Cerpen: Mertua Tak Terduga

 

Lomba cerpen

-Mertua  Tak Terduga-Kamu dari mana?” tanya Ms. Dini tiba-tiba membuyarkan lamunan Yunia yang sedang tegang saat dia menghadap dosen pembimbingnya ini untuk revisi skripsinya yang terakhir kali. Ya, Yunia berharap ini revisi terakhir dan sekaligus interaksi terakhirnya dengan Nyai Kabayan alias Ms. Dini, dosbing (dosen pembimbing) killernya itu. Yunia sudah tidak sabar ingin segera terlepas dari cengkeraman dan omelan “most avoided lecturer” tersebut. Yang sialnya malah justru menjadi dosen pembimbing skripsinya.

 

“Saya dari kelas 16 C mam,” jawab Yunia gugup sembari meringis.

 


 

“Maksud saya kamu dari mana? Asal rumahmu, bukan angkatan kelasmu,” sahut Ms. Dini atau si Nyai Kabayan begitulah Yunia menjulukinya tanpa sedikitpun melihat ke arah Yunia karena masih fokus pada revisian skripsi Yunia yang saat sedang dikoreksinya dengan teliti satu persatu. Tak heran jika selain julukan “Nyai Kabayan” dia juga mendapat julukan “miss perfect, miss killer, miss fussy” dan miss miss konotasi miring lainnya dari semua angkatan mahasiswa jurusannya.

 

 

 

 

“Oooo… kalo itu saya dari Probolinggo mam, tepatnya Paiton,” sahut Yunia sambil terkekeh kikuk.

 

 

 

 

 

“Banyak mangganya dong?” sahut Ms. Dini lagi.

 

 

 

 

 

“Ah… Iya… kebetulan saya… maksud saya, orang tua saya punya kebunnya. Kalo mam Dini suka nanti saya bawakan mam,” jawab Yunia antusias.

 

 

 

 

 

“Ah nggak usah, tadi saya cuma iseng nanya saja koq,” ujar Ms. Dini dingin sembari membetulkan letak kaca matanya.

 

 

 

 

 

 

“Ah nggak papa koq mam, nanti kalau saya pulang saya bawakan Mangga Manalagi yang super buat mam,” janji Yunia.

 

 

 

 

 

Ms. Dini hanya tersenyum tipis sembari tetap konsentrasi menekuri satu persatu revisi skripsi yang sudah dikerjakan oleh Yunia.

 

 

 

 

 

 

‘Tumben hari ini nyai Kabayan gak ngomel-ngomel? Apakah semua revisianku benar?’ gumam Yunia dalam hati.

 

 

 

 

 

 

“Done! Semua revisianmu sudah oke, dan saya ACC sehingga bulan depan kamu bisa ikut wisuda,” ucap Ms. Dini sembari membubuhkan parafnya dan menyerahkan berkas revisian skripsi kepada Yunia.

 

 

 

 Baca juga: Tidak Semua Mertua Menyeramkan

 

 

“Hah?!! Really mam?” pekik Yunia tak percaya.

 

 

 

Jujur saja Yunia kaget. Tumben aja konsultasi kali ini lancar banget tanpa ada koreksian nyinyir si nyai Kabayan pada berkas skripsi yang di koreksinya. Karena biasanya… dan juga terkenalnya…  si Nyai Kabayan yang super perfect ini pasti akan selalu mencari dan menemukan celah untuk membuat mental mahasiswanya down jika tidak sesuai dengan ekpesktasinya. Tapi lihat kali ini, begitu gampangnya dia merevisi dan meng-ACC skripsi Yunia tanpa ada drama yang bisa membuat Yunia sakit hati ataupun menangis karena ucapan kritis dosen pembimbingnya itu.

 

 

 

 

 

“Apa perlu saya koreksi ulang lagi Yunia?” tantang ms. Dini ketika melihat respon Yunia yang masih belum percaya bahwa dia sudah mengACC skripsinya.

 

 

 

 

 

 

“Oh… Of Course no mam. I just unbelieve that finally I did it!” sorak Yunia gembira.

