Bab. 67
Melihat Ibu.
Usaha Juwita untuk menghilangkan kesedihan Sandra akibat trauma masa lalunya tampaknya membuahkan hasil karena terlihat Sandra yang tak berhenti tersenyum seharian ini.
Tujuan terakhir mereka saat ini adalah berbelanja. Juwita membawa Sandra ke sebuah butik langganannya. Butik yang memiliki koleksi gaun limited edition tentu dengan harga selangit karena tidak semua orang bisa berbelanja di tempat ini.
"Ayo masuk!" Juwita menarik Sandra masuk ke dalam butik langganannya. Di sana mereka sudah disambut pegawai butik dengan ramah.
"Selamat datang, silahkan melihat-lihat koleksi terbaru di butik kami," sapa salah satu pegawai butik.
"Makasih Mbak."
Juwita pun mengajak Sandra menuju deretan baju yang terjejer menggantung di sana.
"Inilah yang dinamakan surga dunia yang sebenarnya. Mari kita belanja sepuas-puasnya!" seru Juwita kegirangan padahal hal ini sudah sering ia lakukan tapi menghabiskan waktu shoping dengan sahabat karibnya merupakan pengalaman yang lebih seru menurutnya.
"Biasa aja kali. Kenapa jadi lebay sih?" cibir Sandra melihat tingkah konyol sahabatnya itu.
"Setelah sekian lama akhirnya kita ngemoll dan shoping bareng, bukankah itu amazing San?!"
"Nggak ah biasa aja."
"Iss, kok gitu sih. Biasa aja gimana?"
"Ya biasa, aku nih yang nggak biasa karena jarang-jarang bisa ngemol apalagi shoping. Ini aja setelah sekian purnama baru bisa kayak gini lagi. Di desa nggak ada mall coy!"
"Maka dari itu kita kemari. Dan ayo bersenang-senang hari ini. Pilih apapun yang kau inginkan!"
"Oke siapa takut! Tapi jangan nyesel ya kalo tagihan bulananmu membengkak!"
"Siapa takut, sultan ini!"
"Cih sombong!"
"Emang!"
Di waktu yang bersamaan Bening tampak heran dan masih bingung dengan tingkah laku suaminya. Karena tiba-tiba saja suaminya itu menariknya pergi dan hanya berkata akan mengajaknya jalan-jalan. Tentu saja hal itu membuat Bening kegirangan.
Bening masih melongoh tak percaya melihat gedung megah di depannya. Walaupun ia sudah beberapa kali melihat gedung seperti ini bahkan yang lebih megah lagi tetapi gadis itu masih saja selalu terlihat takjub.
"Kenapa malah bengong begitu? Seperti baru melihat gedung seperti ini saja. Ayo turun!"
Ya, pasangan suami istri itu sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Suara Arga menyadarkan Bening dari keterpukauan-nya. "Ah, iya iya aku turun!"
Bening tampak kesusahan membuka sabuk pengaman yang melilit tubuhnya dan hal itu tidak lepas dari pengamatan Arga.
"Apa kau masih belum bisa membuka seatbelt mu sendiri? Kenapa kau harus sekampungan ini!" gerutu Arga namun tangannya tetap membantu Bening membuka ikatan sabuk pengamannya.
"Terima kasih, tapi aku akan terlebih dulu menjawab dua pertanyaamu itu sebelum keluar dari mobil ini. Karena aku tidak mau berhutang apa-apa padamu!"
Arga pun mengernyit bingung karena tak mengerti maksud dari ucapan istrinya tersebut.
"Apa maksudmu?!"
"Begini ya suamiku! Pertama, kenapa aku selalu terpana saat melihat gedung tinggi nan megah padahal aku sudah sering melihatnya, itu karena di kampungku dulu pemandangan seperti ini tidak pernah aku temui. Jadi aku mengagumi kehebatan orang yang sudah membangun gedung ini. Kedua, kenapa aku sampai sekarang belum bisa membuka tali ini, itu karena aku belum terbiasa. Dan itu juga karena salahmu sendiri punya mobil bagus tapi menyusahkan sekali. Ribet! Mending mikrolet kemana-mana. Longgar, angin juga bisa masuk dengan leluasa dan tidak ada tali-tali macam ini," jelas Bening sembari menunjukan tali sabuk pengaman yang ada di tangannya tepat di depan muka Arga.
"Jangan samakan mobil sport ku dengan mobil kampungan yang ada di desamu itu bodoh! Apa kau tahu berapa harga mobilku ini?"
Tidak tahu saja Bening bahwa mobil yang dia samakan dengan mikrolet itu adalah sebuah super car mahal jenis Aston Martin New Vantage. Yang harganya bikin kantong menjerit.
"Apa harganya semahal harga dirimu itu?" goda Bening sembari menaik turunkan alisnya.
"Semakin hari kau semakin kurang ajar saja! Sebaiknya kita kembali pulang saja!" gertak Arga.
Melihat sang suami yang sudah mulai memasang sabuk pengaman dan menghidupkan mesin mobilnya kembali membuat Bening menjadi panik dan berusaha menghentikannya.
"Eh, jangan-jangan! Aku minta maaf ya, jangan marah donk suamiku!" rayu Bening.
Tentu saja Bening tidak rela diajak pulang begitu saja sebelum sempat menikmati jalan-jalannya kali ini.
