Suamiku Perkasa. Bab 74

 

Gera bersama Roy turun. Mereka mengekor triplets yang sangat semangat di rumah ini. "Papa, kapan kita akan tinggal di sini? Ray ingin tinggal bersama Papa." Tanya Ray.

"Iya. Rico juga ingin tinggal di sini agar bisa bermain bersama Papa. Kakek sudah tidak bisa bermain lama-lama. Mudah kelelahan." Tambah Rico.

"Secepatnya kita akan tinggal di sini bersama Mama." Jawab Roy mengundang sorak gembira anak-anak mereka.

Rio berhenti tiba-tiba, membuat yang lain juga ikut menghentikan langkah mereka. "But wait! Papa dan Mama pergi bekerja. Akan lebih baik bersama Kakek. Walau sudah tua tapi tetap bersama kita. Kasihan juga Kakek. Tidak ada teman." Ujar Rio. 

Gera senyum dan terenyuh mendengar apa yang dikatakan oleh Rio. Dia memang yang paling teliti dalam segala hal. Dia yang paling lama berpikir. Namun selalu menjawab dengan etis. 

"Rio benar! Kita bersama Kakek saja. Kan bisa berkunjung kapan saja kemari." Timpal Roy diangguki Rico. 

Roy dan Gera geleng-geleng kepala mendengar celotehan anak kembar mereka. Ribut tapi mereka tetap kompak. "Ya sudah. Kita ke bawah dan makan malam. Jangan ribut lagi." Kata Roy. 

"Pa, kenapa membawa triplets kemari? Roy dan Gera sedang melakukan ritual itu! Sudah lama tidak melakukannya, Roy lembur sekarang." Protes Roy saat ia duduk berdua bersama David. 

"Mereka cemas, Papa juga cemas, Roy. Jangan asal menyalahkan. Siapa suruh tidak menelpon dulu?" Itu kesalahan Roy. Dia menyadarinya sekarang. 

Roy menghela napas panjang. "Roy lupa, Pa." Erang Roy lemas. "Kau saja yang serakah. Tidak sabaran." Timpal David. 

"Tapi tenang. Papa punya sesuatu untukmu dan Gera. Nanti akan Papa berikan." Ujar David dengan senyum cerianya. 

Menunggu Gera datang, Roy sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui kejutan apa yang akan David berikan pada mereka. "Ada apa, Pa? Gera masih menemani si kembar main-main di kolam. Jadi titip ke Bi Ros, kan." Keluh Gera. Ia memang tidak suka diganggu jika sedang bermain dengan anak-anaknya. Karena akan sangat jarang menemukan waktu yang seperti itu.

"Ini!" David menyerahkan pada Gera sebuah amplop berwarna coklat. Tipis. Tapi Gera tidak tertarik jika isinya adalah sebuah cek dengan uang puluhan juta. 

Dengan malas Gera mengambil amplop coklat itu dan membukanya. "Apa?! Tiket honeymoon ke Sumba, Pa? Are you joking me?" Gera histeris bukan main melihat isi amplop itu.

Pasalnya David tahu anaknya sudah sangat lama ingin berlibur ke Sumba. Tapi memang tabungannya tak pernah cukup. Sekarang gilirannya untuk memberikan kejutan istimewa untuk putri semata wayangnya ini. "Jangan ditolak!" Sambung David sebelum Gera sempat menolak. 

"Baiklah. Akan Gera terima. Terima kasih banyak, Pa. Tapi maaf, Gera jadi merepotkan Papa sekarang. 

"Tak apa. Kau siapkan semua sesuatu bersama Roy. Anak-anak akan tinggal bersama Papa sementara kalian pergi berlibur. Bersenang-senanglah, jangan terlalu sibuk dengan dunia kerja. Jangan sampai nyesal, seperti Papa." Kata David sembari memeluk Gera dan Roy. 

Sebelumnya Roy sudah membicarakan rencana baiknya untuk menikahi Gera pada David. David sangat setuju karena bagaimana pun juga akan dibutuhkan data-data yang sah untuk masa depan triplets. Mereka sudah merencakan kapan pernikahan itu akan dilaksanakan. Maka dari itu, David menyuruh mereka berdua untuk menyegarkan otak sebelum disibukkan dengan prosesi pernikahan mereka nanti. 

"Sayang, Lusa kita akan berangkat ke Sumba!" Pekik Gera dan menghamburkan diri ke pelukan Roy. 

"Kau sangat senang?" Tanya Roy diangguki Gera. "Kenapa tidak bilang dari dulu biar aku bisa mengajakmu kemanapun kau mau?" Tanya Roy. 

"Roy, aku malu meminta padamu, apapun itu. Minta Papa saja aku tidak terbiasa, apalagi kau. Aku baru mengenalmu." Kata Gera. 

