Suamiku Perkasa. Bab 70

 

Novel suamiku perkasa

"Mama, Rico ingin selai nanas!" Seru Rico riang. 

"Rio selai coklat, Mama!" Seru Rio tak kalah. Sementara Ray, dia lebih memilih diam dan seperti biasa, melakukan apapun dengan caranya sendiri. Sangat mirip dengan Roy. 

"Ray, mau Mama bantu?" Tawar Gera lembut. Ray menggeleng. "Terima kasih, Mama. Ray masih bisa melakukannya sendiri." Jawabnya dingin. 

Gera hanya tersenyum menanggapinya. Ia sudah terbiasa akan sikap dingin anak sulungnya itu. David hanya tertawa ringan melihat duo ribet ribut meminta bantuan Mamanya. 

Hal yang David lihat dari Gera saat ini adalah, putrinya sedang tidak baik-baik sekarang. Ia tahu karena ia adalah Papa dari Gera. Sejak kecil Gera tidak pernah mau menceritakan masalahnya dan sebisa mungkin menyelesaikannya sendiri. 

"Kids, setelah sarapan, kalian pergilah bermain ke taman belakang. Mama kalian sedang kurang sehat. Jadi jangan diganggu dulu." Ujar David mengundang tatapan Gera. 

"Tak apa, Pa. Gera baik-baik saja." Balas Gera. David menggeleng, untuk urusan sakit dia memang tidak bisa dibantah. 

"Kau sudah cukup lelah. Biarkan Iem yang menemani mereka bermain. Kau bisa istirahat di ruang tamu jika bosan di kamar." Suruh David diangguki Gera. 

Iem membawa anak-anak itu menuju taman belakang tempat Gera bermain ketika masih seusia triplets. Sedang Gera rebahan di ruang tamu sembari menonton tv.

"Gera..." Gera tersentak kaget saat mendengar suara Roy datang. Tapi ia harus tenang. Triplets tidak akan kemari. Mereka tidak akan menghentikan permainan secepat ini, pikir Gera panik. 

"Roy, Gera sedang kurang sehat. Kau bisa menemuinya di depan tv." David yang menjawab. Seketika wajah Roy berubah cemas. 

Dengan terburu-buru Roy menghampiri Gera. "Kau tidak apa-apa, kan?!" Tanya Roy panik. Wajahnya tegang dan menampakkan kecemasan yang berlebihan. 

"Tak apa. Hanya kelelahan saja, Roy." Jawab Gera datar. 

"Sudah kubilang. Berhenti bekerja! Kau keras kepala! Kau punya harta yang bisa kau pakai untuk melakukan apapun yang kamu mau." Tegur Roy sedikit keras. 

Gera memutar bola mata malas. "Roy, aku bukan wanita yang seperti itu! Dan aku yakin kau paham akan diriku." 

"Sudahlah! Aku sudah bilang padamu, diam di rumahku dan lakukan apa saja dengan uangku. Ingat Ge, aku tidak mau sesuatu terjadi padamu seperti malam di pesta itu." Tegur Roy tegas. 

"Kalian ini seperti anak kecil! Papa gemas melihatnya. Bisakah kalian bersikap sedikit lebih dewasa? Astaga!" Sindir David sambil memegang kepalanya. 

"Gera yang keras kepala, Pa." Kata Roy mengadu. David tersenyum hangat. 

"Kalian harus tahu sesuatu. Mungkin kalian sudah lupa akan hal itu. Kejadian seperti ini, pertengkaran kalian yang seperti ini yang Papa rindukan. Dulu ketika Gera baru bisa berjalan, Roy yang menuntun Gera, karena sikap keras kepala Gera, Roy kecil marah-marah dan membuat kami semua tertawa gemas." Tutur David. Tatapannya seolah melihat kebeberapa tahun yang lalu. Ia tersenyum dan menghela napas tenang. 

"Sejak saat itu, Papa dan Papanya Roy berniat untuk menjodohkan kalian sejak kalian masih tidak tahu apa-apa. Tapi sayang sekali, perpecahan terjadi dan menghancurkan tali silaturahmi antara keluarga kita." Tambah David sambil menunduk. 

Gera memperhatikan Papanya bercerita akan masa lalu. Dirinya bahkan tidak percaya jika itu sudah menjadi rencana orang tua mereka. "Tapi Tuhan adil. Sangat bijaksana. Dia mempertemukan kalian dengan cara yang Papa sendiri tidak sangka. Sejak pertama kali Roy datang kemari dan mencari keberadaan Gera, Papa sangat senang walaupun pada saat itu kalian sedang dalam masalah besar." 