 

 

 

 

 

 

“Oia… tolong besok-besok kalau ke kampus, jangan pakai celana legging, meskipun atasan yang kamu kenakan adalah tunik namun celana legging dan sneaker tidak pantas dipakai di kampus. Harusnya kamu pakai baju seperti saya ini,” ujar Ms. Dini sembari menyuruhku melihat penampilannya yang saat ini memakai Rok A line panjang dengan blazer berwarna lilac dan juga tidak ketinggalan sepatu high heel, jam tangan dan tas kerjanya yang berwarna serupa.

 

 

 

 

 

 

Ms. Dini memang terkenal dengan dosen yang berpenampilan modis dan trendy. Ditunjang dengan aksesoris yang all out dan selalu senada warna maupun temanya. Tapi masak ia dia juga harus menuntut penampilan orang lain harus seperti dirinya. Apalagi Yunia, memakai high heel saja tidak ada dalam kamusnya. Karena Yunia lebih suka penampilan yang simple dan casual. Jika saja saat ini dia  berpenampilan seperti itu pasti bagaikan tante tante kesasar nantinya.

 

 

 

 

 

 ‘Haloooo…. Bahkan umurku saja baru 22 tahun. Huuufft… ada ada saja Nyai Kabayan ini,’ gerutu Yunia dalam hati.

 

 

 

 

 

“Alright mam, lain kali saya akan mengikuti saran ms. Dini,” ujar Yunia setengah hati. Sekedar untuk menyenangkan hatinya sebelum dia makin mengoceh panjang lebar kemana-mana.

 

 

 

 

 

“Oia untuk segala hal yang membutuhkan tanda tangan saya,  saya tunggu dalam 3 hari ini ya, karena saya akan keluar negeri lagi dan mungkin akan cuti selama 6 bulan untuk menyelesaikan pekerjaan saya disana,” beritahu Ms. Dini kepada Yunia.

 

 

 

 

 

“I’ll do my best for you mam,” sahut Yunia gembira. Gembira karena revisi skripsinya sudah tuntas dan gembira karena akhirnya dia bisa terbebas dari dosen pembimbing killer dan perfeksionisnya tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

***

 

 

 

 

 

 

 

 

“Yaaaaang… Akhirnya aku merdekaaaaa…” pekik Yunia girang melalui sambungan teleponnya pada Akmil.

 

 

 

 

 

“Kenapa sayang? Kamu menang lotre? Koq hepi banget kayaknya,” sahut Akmil di seberang.

 

 

 

 

 

“Ini melebihi menang lotre yang. Akhirnya skripsi dan revisiku selesai. Dan aku bisa ikut wisuda bulan depan. Terlebih lagi aku terbebas dari cengkeraman si nenek Kabayan itu,” ujar Yunia sembari terkikik geli karena dia menyebutkan betapa senangnya dia bisa terlepas dari si Nenek Kabayan alias Ms. Dini dosen pembimbing skripsinya.

 

 

 

 

 

 

 “Berarti lancar tadi ya?” tanya Akmil

 

 

 

 

 

“Lancar sih lancar… Cuma ya… Seperti biasa meski kali ini si Nyai Kabayan tidak memberikan revisi se abreg, namun masih sempat-sempatnya mengomentari penampilanku,” adu Yunia pada Akmil.

 

 

 

 

 

“Hmmm… koq bisa?” tanya Akmil lagi.

 

 

 

 

 

 

“Entahlah… Perasaan aku sudah berpakaian sopan ke kampus, tapi ya dasar si Nyai kabayan ini sih suka nyinyir kepada hal-hal sepele. Duh bikin illfeel,” gerutu Yunia kesal.

 

 

 

 

 

“Sabar sayang… sabar… orang sabar pasti cantiknya mengalahkan marimar,” hibur Akmil kepada Yunia.

 

 

 

 

 

 

“Tidak semudah itu Ferguso! Yang ada malah rambutku makin rontok dan keningku makin lebar karena ambyar meladeni kemauan si nenek Kabayan itu,” sungut Yunia tidak terima.

 

 

 

 

 

“Ah… sudahlah sayang… Ayo sekarang kamu makan dulu gih, setelah itu istirahat. Biar bisa merefresh pikiranmu dan mengerjakan revisi dengan tenang dan lancar,” bujuk Akmil untuk mengakhiri percakapan di telepon tentang revisi skripsi yang sedang dihadapi Yunia, kekasihnya saat ini.