"No. Kata Papa kita kenal sejak masih kecil. Namun lupa dan akhirnya berjodoh lagi sekarang. Aku akan menjadi suamimu dan kau adalah milikku seutuhnya." Roy mengecup lembut leher Gera membuatnya tersipu malu. 


***


Gera sudah mendapat izin dari pimpinan perusahaan untuk cuti selama seminggu. Dan Alvin yang akan membantu pekerjaannya selama dia pergi. "Aku harus menjemput Roy untuk packing sekarang." Gumam Gera senang. 

Segera ia kemudikan mobilnya dengan tak sabar. Besok pagi ia akan berangkat ke Sumba bersama kekasih hatinya. "Clay, aku akan pergi ke ruangan Roy. Kau ikut?" Tanya Gera. 

"Aku akan menyusul nanti. Kau duluan saja!" Suruh Clay.

Malas berjalan melewati tangga, Gera menggunakan lift saja untuk menghemat waktu. Karena waktu packing mereka hanya hari ini saja. Urusan triplets, Gera sudah menjelaskan selengkapnya pada David juga Bi Iem. 

"Aku sudah tidak sabar ingin berlibur!" Gumam Gera pada diri sendiri. 

Langkah Gera terhenti saat mendengar ada suara keributan dari dalam ruangan Roy. Sinta juga tidak ada di luar. Berarti dia di dalam bersama Roy. Pikiran Gera sempat berkata lain, namun segera ia tepis sekeras mungkin. Roy tidak akan melakukan itu, pikirnya positif. 

"Tanggung jawab sekarang! Aku tidak terima kau sudah menodai anakku! Sekarang dia hamil dan membutuhkan tanggung jawab!" Jerit seorang wanita.

Tidak mau terlalu lama penasaran, Gera segera membuka pintu ruangan itu dan mendapati ada tiga orang di sana. Roy, Sinta, dan seorang ibu-ibu paruh baya di sana. Gera heran melihat Sinta yang menangis histeris di samping ibu itu. "Roy, ada apa ini?" Tanya Gera bingung. 


"Pria ini sudah menodai anakku! Sinta hamil dan dia harus bertanggung jawab sekarang!" Bentak ibu itu emosi. 

Deg! Bagaimana ini bisa terjadi, batin Gera. Dirinya seakan tertampar keras karena perkataan ibu ini. Ia melihat Roy, pria itu hanya menggeleng dan mengatakan wanita itu berbohong. Sedang Sinta, dia hanya menangis histeris seraya mengatakan, 'sudahlah, bu.'

"Apa maksud Ibu itu, Roy?" Tanya Gera. Roy terdiam tak berbicara. 

"Roy, katakan padaku!" Bentak Gera. Dia menggoyang tubuh Roy kasar. Air mata sudah tumpah sekarang. 

"Jelaskan padaku, Roy! Ada hubungan apa kamu dengan wanita ini?!" Pekik Gera. 

Melihat Gera menangis membuat Roy seakan dicambuk kasar. Hatinya menganga melihat bagaimana sakitnya hati Gera sekarang. "Roy bicaralah!" 

"Aku tidak menyentuhnya, Gera! Aku tidak pernah menyentuhnya!" Roy menggeram. Ia sudah tak tahan dengan apa yang wanita tua itu tuduhkan padanya. 

"Dia hanya mengarang cerita. Wanita yang pernah aku tiduri hanya kamu. Tidak pernah ada yang lain! Berniat pun tidak, Ge. Aku mencintaimu. Aku tidak berniat membuatmu terluka!" Roy berusaha menjelaskan pada Gera kebenarannya. 

"Dia berbohong! Bajingan itu berbohong padamu, nak!" Kata Ibu itu tak mau kalah. 

"Bu, sudahlah! Aku tak mau seperti ini. Ini salah!" Sinta berusaha mengajak Ibunya pulang. Namun wanita itu menepis tangan putrinya kasar. "Tidak! Sebelum pria brengsek ini mau bertanggung jawab, Ibu tidak akan pergi." Kekeh wanita tua itu keras. 

Roy melangkah mendekati wanita paruh baya itu. "Jangan aneh-aneh! Aku tidak pernah meniduri anakmu! Menyentuhnya saja aku tidak berminat! Wanitaku lebih segalanya dari anakmu!" Bentak Roy kasar.

"Dan kau!" Tunjuk Roy pada Sinta. "Beritahu Ibumu aku tidak pernah melakukan apapun padamu!" Bentak Roy kasar pada Sinta. 

