapun yang kalah dalam permainan harus bersedia mengerjakan tugas kampus dari si pemenang selama seminggu.


"Jangan minta traktiran aku masih miskin," imbuh Sandra sambil bercanda.


"Tentu saja tidak, aku tau kapasitas sahabatku ini. Dompetnya belum setebal milikku," ledek Juwita.


"Dasar!"


"Gimana kalo yang kalah wajib menuruti perintah si pemenang?!" usul Juwita kemudian.


"Boleh juga tuh, oke aku setuju! Sudah siap? Kita mulai dari sekarang!"


Kedua sahabat itupun menikmati makanan mereka diselingi dengan canda dan tawa.


'Aku seneng banget San, bisa melihat kamu bahagia dan tertawa seperti saat ini. Teruslah bahagia karena kau berhak mendapatkannya!'

0 Comments