 

 

 

 

 

 

Yunia adalah seorang mahasiswi Fakultas Sastra Inggris semester akhir yang sedang menyelesaikan tugas skripsinya. Dari semua angkatannya dia tergolong telat satu semester. Hal itu memang dia sengaja sebab tidak ingin cepat-cepat lulus kuliah karena masih merasa cinta pada kampusnya.

 

 

 

 

Yunia merasa sangat menikmati kehidupan dunia kampusnya dan masih meresa berat untuk cepat-cepat “say goodbye.” Yunia tergolong mahasiswi populer yang pastinya terkenal di angkatannya karena prestasi dan supelnya. Siapa sih yang gak kenal Yunia? Sekretaris BEM yang cantik, lincah, cerdas dan berdedikasi tinggi. Walaupun secara akademik prestasinya hanya sekedar B saja, namun kiprahnya di bidang non akdemik sangat memukau yang membuat dia terkenal di angkatannya.

 

 

 

Tapi apesnya, waktu skripsi sekarang dia kebagian  dosen pembimbing paling killer dan ditakuti di seantero jurusannya. Tepatnya anak jurusannya sangat menghindari interaksi dengan dosen paling killer ini.

 

 

 

Kalau bisa memilih, ingin rasanya semua mahasiswa dan mahasiswi yang ada untuk menghindari mata kuliah yang di ampu dosen ini. Namun itu tidak mungkin. Karena dia adalah satu-satunya dosen sociolingistic yang dipercaya jurusan untuk mengampu makul yang satu ini karena backgroundnya yang pernah tinggal lama di luar negeri dan sekarang masih sering bolak balik ke berbagai negara untuk penelitiannya dalam menyelesaikan program profesornya.

 

 

 

 

Sembari mengisi hari-hari kuliah semester akhir yang sudah sangat longgar karena hanya tinggal menyusun skripsi serta kegiatan di senat yang sudah dia kurangi dan mulai dia alihkan ke adik angkatannya, Yunia memutuskan untuk bekerja sembari menyelesaikan tugas akhirnya dengan menjadi salah satu staff marketing pada perusahaan Internasional yang letaknya ada di Surabaya.

 

 

 

 

Jadilah seminggu sekali tepatnya setiap hari Sabtu, Yunia harus bolak balik Malang-Surabaya untuk bimbingan skripsinya, karena hari Senin-Jumat Yunia harus bekerja di Perusahaan Retail Internasional tempat dia bertemu dengan Akmil, supervisornya.

 

 

 

Dan baru 2 bulan ini mereka menjalin hubungan serius karena Akmil yang begitu gigih mendekati Yunia dan berobsesi menjadikannya lebih dari sekedar atasan bawahan ataupun rekan kerja. Akmil langsung terpesona pada pertemuan pertamanya dengan Yunia saat mereka pertama kali melakukan meeting pagi sebelum memulai bekerja.

 

 

 

 

 

 

Waktu itu Yunia terlambat masuk ruang meeting pada hari pertamanya bekerjanya. Dia tidak tahu kalau letak ruang meeting ada di lantai tiga. Padahal Yunia sudah datang sejak pagi, menunggu panggilan di lobi dan baru di beritahu oleh resepsionis jika dia juga harus mengikuti meeting khusus karyawan baru di meeting hall lantai tiga. Dan begitu dia masuk, tentunya setelah mengetuk pintu dengan sopan, semua mata yang ada di ruang meeting langsung terarah kepadanya dan membuat mata yang memandang langsung terpesona dengan kecantikan Yunia yang mempesona padahal Yunia tidak berdandan berlebihan.

 

 

 

 

 

Namun pesona cantiknya mampu membuat kaum adam menoleh lebih dari sekali untuk memastikan apakah dia sosok manusia ataukah bidadari yang sedang mampir ke bumi. Sesaat kehadirannya membuat heboh, apalagi pada waktu sesi perkenalan. Tentu saja banyak kaum adam yang nyeletuk menanyakan tentang statusnya saat itu dan hanya di jawab dengan senyuman manis  oleh Yunia.