"Jika kau terus cerewet seperti itu aku tidak hanya akan membatalkan jalan-jalan kita hari ini, tapi aku juga akan menurunkanmu di tengah jalan!" ancam Arga.
"Tidak mau-tidak mau tolong jangan lakukan itu. Aku janji akan menjaga ucapanku mulai dari sekarang. Jangan marah ya! Ayo kita lanjutkan rencana awal kita," bujuk Bening.
"Ya sudah turunlah!"
Akhirnya Arga pun mengalah dan membatalkan niatnya untuk kembali ke rumah setelah melihat tatapan memohon Bening. Apalagi istrinya itu menampilkan puppy eyes-nya hingga membuat Arga semakin gemas. Walaupun rasa gemasnya itu hanya ia simpan di dalam hatinya saja.
Bening semakin tidak bisa membendung rasa bahagianya saat pertama kali menginjakkan kakinya di dalam mall ini.
"Ingat! Jangan kampungan!" kata Arga memperingatkan saat melihat istrinya akan bersikap norak. Arga bahkan sampai memegang erat tangan istrinya itu agar tidak terpisah darinya karena sikap pecicilan Bening saat ini. Apalagi pengunjung mall saat ini begitu ramai.
"Iya maaf, aku janji akan menjaga sikapku."
Kali ini Bening akan menuruti semua ucapan suaminya itu agar tidak membuatnya marah dan berakhir mengajaknya pulang.
"Apa kau pernah menonton?" tanya Arga tiba-tiba.
"Maksudmu menonton televisi. Iya setiap hari aku melakukannya," jawab Bening polos.
"Menonton bioskop bodoh!"
Bening pun refleks menggelengkan kepalanya karena memang dia belum pernah menonton bioskop sebelumnya.
"Kau suka jenis film apa?"
"Romantis," jawab Bening cepat.
"Tidak kita nonton film action saja!" Arga pun menarik Bening ke arah eskalator.
"Kalo begitu kenapa bertanya tadi? Dasar aneh!" gerutu Bening sebelum matanya membola melihat tangga berjalan di depannya.
'Astaga bagaimana ini. Aku belum pernah menaiki benda itu. Apa aku akan baik-baik saja?'
Bening pun semakin mengeratkan genggaman tangannya pada sang suami.
"Tunggu apa lagi, ayo!"
Namun Bening tetap bergeming di tempatnya berdiri. Bahkan terlihat keringat bercucuran di pelipisnya.
"Kau ini kenapa?!" sentak Arga karena malu sudah menjadi tontonan pengunjung mall yang lain.
"A-aku ti-tidak bi-bisa, aku takut!" cicit Bening sembari menutup rapat matanya.
Arga yang sudah kepalang malu dengan pengunjung mall lainnya langsung saja meraih tubuh Bening dalam gendongannya dan membawa gadis itu menaiki eskalator.
"Sekarang buka matamu!" ucap Arga setelah berhasil menurunkan Bening dari gendongannya.
Perlahan Bening pun membuka matanya dan berkata-
"Astaga kita sudah sampai setinggi ini!" pekiknya kaget sembari melihat pemandangan di bawahnya dari pagar pembatas.
"Menurutmu?!"
"Maaf aku benar-benar takut tadi. Kau tahu sendirikan kalo tangganya bergerak sendiri!"
"Itu karena mesin yang menjalankannya. Tapi kenapa kau tidak takut menaiki lift yang ada di rumahku?"
"Itu karena aku tidak melihatnya bergerak, cukup aku merasakannya saja," jawab Bening.
"Ya sudah nanti kita turun menggunakan lift saja!"
Bening merasa senang mendengar hal itu dari sang suami. Bening merasa suaminya itu semakin pengertian kepada dirinya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Itu berarti Bening sudah berjam-jam lamanya berada di dalam mall ini. Setelah menyelesaikan makan malam mereka di sebuah restoran. Arga pun segera mengajak Bening untuk kembali pulang ke rumah, karena tubuhnya juga sudah terlalu letih mengikuti langkah kaki Bening seharian ini.
"Nanti kau harus memijitku sampai pagi!" ujar Arga kesal karena istrinya itu selalu saja mengajaknya berjalan ke sana kemari.
"Iya-iya, sesampainya di rumah aku pasti akan langsung memijitmu!" jawab Bening.
Namun tiba-tiba saja gadis itu menghentikan langkahnya karena netranya tidak sengaja menangkap sosok yang begitu dikenalnya.
"Ibu ...!"
Bening pun melepaskan pegangan tangan suaminya dan berlari ke arah sosok yang dilihatnya tadi. Sedangkan Arga yang tidak mengerti apa-apa langsung berteriak memanggil nama sang istri.
"Bening! Kau mau ke mana?!" ujarnya sebelum mengejar sang istri yang sudah berlari menjauh.
"Ibu ... ibu ... tunggu!"
"Ini Bening Bu!" teriaknya hingga menjadi pusat perhatian pengunjung di sana.
Namun Bening harus menelan kecewa karena ia terlambat menyusul sosok yang sangat dirindukannya saat orang itu sudah masuk ke dalam lift. Bening pun hanya bisa berteriak histeris di depan pintu lift sambil menangis.
"Buka! Buka pintunya Bu. Ini Bening anak Ibu. Hiks ... hiks ...!"
0 Comments