Suamiku Perkasa. Bab 68

 

Novel suamiku perkasa

"Hai cantik." Sapa pria itu lagi. Gera ingat betul siapa pria ini. 

"Devan?!" Cicit Gera lirih. Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. 

Pria itu terkekeh melihat kegugupan Gera yang sangat kentara. "Iya, ini aku Devan. Kau mungkin mengira aku sudah mati. Tapi kau salah! Aku tidak akan mati semudah itu!" 

"Jangan gugup, sayang!" Celetuk Devan seakan mengetahui kondisi hati Gera saat ini. 

"Ti-tidak! Aku tidak gugup! Kau terlalu meremehkanku!" Bantah Gera. 

Devan mengelilingi tubuh Gera sambil memperhatikan wanita yang semakin anggun itu. "Beberapa tahun tak melihatmu, membuatku semakin rindu. Kau semakin cantik, Gera!" Puji Devan yang sama sekali tidak nyaman terdengar di telinga Gera. 

"Beberapa kali aku menanyakan alamatmu pada Roy. Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Tapi si keparat Roy tak pernah mau memberikan alamatmu padaku." Seakan-akan ia mencurahkan hatinya pada Gera. 

"Kurasa i-itu tak perlu." Sergah Gera cepat. 

Beberapa saat, pria itu diam dan memperhatikan Gera terus menerus. Kadang ia tersenyum menyeringai, kadang menyesap bibirnya sendiri. Seakan menggambarkan bahwa dirinya sedang dilanda gairah yang membara karena Gera. 

"Kau sungguh sangat seksi, Gera!" Bisiknya. Gera segera menghindar. Namun tangan Devan berhasil menyentuh punggung telanjang Gera. 

"Ja-jangan menyentuhku! Kau tak berhak untuk itu!" Bentak Gera tertahan. Ia malu jika saja dirinya berteriak sekarang. 

Tawa Devan pecah melihat ketakutan dalam diri Gera. Dia semakin berniat untuk menggoda wanita itu. "Diam dan nikmatilah semuanya." Bisik Devan. Lagi-lagi tangannya menyentuh bahu Gera. 

"Brengsek kau!" Umpat Gera marah. Ia lelah, lalu dihadapkan dengan masalah ini. 

"Ikut aku!" Tangan Devan mulai meraih lengan Gera dan berusaha menariknya. Namun Gera masih bisa melawan. 

"Lepaskan! Kau brengsek!" Pekik Gera dengan air mata yang sudah bercucuran. Ia merasa dilecehkan oleh pria ini. 

"Diam, jalang! Turuti saja mauku dan kau tidak akan ku sakiti. Aku akan memuaskanmu!" Sergah Devan tak mau dilawan. 

"Lepas! Kau lancang sekali! Aku tidak butuh apapun darimu! Lepaskan aku!" Gera sudah tidak mau menahan suaranya. Ia berteriak hingga mengundang tatapan mata semua tamu tertuju padanya. 

Sekuat tenaga Gera memberontak, tetapi tetap saja tenaganya kalah dengan tenaga Devan yang memang seorang laki-laki. "Diam, sialan!" Bentak Devan. 

"Siapapun tolong aku!" Teriak Gera berseru. Tangisnya pecah, namun masih belum ada yang mau menolongnya. Mereka mengira ini adalah masalah pribadi mereka. Jadi jangan ditolong, biar mereka menyelesaikannya sendiri. 

"Diam saja dan ikut denganku!" Bentak Devan lagi. 

Buugggghh!! 

Seseorang menonjok perut Devan keras. Memukul bagian wajah Devan  bertubi-tubi dengan amarah membuncah hingga pria itu lemah tanpa bisa melawan. "Apa kalian buta?! Seseorang membutuhkan pertolongan dan kalian hanya diam saja?! F*CK!" Bentak pria yang menolong Gera. 


"Aku bingung! Hati kalian terbuat dari apa?! Mengaku kelas atas, mengklaim diri menjadi yang terbaik, disaat orang lain membutuhkan bantuan, kalian hanya menonton saja? Ya Tuhan!" Tambah pria itu dengan wajah merah membara. Ia sangat kesal dengan sikap para tamu. 

"R-Roy... Hiks... Hiks..." Gera memanggil Roy lirih. Mendengar namanya dipanggil, dan suara itu sangat familiar di telinganya. Roy segera berbalik. 

"Gera?!" Roy kaget melihat kondisi Gera yang sangat kacau. Matanya sembab. Ternyata wanitanya yang hampir dilecehkan oleh bajingan kotor ini. Ia semakin menggeram kesal. 

Karena Devan sudah melemah, Roy segera membuka jasnya dan menutupi tubuh Gera yang terbuka. Ia merengkuh tubuh wanita itu dalam pelukan hangatnya. 