 

 

 

 

 

Sontak saja makin membuat kaum adam penasaran dan berlomba-lomba mencari perhatian Yunia. Yunia sudah terbiasa dengan hal ini semua. Jadi dia santai saja menanggapinya. Sifatnya yang supel dan welcome kepada semua orang, membuat siapa saja yang berinteraksi dengannya merasa nyaman dan senang.

 

 

 

 

 

 

Dan pada akhirnya hati Yunia pun berlabuh kepada Akmil yang sangat gigih mendekatinya dan berjuang untuk menakhlukkan hati Yunia yang akhirnya berhasil pada hari ke-160 setelah mereka melewati berbagai hal. Yunia luluh melihat kesungguhan Akmil yang ditujukan padanya dan akhirnya dia berani membuka diri untuk menerima cinta Akmil terlebih lagi dia sudah didesak oleh orang tuanya untuk segera menikah, begitupula dengan Akmil.

 

 

Akmil hanya punya sedikit waktu untuk memilih calon istrinya sendiri sebelum batas waktu yang diberikan oleh orang tuanya berakhir. Karena jika tidak, maka mereka akan dijodohkan dengan istri/suami pilihan orang tua masing-masing. Dan itu bagaikan mimpi buruk buat Akmil maupun Yunia.

 

 

 

 

 

 

Maka begitu mereka berkomitmen menjalin semua hubungan, mereka berdua sudah sama-sama bertekad untuk membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan yang akan dilaksanakan setelah Yunia menyelesaikan skripsinya dan lulus kuliah tentunya. Dan kini  dalam selangkah lagi Yunia akan wisuda lalu setelahnya lanjut ke pelaminan. Planning yang sudah jauh hari dia rajut bersama Akmil. Setelah wisuda mendapatkan Ijazah dan Ijab Sah. Begitulah Akmil menyebutkan dan tentu saja membuat hati Yunia bahagia meski hanya sekedar membayangkan saja.

 

 

 

 

***

 

Dua bulan kemudian

 

 

Akhirnya, Akmil resmi melamar Yunia sebulan pasca dia wisuda. Waktu itu Akmil hanya datang bersama paman dan bibinya serta keluarga besar lainnya, karena kedua orang tuanya sedang berada di luar negeri. Dan mereka hanya berkenalan melalui sambungan telepon dengan orang tua Akmil yang meminta maaf bahwa tidak bisa menghadiri momen penting anaknya. Yunia dan kedua orang tuanya pun tidak masalah karena dari percakapan telepon kedua orang tua Akmil mengatakan bahwa mereka tidak masalah meski Akmil melakukan lamaran tanpa kehadiran mereka. Dan sangat merestui dan mendukung pilihan anaknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Bahkan mereka malah memberi lampu hijau kepada Akmil dan Yunia seandainya mereka ingin melangkah lebih dari sekedar bertunangan. Tidak ingin menyia nyiakan kesempatan itu, akhirnya Akmil dengan spontan meminta ijin menikahi Yunia saat itu juga. Seakan alam semesta ikut mendukung, baik kedua orang tua Yunia maupun Akmil sama-sama menyetujui niat suci mereka. Jadilah acara yang rencana awalnya hanya untuk pertunangan, mendadak menjadi acara pernikahan ijab kabul dengan dihadiri oleh saksi kedua belah pihak, sedangkan penghulunya adalah paman Yunia sendiri dan pengurusan administrasi akta nikahnya diselesaikan seminggu kemudian.

 

 

 

 

 

 

Kini resmilah Yunia dan Akmil menjadi sepasang suami istri dan mereka pun hidup bahagia layaknya pasangan pengantin baru pada umumnya.

 

 

 

 

 

***

 

 

 

 

“Yang ayo buruan… satu jam lagi pesawat mama dan papa akan mendarat. Aku tidak ingin kita terlambat menjemput mereka,” ujar Akmil sembari menggulung lengan bajunya secara bergantian kanan dan kiri.

