Suamiku Perkasa. Bab 63

 

Novel suamiku perkasa

Roy masih dengan sangat erat mendekap tubuh wanita yang sangat ia rindukan ini. Gera sendiri juga merasa sangat merindukan pria ini. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa menyembunyikan atau bahkan membohongi dirinya sendiri. 

"Pak, kita masih di kantor dan tolong, lepaskan saya! Semua orang menatap aneh!" Cicit Gera kesusahan berbicara akibat mulutnya terhimpit tubuh kekar Roy. 

Tentu saja Roy tidak peduli. Ia masih terus mendekap Gera erat. Hingga Clay datang dan menjewer telinga Roy. "Apa kau tuli?! Ajak dia ke ruanganmu dan berbicaralah di sana! Jika di sini semua karyawan akan penasaran dan terus menatap kalian aneh!" 


"Clay benar, Pak." Cicit Gera lagi. Roy melepas pelukan lalu mengangkat tubuh Gera. Menggendongnya bridestyle yang membuat Gera refleks memeluk leher Roy karena takut jatuh. 

"Saya bisa berjalan sendiri, Pak. Tolong diturunkan! Saya malu dilihat oleh karyawan Bapak." Ujar Gera menyuruh Roy menurunkannya. 

Roy menggeleng. "Tidak akan. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dariku lagi." Balas Roy tanpa menatap Gera. Dia fokus menatap jalan agar cepat sampai tanpa hambatan. 

Detak jantung Roy terdengar sangat cepat, Gera bisa mendengar itu walaupun tidak menempel di dada bidang Roy. Begitu juga dengan Gera. Ia keringat dingin menyaksikan bagaimana tampannya Papa dari anak-anaknya. 

"Duduk di sofamu!" Kata Roy saat mendudukkan Gera di sofa tempatnya dulu biasa duduk saat masih bersama Roy. 

"Kau masih menyimpannya?" Tanya Gera takjub. 

"Tentu saja masih. Aku tahu kau akan kembali suatu hari yang tidak aku tahu kapan. Dan itu terjadi hari ini." Jawab Roy dengan wajah bahagianya. 

Gera terenyuh. Apakah Roy memang sudah berubah sekarang? Wait! Mungkin saja dia sudah punya istri atau kekasih mungkin. 

"Oke, jika sudah selesai, aku pamit pulang dulu. Terima kasih atas jamuannya, Pak Roy." Gera menunduk sopan. 

Saat Gera akan melangkah, Roy segera berlari menuju ke arahnya dan menggenggam lengannya erat. "Diamlah di sini. Sebentar saja. Aku akan mengantarmu pulang nanti." Lirih Luis. 

"Maaf, aku harus mengurus sesuatu yang sangat penting sekarang.  Bisa tolong tanganku dilepas?" Bukannya melepas tangan Gera,Roy semakin mengikis jarak diantara mereka. 

Semakin tipis dan tipis jarak mereka. Bahkan Gera bisa mencium aroma tubuh Roy sekarang. Ternyata pria itu masih memakai parfum kesukaanku, batin Gera. 

Saat bibir mereka hampir bersentuhan, "Hm, maaf. Jaga sopan santunmu, Roy." Cicit Gera. 

"Apa maksudmu?" Tanya Roy kebingungan. 

"Aku bukan kekasihmu lagi. Sekarang aku hanya sebatas kolegamu saja, Roy." Air wajah Roy langsung berubah sendu. 

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu, Ge? Aku menunggumu selama bertahun-tahun dan kau membalasnya seperti ini?!" Suara Roy mulai meninggi. 

Tatapan Gera menajam menatap Roy. " Kau bilang kau menungguku? Kau bahkan tidak ada usaha untuk mencari ku! Kau membiarkanku pergi begitu saja hanya karena sebuah masalah kecil yang kau sendiri tidak tahu kebenarannya!" Pekik Gera mengeluarkan semua isi hatinya. Ia lelah menahan semua ini selama bertahun-tahun. 

"Kau salah, sayang! Aku mencarimu. Ke semua tempat yang aku dan kamu tahu." Bantah Roy tak mau kalah. Ia merasa tertusuk melihat wanita yang begitu ia cintai menangis terisak seperti ini. 

Ia kira, pertemuan pertama mereka akan berbuah kebahagiaan, tapi apa? Ia hanya membuat wanita yang begitu ia tunggu-tunggu selama ini menangis pada pertemuan pertama mereka. 

"Ya. Kau mencariku. Tapi kau mencariku untuk membunuhku dan juga bayi yang aku kandung dulu!" Teriak Gera pecah. Tangisnya pecah. Suaranya memenuhi ruangan. 