"Luis, kemarilah! Ada tugas yang menunggumu. Cepat dan ajak Steve juga!" Perintah Roy. Ia menelpon Luis untuk membawa Devan ke rumahnya. 

"Jangan menangis lagi. Kau terlihat buruk!" Kata Roy sembari menghapus air mata yang masih terus bercucuran. Gera terisak dalam pelukan erat Roy. 

Ia tahu kondisi Gera lemah saat ini. Tetapi ia harus menunggu Luis datang dulu baru membawa Gera pergi. 

"Gera?!" Luis syok melihat Gera sedang dalam pelukan Roy. Terlebih kondisinya sangat tidak mengenakkan. "Kau terluka?" Tanya Luis lagi. Ia cemas melihat kondisi temannya ini. 

"Keparat ini berusaha melecehkan wanitaku, Luis. Bawa dia pulang dan simpan untukku!" Perintah Roy. 

Melihat siapa yang dimaksud oleh Roy, Luis ikut marah dan menginjak tubuh Devan kasar. Ia tak peduli jika pria itu menggeram kesakitan. Karena hatinya juga sakit melihat temannya dipermalukan seperti ini. "Kau akan tamat, brengsek!" 

Steve dibantu Luis menyeret tubuh lemah Devan. Mereka tidak peduli ketika tubuh Devan tersangkut meja atau bahkan terluka. Terserah! Sementara Roy, ia memboyong tubuh Gera yang kini sangat lemas karena kelelahan menangis. 

"Apa yang membuatmu selemas ini, sayang?! Aku kira menangis tidak akan membuatmu selelah ini." Gumam Roy seolah berbicara pada Gera. 

Jika Roy mengantar Gera pulang sekarang, akan terlalu jauh. Akan lebih baik jika dia membawa Gera ke rumahnya dulu. Dan besok akan diantar pulang ke rumah David. 

 Sepanjang perjalanan, hati Roy berkecamuk melihat wanita yang kini ada di dekatnya ini. Ia senang namun juga sedih. Ia takut wanita ini akan marah ketika melihat dirinya dalam keadaan sadar. 

"Ros, siapkan kamar untuk Gera!" Dengan wajah penasaran Ros memperhatikan siapa yang dibawa oleh Tuannya. Dan benar, itu Gera. Segera ia beranjak dan membersihkan kamar yang dulu memang ditempati oleh Gera. 

Roy menidurkan Gera. Ia miris melihat kondisi wanitanya saat ini. Dengan pelan ia membuka dress Gera, sangat hati-hati. Kasihan wanitanya sangat kelelahan. Roy mengganti baju Gera dengan piyama yang memang sudah disediakan di kamar ini untuk Gera, tentu saja. 

"Kau sangat malang, sayang." Lirih Roy. 

"Dan aku sangat bodoh sudah membuatmu pergi dariku. Aku membuat petaka untuk diriku sendiri." Gumamnya lagi. Gera tak bergerak sama sekali. Hanya napas yang beraturan, menandakan bahwa tidurnya sangat damai. 

Tangan Roy dengan erat menggenggam tangan Gera yang hangat ini. Namun ia terkejut saat matanya menangkap jemari Gera yang memerah dan terlihat letih. "Aku harus tahu apa yang menyebabkan jemariku sampai begini, Ge. Kau harus memberitahuku!" Lirih Roy namun seolah menekankan setiap kata-katanya. 

***

Pakaian sudah berganti, Roy segera menuju ruang hitam. Tempat dimana ia menyuruh Luis untuk menyekap Devan. 

"Bagaimana keadaan Gera, Bos?" Tanya Luis tanpa basa basi. Roy mengangguk dengan senyum tipisnya. "Dia baik-baik saja."

"Bangunkan dia!" Titah Roy melirik Devan yang masih terkulai lemas dengan darah yang keluar dari mulutnya. 

 Luis segera mengeluarkan pistol listriknya. Seketika tubuh Devan menggeliat dan matanya terbuka. Sengatan listrik itu membuatnya terbangun dengan cara yang sungguh tidak enak. "Bangun, sialan!" Geram Luis. 

"Aarrrgghh..." Jerit Devan saat Luis lagi-lagi menyetrumnya. Luis terkekeh melihat itu. 

"Bangun! Jika matamu masih terlihat malas, akan kusetrum lagi agar kau puas!" Ancam Luis kesal.

Roy mendekat dan menyuruh agar Luis berhenti menembak Devan dengan pistol listrik itu. "Selama ini kau dimana?" Tanya Devan biasa. 

"Itu bukan urusanmu, sialan!" Sungut Devan. "Aku mencarimu kemana-mana. David juga mencarimu." Lanjut Roy lagi. 

Devan terkekeh mendengar penuturan Roy. "Untuk apa kau mencariku? Mau meminta maaf?" Ejek Devan. 

"Jangan banyak omong!" Geram Luis emosi. 