 

 

 

 

 

“Iya sayang, iya… Ini aku juga sudah selesai,” sahut Yunia sembari sekali lagi menatap ke cermin untuk memastikan bahwa penampilannya sudah paripurna. Mengingat ini adalah momen pertama kali dia akan bertemu dengan mertuanya, setelah 3 bulan pasca pernikahannya dengan Akmil. Memakai dress bunga selutut yang di balut dengan bolero putih tulang membuat penampilan Yunia makin cantik dan anggun dengan rambut yang tergerai rapi.

 

 

 

 

 

“Yang… Aku takut…” ujar Yunia gugup.

 

 

 

 

 

“Takut kenapa? Hmm…? Takut ketemu sama papa mamaku? Mereka tidak bakalan menggigit kamu sayang. Just take it easy… “ kekeh Akmil sembari meraih tangan kanan Yunia untuk dia kecup dan menyalurkan energi positif agar istrinya merasa rileks sementara tangan satunya memegang kemudi.

 

 

 

 

 

“Papa mamaku orangnya baik koq sayang… Kalau tidak baik, tidak bakalan mereka akan merestui hubungan kita. Papaku itu orangnya sabar dan penyayang sekali. Sedangkan mamaku… meski orangnya cerewet tapi hatinya baik koq,” imbuh Akmil lagi.

 

 

 

 

 

“Ya tapi aku kan tetap gugup mas. Secara mereka berdua orang yang penting dalam hidupmu yang telah merestui pernikahan kita namun aku merasa insecure karena belum pernah bertemu sama sekali. Takutnya mereka malah berubah pikiran setelah ketemu langsung sama aku,” ucap Yunia gusar.

 

 

 

 

 

 

“Kamu tuh overthinking banget sih orangnya yang, dah lah percaya sama aku. Everything’s gonna be OK,” ujar Akmil sembari makin mempererat genggaman tangannya pada Yunia.

 

 

Selama ini Yunia hanya beberapa kali bertelepon dengan mertuanya untuk sekedar mengucapkan “say hello” karena memang kesibukan masing-masing. Dan tentu saja ini tidak mengurangi rasa nervous Yunia karena sebentar lagi mereka akan bertatap muka secara langsung.

***

 

 

 

 

 

”Yang… aku mau ke toilet dulu ya, sudah gak tahan nih,” pamit Yunia pada Akmil.

 

 

 

 

 

 

“Kamu nervous ya?” selidik mas Akmil. “Perlu aku antar?” tanyanya lagi.

 

 

 

 

 

 

“Gak usah, aku ke toilet sendiri aja, lagian kasian papa mama takutnya keburu sampai duluan di starbuck. Nanti biar aku nyusul sendiri kesana yang,” tolak Yunia pada Akmil sembari segera bergegas menuju ke toilet bandara.

 

 

 

 

 

 

“Loh Ms. Dini?” ucap Yunia kaget ketika aku baru saja membuka pintu toilet dan menemukan Ms. Dini di depannya yang menandakan dia juga sedang ikut mengantri toilet yang baru saja Yunia gunakan.

 

 

 

 

 

“Oh kamu… nggak nyangka ya ketemu di sini. Ya udah ayo gantian saya sudah kebelet nih,” ujar Ms. Dini tanpa basa basi dan nampak sekali tidak sabar untuk segera memasuki toilet yang Yunia gunakan. ‘As always… She’s and her finical personality,’ gumam Yunia dalam hati.

 

 

 

 

 

 

“Ah iya, mari silahkan masuk,” ujar Yunia sembari buru-buru keluar dan mempersilahkan dia bergantian dengannya dan Yunia pun segera meninggalkan toilet menyusul Akmil yang telah berangkat terlebih dahulu ke tempat orang tuanya menunggu mereka.

 

 

 

 

 

Tak sulit menemukan Akmil yang sedang duduk sendiri di meja yang berisi 4 orang.

 

 

 

 

 

‘Tapi kenapa dia sendirian? Oh rupanya orang tuanya belum datang, syukurlah kami tidak terlambat menjemput,’ pikir Yunia dalam hati.

 

 

 

 

 

 

“Huuuuft…. Mas… Coba tebak… aku ketemu siapa barusan,” ujar Yunia sembari menghempaskan badannya ke kursi .

 

 

 

 

 

 

“Ketemu siapa?” tanya Akmil dengan sabar sembari menyodorkan blended strawberry lemonade kesukaan Yunia.