Mendengar jawaban itu, Roy semakin merasa tertampar. Gera segera menjauhkan dirinya dari Roy. Ia menghindar sebisa mungkin. Mengingat semua hal yang sudah berlalu membuatnya menjadi semakin tersakiti.

"Lagipula aku sudah bersuami. Kau tak bisa menggangguku apalagi menyentuhku sesukamu sekarang." Ujar Gera lalu beranjak pergi meninggalkan Roy yang masih terpaku di tempatnya berdiri tadi. 

Dengan sedikit berlari Gera berusaha menuju luar kantor. Namun seseorang mencegatnya. 

"Ge, ada apa? Apa Roy menyakitimu?" Ternyata Clay. Wanita itu memapahnya menuju ruangannya dan memberikan minuman dingin pada Gera. 

"Kau bisa menceritakan semuanya padaku jika kau mau. Aku tidak mau dan sangat tidak suka melihatmu seperti ini. Kau membuat hatiku ikut sakit." Kata Clay seraya memegang lembut pundak Gera. 


Belum mau berbicara, Gera masih menunduk dan sesenggukan. Dengan setia Clay menunggunya tenang. 

"Aku tidak apa-apa, Clay. Hanya saja aku mengingat semuanya saat bertemu dengan Roy." Jelas Gera dengan suara serak akibat tangisannya. 

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu, Ge."

Cukup lama berbincang bersama Clay, Gera memutuskan untuk pulang dan pergi menuju rumah Papanya. 

"Apa kau tidak keberatan jika aku mengantarmu? Aku yakin kau tidak membawa mobil sekarang." Tawar Clay. 

Gera menggeleng pelan. "Tak perlu, Clay. Bekerjalah. Aku bisa menggunakan taksi nanti. Lagipula mobilnya aku tinggalkan untuk dipakai oleh Luisa." Jawab Gera. 

***

"Luis, tolong cari Gera sekarang! Temukan dimana dia tinggal!" Titah Roy  saat Luis baru saja sampai di kantor. 

Wajah Luis berubah kaget. "Tunggu, Anda bilang apa tadi? Gera? Bagaimana saya bisa tahu? Sedangkan sejak bertahun-tahun lalu hingga detik ini saya belum bisa menemukannya, Bos." Bantah Luis dengan suara keras namun masih terkesan sopan. 

"Jangan banyak bicara Luis! Gera baru saja pulang dari sini. Dia menjadi bagian dari perusahaan rekan kita bekerjasama sekarang." Jelas Roy geram. Wajahnya memerah dikuasai amarah. 

"Baik, Bos. Akan saya cari sekarang juga." Luis beranjak dengan perasaan bingung. 

Apakah memang benar Gera sudah pulang? Atau itu hanya sekedar halusinasi Roy saja? Ia merasa harus bertanya. Tapi pada siapa?


"Ah ya, Clay! Dia juga ikut rapat tadi." Gumam Luis pada dirinya sendiri. Segera ia berbelok menuju ruangan Clay. Ia harus mendapat jawaban dari wanita itu. 

Sudah menjadi kebiasaan, Clay terkejut karena kedatangan Luis yang tiba-tiba. "Ah.. kau mengejutkanku!" Pekik Clay heboh seraya memegang dadanya. 

Tidak menjawab langsung, Luis segera mendekati Clay lalu mengecup lembut bibir wanita itu. "Jangan marah, sayang. Sepupumu yang memberiku tugas berat. Tetapi untuk mendapat jawaban, sepertinya aku harus bertanya pada kekasihku." Goda Luis. 

Berbicara tentang kekasih, Luis dan Clay ternyata sudah menjalin hubungan sejak setahun yang lalu. Ia melakukan itu terang-terangan bahkan dengan izin Nek Rita. Rita memang sudah mempercayai Luis sepenuhnya. Hingga bukanlah hal aneh jika Luis bisa memacari Clay sekarang. 

"Aku masih sedih, kau menggodaku!" Cicit Clay manja. 

"Apa yang membuatmu sedih, babe?" Tanya Luis sambil membelai lembut pipi Clay. 

 Wanita jelita itu menghela napas beratnya. "Tadi Gera datang. Dia kemari sebagai perwakilan kantornya Alvin. Sekaligus dipindahtugaskan ke kantor pusatnya. Ia sempat bertemu dan berbincang dengan Roy. Namun semuanya kacau." Tutur Clay lemas. 

"Itu yang mau aku tanyakan. Roy memberiku tugas untuk mencari Gera sekarang. Tapi aku benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana." Ujar Luis dengan wajah bingungnya.

"Apa kau bisa memberitahuku dimana Gera berada? Jika kau tahu." Kata Luis bertanya pada kekasihnya. 