Sementara Gera menangis tersedu-sedu menyaksikan nasibnya yang tak jauh dari kata malang."Aku pusing di sini! Aku akan pulang duluan, Roy." Gera mengambil tasnya dengan kasar dan melangkah pergi. Namun Roy menahan tangannya. "Diam di sini, sayang." Gera menepis kasar tangan Roy.  Lalu kembali duduk di sofa sambil memegang kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. 

"Ada apa ini?!" Kata Clay yang baru saja datang. 

"Ge, kau baik-baik saja? Aku mendengar ada keributan di sini. Roy, jelaskan!" Suruh Clay lantang. 

Saat Clay mengedarkan pandangan untuk melihat siapa saja di sana, matanya menangkap seseorang yang familiar. "Aku mengerti sekarang." Kata Clay. "Kau yang menjadi sumber masalah di sini!" Tuding Clay pada Ibunya Sinta. 

"Roy, jangan pusing. Dan kau, Ge. Jangan marah pada Roy. Ini bukan kesalahan dia." Ujar Clay. 

"Apa maksudmu, Clay?" Roy bingung akan perkataan sepupunya itu. 

Bukan panik, Clay malah tersenyum dan berjalan santai menuju sofa. Ia duduk di sebelah Gera dan memeluk lembut sahabatnya itu. "Jangan sedih." Ujarnya menghibur Gera. 

"Apa yang kau inginkan?!" Bentak Clay kasar pada Ibu itu. 

"Dia mau aku bertanggung jawab atas kehamilan anaknya. Tetapi aku tidak pernah meniduri Sinta sekalipun." Roy yang mendahului untuk menjelaskan pada Clay. 


"Jika memang kau yang melakukan itu, katakan saja Roy!" Suruh Gera pasrah. Ia benar-benar lemah sekarang. 

"Ge, aku tidak melakukan apapun! Dia ingin menipuku!" Bantah Roy tak mau kalah. 

Clay tersenyum menyaksikan semuanya. "Ge, Roy memang tidak salah. Wanita tua itu yang ingin menipunya." 

"Jangan asal menuduh! Kau tidak tahu apa-apa!" Bentak Ibunya Sinta memelototi Clay. 

Tak mau diam, Clay berdiri dan menatap tajam Ibunya Sinta. "Memang aku tidak asal bicara. Kau lupa aku di sana dan menggertakmu? Dasar tamak! Bersyukurlah anakmu diterima bekerja di sini dengan posisi tinggi pula. Kau malah ingin menjebak sepupuku." Sindir Clay terang-terangan. 

"Clay?" Tanya Roy ingin penjelasan lebih. 


Clay mengangguk. "Dia ingin menjebakmu dengan kue coklat itu agar kau bisa menghamili anaknya. Dan selanjutnya, dia akan menjadi kaya karena hartamu." Jelas Clay sambil menatap licik Ibunya Sinta. 

"Bitch!" Umpat Roy.

"K-kau! Kurang ajar!" Bentak wanita tua itu. 

"Baiklah. Sudah jelas sekarang. Sinta, kamu saya pecat dengan tidak hormat. Sekarang juga, angkat kaki dari kantor ini dan bawa Ibumu!" Roy memberi perintah dengan sangat tegas. 

"Maafkan Ibu saya, Pak." Sinta memelas dan memohon pada Roy. Sementara Gera hanya bisa menatapnya iba. 

"Jika saja kau tidak mengikuti permainan Ibumu, aku bisa mempertahankan pekerjaanmu di sini. Tapi tidak. Kau malah ikut bermain drama bersamanya. Sekarang pergilah!" Suruh Roy sambil menunjuk pintu keluar. 

"Tidak bisa begitu! Saya tidak terima. Kamu sudah membuat anak saya menderita!" Bentak Ibu itu melawan. 

Roy mendekati si Ibu. "Anda mau keluar sendiri atau saya laporkan atas tindakan Anda ke polisi? Silahkan dipilih!" 

"Sinta, ayo pulang! Pria pengecut ini sudah melecehkanmu. Tapi lupakan saja. Dia brengsek!" Gerutu si Ibu sembari berlalu pergi. 

Roy juga Clay bisa bernapas lega. Satu lagi masalah yang harus diselesaikan. Gera. "Ge, jangan sedih. Kau sudah lihat apa yang terjadi, bukan? Percaya padaku! Roy tidak akan menyakitimu apalagi sampai mengkhianatimu. Dia mencintaimu, sangat, Ge. Aku berani menjamin itu!" Seru Clay sembari memeluk Gera. 

"Bersiaplah lalu pulang. Kalian harus packing. Besok akan berangkat menuju Sumba. Kalian sangat tega tidak mengajakku dan Luis." Goda Clay. 

Gera tersenyum malu. Segera Roy memeluknya erat. "Ayo pulang. Apa kau sudah siap berkelana bersamaku?"  

1 Comments