"Maafkan Roy, Pa." Celetuk Roy. 

"Tak apa. Itu adalah jalan yang kalian pilih. Lagipula, tidak mungkin suatu hubungan akan terus saja berjalan mulus. Perlu kerikil di dalamnya agar menambah warna kehidupan." Timpal David. 

Roy hanya mengangguk mengiyakan apa yang David ceritakan. Gera pun begitu. Ia masih tidak percaya  niat orang tuanya berbuah menjadi takdir dengan jalan cerita yang tidak disangka-sangka. 

"Papa?!" Pekik Ray saat melihat Roy berada di rumahnya. 

"Ray!" Balas Roy dengan senyum lebarnya. Gera tersentak kaget melihat ini.

Ray berlari ke belakang rumah dan berteriak. "Rio, Rico! Papa ada di sini! Papa mencari kita!" 

Sementara Gera, ia heran bagaimana bisa mereka saling mengenal. Ia hampir menangis melihat Roy yang berlari menuju belakang untuk mencari Ray. 

"Papa, apa maksud semua ini?" Cicit Gera lirih. Gera ikut berlari mengekor di belakang Roy. 

"Hai! Papa sangat merindukan kalian. Kenapa kalian bisa ada di sini?" Tanya Roy sembari memeluk tiga anak itu. Gera terdiam termangu di pintu belakang menyaksikan penampakan ini. 

"Di sini kami tinggal Papa. Di rumah Kakek David!" Seru Rico girang. Apalagi Ray, ia terlihat sangat ceria dan gembira. Gera tak pernah melihatnya seperti ini. 

Mendengar jawaban dari Rico, Roy seakan tersadar akan sesuatu. Apa maksud dari semua ini, pikirnya. "Papa di sini sedang apa? Mencari kami kah?" Tanya Ray. Ia memainkan telinga Roy dan merangkul Roy tanpa mau melepaskannya. 

"Tentu saja. Papa mencari kalian. Hm, tapi Papa ingin tahu nama Mama kalian siapa. Bolehkah Papa bertanya seperti itu?" 

Ray dan kedua adiknya mengangguk, "tentu saja, Papa." 

"Roy..." Lirih Gera dari belakang. Matanya sudah sembab menyaksikan semuanya. 

"Itu Mama!" Seru Rico semangat. Roy merasa tertimpa batu besar. Ia merasa tertampar dan tak percaya. 

"Aku butuh penjelasan darimu, Ge." Kata Roy. Gera tidak tahu harus berkata apa, ia hanya bisa terisak dan menahan air matanya di depan triplets. 

"Papa, ayo kita ke depan. Tidak enak di sini." Ajak Ray riang. Di mata Gera, seakan-akan ia melihat Ray menemukan dirinya sendiri dalam tubuh Roy. 

Roy menatap dingin Gera yang berdiri terpaku di tempatnya. Sementara triplets menuntun Roy menuju ruang tamu. "Kakek! Lihat, Papa Roy datang mencari kami!" Seru Ray semangat. 

David sempat tersentak kaget, namun ia tak bisa terus-terusan ikut bersembunyi seperti Gera. Kasihan anak-anak itu, mereka sangat merindukan Papanya. "Wah, Ray. Kau terlihat sangat bahagia. Kakek tidak pernah melihatmu sesenang ini." 

"Ray akan bahagia ketika Ray bersama Papa. Jika tidak, Ray akan murung dan malas." Timpal cucu sulungnya itu dengan riang. David semakin yakin untuk membuka semuanya sekarang. Melihat bagaimana triplets bahagia bersama Roy, ia merasa yakin 1000%.  

Yang ia bingungkan, dari mana anak-anak itu bisa mengenal Roy. Tidak mungkin ketika tadi Ray melihat Roy di sini dan tiba-tiba memanggil Papa. Pasti ada pertemuan sebelumnya, karena Roy juga menyebut dirinya Papa di depan triplets, pikir David. Gera juga berpikir seperti itu. Anak-anaknya bukanlah orang-orang yang asal berbicara dengan orang lain. Pasti ada hal yang tidak ia ketahui sebelumnya. 

"Kek, bolehkah kami memanggil Papa Roy dengan panggilan Papa?" Tanya Ray meminta izin. 