Clay menelisik ke dalam mata Luis. "Jika aku memberitahumu aku takut Gera akan marah. Kau kan anak buahnya Roy." Sungut Clay dengan bibirnya yang dimajukan. 

Ccuuppp!!!

Wanita jelita keturunan keluarga Swara itu terkejut dan membulatkan matanya saat Luis tiba-tiba mengecup singkat bibirnya. 

"Kau menggemaskan, sayang!" Celetuk Luis. 

"Ah! Kau suka sekali menggodaku. Baiklah akan ku beritahu. Tapi ada syaratnya." 

"Sebut saja, sayang!" Suruh Luis diangguki Clay.

"Gera sedang menuju rumah Papanya. Tapi berjanjilah jika kau bertemu dengan Gera, jangan beritahu Roy tanpa izin Gera!" Perintah Clay. Luis hormat dan membuat Clay tersipu malu. 

"Janji untukmu. Aku hanya ingin bertemu dengan temanku. Sekaligus menanyakan bagaimana kabar saudariku." Ujar Luis. Segera ia kecup lembut bibir ranum Clay dan membuat wanita itu terkejut lagi. Dengan kedipan nakalnya ia meninggalkan kekasihnya. 

"Dasar gila!" Gumam Clay tersipu. 


***


Dengan jantung yang berdegup kencang Gera berjalan pelan menuju rumah Papanya. Rumah masa kecilnya. Ia mencoba masuk melalui gerbang depan, kali saja masih bisa terbuka olehnya. 

"Ternyata masih sama." Gumam Gera dengan jantung yang semakin berdegup bak gemuruh. 

Kakinya gemetar saat semakin dekat dengan pintu utama rumah itu. Bagaimana keadaan Papanya sekarang? Ia sudah sangat lama merindukan David. 

Ting tong...

  

"Non Gera?!" Pekik Bi Iem. Ia yang membuka pintu dan memekik senang. 

Bi Iem berlari dan refleks memeluk Gera. Tangis mereka pecah setelah empat tahun tidak bertemu. "Dimana Papa, Bi?" Tanya Gera.

"Papa ada di kamar, Non. Kau bisa mencarinya ke sana. Beliau sering sakit karena memikirkan mu. Dia mengerahkan beberapa anak buahnya untuk mencari mu beberapa kali. Tapi hasilnya nihil." Tutur Bi Iem seraya menghapus air matanya. 

"Kasihan sekali Papa." Cicit Gera. 

Dengan langkah lebar ia menuju kamar David. "Pa, Gera pulang." 

Sangat jelas Gera bisa melihat reaksi Papanya yang langsung terduduk saat mendengar suaranya. "Kau dimana, Nak?" 

"Gera di sini, Pa." Gera berlari kencang menuju Papanya. Mereka berpelukan dan seketika tangis David pecah. 

Anak dan Ayah itu meluapkan kerinduan dengan berbincang lama. David tak melepas pelukannya pada Gera. Ia begitu merindukan anak semata wayangnya ini. 

"Maaf, Pak. Ada yang mencari Bapak." Tutur salah satu pelayan sopan. 

"Suruh saja masuk dan menemui saya di sini." Jawab David. Ia memang terkenal sebagai Bos yang sangat baik hati. 

Jelas sekali suara derap langkah kaki yang mendekat menuju ruang tamu. "Gera!" Lirih Luis. 

"Luis?!" Gumam Gera lirih. 

"Duduk dulu. Jangan bengong di sana!" Tegur David diangguki Luis. 

Luis mendekat dengan tatapan tak percaya dan tak berkedip melihat Gera. Ternyata Roy benar. Wanita yang selama ini mereka cari sudah kembali. 

"Kapan kau kembali? Kami mencarimu kemana-mana!" Celetuk Luis tak bertele-tele. 

"Ceritanya panjang, Luis. Aku tak akan sempat menceritakannya sekarang." Jawab Gera lirih. 

"Maafkan aku. Clay yang memberitahuku kau ada di sini. Roy yang menyuruhku untuk mencarimu." Tutur Luis. Raut wajah Gera langsung berubah drastis mendengar bahwa kedatangan Luis sendiri adalah untuk mencarinya atas perintah Roy. 

"Tenang saja. Aku tidak akan melaporkan ini pada Roy." Tambah Luis membuat Gera bernapas lega. Ia masih bisa mempercayai Luis seperti dulu. 

"Terima kasih Luis." 

Perbincangan mereka berlanjut panjang. Hingga Roy menanyakan hal yang sudah Gera wanti-wanti sebelumnya. 

"Lalu bagaimana dengan anakmu?" 

0 Comments