"Luis." Cegah Roy. Devan semakin menertawakan Roy. "Rupanya kau sudah lebih sabar sekarang." Sindirnya.

Tak mau membalas apa yang menjadi cemoohan Devan, Roy memilih berpaling. "Luis, jangan apa-apakan pria ini. Besok pagi kita akan membawanya ke rumah Papa. Jaga dia. Aku harus kembali ke kamar untuk menemani Gera." 

"Hei! Beritahu wanita itu aku ingin mencicipinya." Seru Devan mengolok. Roy menatap balik dengan tajam. 

"Kenapa? Kau keberatan? Dia jalang! Siapapun boleh menyentuhnya." Seru Devan lagi. Ini sudah kelewatan. 

"Mendengarmu mengejekku bahkan aku diam. Itu jauh dari diriku asal kau tahu! Tapi setelah aku mendengarmu menghina wanitaku, aku tidak akan bisa diam." Bentak Roy. Suaranya dipenuhi geraman mengerikan. 

Plakkk!!

Bugghhh!!


Ringisan bahkan jeritan Devan sudah tidak dipedulikan oleh Roy. "Bitch!" Roy meludahi wajah Devan. 

"Luis, aku berubah pikiran. Lakukan apa saja yang kau mau dengan hewan menjijikkan ini. Asal jangan sampai meninggal. Aku muak mendengarnya." Geram Roy. 

Luis senang bukan main. Segera ia mengeluarkan pistol listrik andalannya. "Sebentar lagi kau akan merasakan nikmatnya pistolku!" Ujar Luis senang. Roy pergi dari ruang hitam dan menyerahkan emosinya pada Luis. 


***


Roy terjaga sampai pagi. Ia takut Gera akan pergi begitu saja tanpa memberitahunya. Ia takut kehilangan lagi. 

"Eeuunngg... Royy..." Gera bangun dan meringis merasa badannya seakan retak. 

"Aku di sini, sayang." Ada ekspresi terkejut juga rasa aman dalam diri Gera saat menemukan Roy berada di dekatnya. 

Tangis wanita itu pecah lagi mengingat apa yang terjadi padanya tadi malam. "Roy, aku jijik. Dia menyentuhku." Cicit Gera lirih. 

Ia menyeka kasar air matanya. Namun itu tak menghentikan air matanya lolos dan lolos lagi. "Jangan sedih. Dia tidak menyentuhmu. Aku sudah menghukumnya. Tenanglah. Kau aman bersamaku." Terang Roy sembari memeluk erat wanita yang begitu ia cintai ini. 

"Ayo. Aku akan menggendongmu menuju dapur. Ros sudah menyiapkan makanan kesukaanmu." Gera mengangguk dan menuruti Roy. Sesekali ia harus memberi celah untuk Roy. 

Egois namanya jika dirinya tidak mau memberikan Roy kesempatan. Mengingat hampir semua orang yang takut pada Roy dulu, kini mengatakan pada Gera bahwa Roy sudah berubah drastis. Dia menjadi orang yang begitu baik. 

"Aku ingin bertanya sesuatu, sayang." Gera menatap Roy penasaran. 

"Jemarimu kenapa bisa memerah seperti itu?" Tanya Roy. 

Gera melihat tangannya dan baru sadar jika sudah memerah. Dan terasa sedikit ngilu. "Hm, bukan apa-apa. Aku baik-baik saja. Ini karena tadi malam sebelum kejadian, atasanku memberi tugas yang ya lumayan banyak. Jadi tanganku pegal memegang bolpoin seharian." Terang Gera. 

Tentu saja jawaban itu membuat Roy melotot. "Mulai sekarang resign. Jangan bekerja lagi." 

"Untuk apa Roy? Aku bosan jika hanya mengandalkan kekayaan Papa. Aku malu!" Bantah Gera malas. 

"Hartaku banyak dan sudah pasti tidak bisa kau habiskan. Gunakan itu dan beli apapun yang kau mau!" Sergah Roy. 

Gera memutar bola matanya malas. "Kau sangat angkuh!" Kekeh Gera merasa itu lucu. 

"Aku serius, Gera! Aku tidak akan membiarkanmu memakai sedikitpun harta Papa. Jadi, gunakan hartaku!" Bantah Roy tak mau kalah. 

"Aku akan pulang sekarang. Terima kasih telah membantuku." Pamit Gera. 

"Wait! Aku akan mengantarmu. Bersama Luis juga." Cegat Roy. 

Gera ingin sekali menolak. Tapi Roy lebih keras dan tak mau dibantah. Namun bagaimana dengan triplets? Jika Roy ikut ke kediaman David, maka ia akan menemui triplets di sana. Dan tentu saja Gera belum siap akan itu. Bagaimana caranya? Apa yang harus Gera lakukan sekarang? 

0 Comments