David mengangguk. "Karena memang seharusnya kalian memanggil Roy dengan panggilan Papa." Jawab David. Roy semakin dibuat bingung. Gera benar-benar harus menjelaskan semuanya pada Roy nanti. 

"Yeay!" Pekik triplets senang. Mereka loncat-loncat gembira di atas sofa. 

"Hati-hati, nak. Kalian bisa terjatuh nanti. Apa kalian senang melihat Papa khawatir?" Tanya Roy dan tiga anak itu kompak menggeleng. 

Hati David seakan mencelos melihat kenyataan ini. Takdir memang tidak pernah bermain salah. Ia hampir menangis melihat semua ini. "Triplets, boleh kalian masuk ke kamar sebentar? Kakek ingin berbicara dengan Papa kalian. Ray, ajak adik-adikmu." Suruh David diangguki Ray. 

Gera datang dengan langkah lemas menghampiri Roy yang menatapnya sedingin es. "Roy, tenanglah. Semuanya akan jelas sekarang." David menepuk pelan pundak Roy. 


"Ge, jelaskan sekarang!" Desak Roy dingin. 

Pelan David menuntun putrinya untuk duduk berdampingan dengan Roy. Gera masih terisak, bibirnya sangat berat untuk sekedar mengatakan yang sebenarnya pada Roy. 

"Roy, mereka, Ray, Rio, dan Rico...." Ujar Gera gantung. Ia masih terisak dan menunduk takut. 

"Nak, katakanlah sejujurnya. Berterus teranglah. Roy tidak akan berbuat aneh, percaya pada Papa." David memberi dukungan pada putrinya dengan lembut. Berusaha meyakinkan Gera agar mau jujur pada Roy. 

Mata sembab itu menatap Papanya. "Pa, Gera tidak mau Roy menyakiti triplets nanti." Cicit Gera lirih. 

"Ge, maksud kamu apa?! Aku menyakiti mereka? Itu tidak mungkin." Bantah Roy dengan suara yang mulai meninggi.


"Roy, tenanglah. Jangan membuat Gera semakin takut. Bagaimana pun, trauma Gera ini juga karena ulah teledormu dulu. Ia masih takut hingga sekarang. Jangan pura-pura lupa dulu kau pernah memburunya dan ingin melukainya. Jangan menghakimi Gera seakan-akan kau benar di sini." Tegas David membela putrinya. David tidak mau sikap Roy akan kembali seperti dahulu, dia tidak akan bisa tenang jika putrinya bersama seorang pria sensitif. 

"Ge, aku berjanji tidak akan melukaimu atau siapapun. Aku sudah berubah. Percaya padaku." Roy berlutut di depan Gera dan memegang erat tangan wanita itu. Benar, tangan Gera sangat dingin dan gemetar. Dia sangat gugup dan takut. 

"Roy benar, Ge. Papa yang menjadi saksi hidup atas perubahan Roy. Dia sudah berubah. Lagipula Roy memiliki hak untuk tau segalanya." Kata David memperjelas. 


Perlahan Gera mulai mengangkat kepalanya. Roy merasa tertampar melihat mata sembab itu. Ia benar-benar terluka mendengar isak tangis Gera yang tak bisa berhenti. Segera ia berdiri lalu memeluk erat Gera. Seketika tangis Gera pecah dalam pelukan Roy. 

"Menangislah sekeras mungkin agar hatimu lega. Kau tidak boleh memendam masalahmu sendiri. Aku bersamamu, sayang. Ingatlah! Aku tetap aku yang mencintaimu." Tutur Roy membisikkan Gera. Seluruh beban yang bersemayam di dalam hati dan jiwa Gera terasa luruh sekarang. Ia menangis sejadi-jadinya. 

"Maafkan aku, Roy..." Cicit Gera lemah. 

"Biar Papa saja yang memberitahu Roy." Sela David. Namun Gera menggeleng. "Tidak, Pa. Biar Gera saja yang berbicara." 

Gera mengatur napas pelan. Roy menghapus jejak-jejak air mata yang masih ada di pipi Gera. "Aku akan memberitahumu semua yang sudah aku sembunyikan selama ini, Roy. Karena aku juga ingin cepat-cepat bertemu dengan Nek Rita bersamamu." 

"Kau wanita hebat, Nak. Percayalah pada Roy. Dia menunggumu selama ini. Tidak adil rasanya jika kamu menyembunyikan sesuatu darinya. Papa akan menjadi orang pertama yang mendukung kalian untuk menjadi pasangan kembali." 

"Gera akan jujur sekarang, Pa." 

0 Comments