 

 

 

 

 

 

“Ketemu si nenek Kabayan mas. Di toilet. Ya gak sempat basa-basi sih karena dia sedang terburu-buru saking kebeletnya barangkali,” cerita Yunia pada Akmil sembari meneguk minuman dinginnya dengan nikmat.

 

 

 

 

 

 

 

“Nenek Kabayan siapa sayang?” tanya Akmil sambil menyeruput juga caffe americano nya.

 

 

 

 

 

“Itu lho… mantan dosen pembimbingku yang killer dan perfeksionis mas. Hmm… gak nyangka bisa ketemu dia lagi. Tapi dia makin nampak cantik deh. Ah iya… terakhir dia bilang dulu mau cuti 6 bulan karena menyelesaikan pekerjaannya di luar negeri katanya. Huhm… kayaknya bener deh hari ini sdh 6 bulanan dan dia sudah kembali lagi ke Indonesia,” ujar Yunia panjang lebar.

 

 

 

 

Tiba-tiba telepon Akmil berdering.

 

 

 

 

 

 

“Hah?! Iya ma… uhm… aku sudah di sini, hu uhm meja sebelah kanan dekatnya lukisan yang gede itu, ah iya bener, haloooo….” ujar Akmil sembari beranjak dari kursi serta melambaikan tangannya  kearah pintu masuk sementara tangan satunya memegang telepon genggam yang di tempelkan ke telinganya.

 

 

 

 

 

 

 

Sontak Yunia ikut menoleh, mengikuti pergerakan  Akmil yang tiba-tiba berjalan menghampiri pasangan lelaki dan perempuan paruh baya tersebut dan mereka langsung berpelukan menyalurkan rasa rindu satu sama lain.

 

 

 

 

 

But wait! Yang perempuan itu bukannya si Nyai Kabayan? Maksudku Ms. Dini si killer dan perfeksionis mantan dosen pembimbingku? Belum hilang rasa keterkejutanku tiba tiba mas Akmil berkata, “Ma… Pa… Ini Yunia istriku. Menantu mama dan papa. Yunia… ini mama papaku.”

 

 

 

 

 

 

Yunia hanya tercengang seolah waktu berhenti berputar saat itu juga. Apa tadi yang mas Akmil bilang? Mama? Papa? Aku menantunya? Ah… mengapa takdir se lucu ini. Mendadak kepala pening dan keringat dingin membasahi tubuh dan tangan Yunia.

 

 

 

 

 

 

“Oh… jadi ini menantu papa yang cantik itu, apa kabar nak?” tiba-tiba suara bariton pria  yang kebapakan membuyarkan keterkejutanku.

 

 

 

 

 

 

“Ah… eh… kabar baik bapak,” sahutku sembari mencium kedua tangannya dengan takdim.

 

 

 

 

 

 

“Mah… mama koq diam saja? Koq gak menyapa menantunya? Kenapa? Mama kaget ya karena menantu kita cantik sekali seperti mama?” ujar papa mas Akmil tepatnya mertua lelakiku kepada si Nyai Kabayan, maksudku Ms. Dini yang saat ini barangkali masih sama-sama terkejutnya seperti diriku.

 

 

 

 

 

Aku tersenyum canggung dan menundukkan kepalaku dengan salah tingkah. Dan keringat dingin makin membasahi sekujur tubuhku. Jujur kegugupanku kali ini mengalahkan bimbingan dan  ujian sidang skripsi yang baru saja ku lewati beberapa bulan yang lalu.

 

 

 

 

 

“Apa kabarmu Yunia?” tanya nyai Kabayan maksudku Ms. Dini kepadaku dengan ekspresi yang tidak bisa kuterjemahkan.

 

 

 

 

 

“Kabar baik mam,” sahutku sembari mengulurkan kedua tanganku untuk mencium tangannya.

 

 

 

 

 

 

“Dingin sekali?” ujar ms. Dini begitu tangannya bersentuhan dengan tanganku dan aku masih dalam posisi menciumnya dengan takdim.

 

 

 

 

 

“Lho… koq mama kenal?” tanya papa mas Akmil, ketika melihat interaksiku dengan Ms. Dini dan ketika mengetahui istrinya dengan santai menanyakan kabarku.

 

 

 

 

 

 

“Gimana nggak kenal pa, lha wong dia mahasiswi mama, skripsi dia juga aku yang bimbing kapan hari? Dan juga tadi sempat papasan di toilet, jadi mama masih ingat sekali lah kalau dia mahasiswi mama,” cerocos Ms. Dini panjang lebar menjelaskan kepada suaminya dan juga  mas Akmil… anaknya.

 

 

 

 

 

 

“Ooooo… jadi menantu kita ini mahasiswi mama? Wah kebetulan sekali yaaa…” kekeh papa mas Akmil nampak bahagia.

 

 

 

 

 

 

Sedangkan mas Akmil menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuterjemahkan. Yang jelas dia tahu semua curhatku tatkala aku mencurhatkan semua tentang si Nyai Kabayan dengan antusias saat aku mengalami hari-hari berat dalam menyelesaikan skripsiku. Dan ternyata si Nyai Kabayan yang selama ini aku sebelin dan sebisa mungkin aku hindari ternyata adalah ibu dari suamiku yang baik, tampan dan mapan ini.

 

 

 

 

 

 

“Mulai besok aku akan mengajarimu untuk memasak kue dan masakan kegemaran suamimu Yunia. Aku harap kamu menyimaknya dengan baik. Karena waktuku sangat berharga. Namun demi kalian aku bersedia meluangkan waktuku untuk itu. So, be ready for it,” beri tahu Nyai Kabayan kepadaku sesaat setelah dia menyesap secangkir Full-leaf brewed tea nya.

 

 

 

 

 

Aaaaargh… bagaimana aku melanjutkan hari-hari ku depan? Beberapa waktu yang lalu Mas Akmil memang memberitahuku bahwa kami akan tinggal sementara bersama kedua orang tuanya karena permintaan mamanya yang ingin secara khusus mengajariku untuk memasak makanan-makanan kesukaan mas Akmil langsung dari beliau dengan menggunakan resep turun temurun dari nenek moyang keluarga besar mas Akmil.

 

 

 

 

 

Padahal, memasak adalah sebuah aktivitas yang ingin kuhindari karena aku memang tidak suka berkutat di dapur. Jadilah keahlian memasakku bisa dikatakan 1% saja, karena aku hanya bisa membuat kopi, susu, teh serta pop mie saja. Selama kehidupan pernikahan kami yang seumur jagung pun, lebih banyak mas Akmil yang berkutat di dapur untuk memasak nasi dan memanjakanku dengan nasi goreng andalannya yang memang terasa enak. Selebihnya kami lebih banyak makan di luar ataupun mengandalkan go food untuk makanan sehari-hari kami.

 

 

 

 

Oh mama… Oh papa… sanggupkah aku menghadapi hari-hari esok bersama Nyai Kabayan alias Ms. Dini si dosen killer dan perfeksionis yang selama ini ingin kuhindari ini. Tapi faktanya mulai detik ini aku baru tahu jika aku kini menjadi bagian dari keluarganya dan selama beberapa waktu akan tinggal dengannya karena dia adalah ibu dari suamiku. Mertuaku. Dan nenek dari calon anak-anak masa depanku.

 

 

 

 

 

Takdir memang tidak bisa di tebak. Semoga Tuhan memudahkanku menjalani hari-hari untuk menjadi anak, menantu, istri dan ibu yang baik untuk keluarga yang aku sayangi ini. Aamiin.



-Tamat-


Ditulis oleh Yoen Astoen


7 Comments

  1. Akhirnya launching juga tulisan gabut ini, hahahahaaaaa ......😂😂😂😂

    ReplyDelete
  2. 😂Kok sama, ya, aku juga jarang masak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enakan lsg makan mmg teh, g ribet.....


      Hahhahaaaa

      Delete
  3. Kebayang donk gimana seru nya menantu yg ngak bisa masak ketemu sama mertua yg jago masak pasti seru 😆

    ReplyDelete
  4. Ah untung Yunia nyebutnya Nenek Kabayan, bukan Nenek Lampir... wkwkwk...

    ReplyDelete