Bening. Bab 63

 


Baba. 63

Bajingan itu.


Bunyi nyaring dari sepatu hak tinggi yang berbenturan langsung dengan lantai sangat terdengar jelas di pendengaran.


"San-Sandra tunggu!"


"Sandra, San!"


Teriakan sahabatnya di belakang sana sama sekali tidak ia pedulikan. Yang ada di fikirannya saat ini adalah bagaimana secepatnya ia bisa pergi dari tempat ini.


Keputusannya untuk memenuhi ajakan Juwita mendatangi pesta begitu ia sesalkan saat ini. Karena Sandra harus bertemu lagi dengan orang yang sangat ingin dijauhinya di masa lalu.


Tanpa menoleh ke belakang lagi, Sandra berlari ke arah jalan raya untuk mencari taksi yang lewat. Untung saja tidak berapa lama taksi yang dicarinya itu melintas di depannya.


Buru-buru Sandra menghentikan taksi tersebut dan kemudian memasukinya. Hingga taksi yang membawanya tersebut melesat di tengah kepadatan jalan.


Melihat hal itu Juwita pun berlari ke arah parkiran di mana mobilnya berada. Dan tentu saja hal itu membuat sang sopir yang tengah menungguhnya dibuat kebingungan, dengan kedatangan sang majikan yang terlihat begitu panik.


"Pak cepat ikuti taksi yang baru saja pergi itu!"


"Baik Mami."


Karena kepadatan lalu lalang kendaraan membuat mobil Juwita kehilangan jejak taksi yang membawa Sandra. Hingga kepanikan pun semakin Juwita rasakan. Sementara sedari tadi ia berusaha menghubungi ponsel Sandra namun tak kunjung mendapat jawaban.


"Maaf Mami kita kehilangan jejak taksi tadi!"


"Apa! Bagaimana bisa. Kenapa kamu tidak memperhatikannya baik-baik?!"


"Maaf Mi, tapi jalanan benar-benar padat jadi kita tidak bisa mengejarnya."


Juwita hanya bisa mendesah pasrah sembari menyandarkan punggungnya di sandaran jok belakang.


"Baiklah kita kembali ke rumah saja!"


"Baik Mami."


Juwita berharap Sandra juga telah kembali ke rumah mereka saat ini.


Brakk-


Pintu dibuka dengan cukup keras oleh Juwita setelah ia tiba di rumahnya. Bahkan ia tadi sampai harus berlari dari mobil dengan harapan Sandra sudah pulang ke rumah mereka.


Kejadian itu tentu saja membuat seluruh penghuni rumah tersentak kaget dan bingung.


"Ada apa Mami?!" tanya salah satu perempuan yang ada di ruang tamu setelah mengetahui sang Mami lah yang baru saja membanting pintu.


"Apa kalian lihat Bu Sandra pulang?!" Juwita balik bertanya.


"Tidak Mi, bukannya tadi Bu Sandra pergi bareng sama Mami ya!"


Tanpa menjawab pertanyaan dari anak buahnya yang masih terlihat kebingungan. Juwita bergegas masuk ke dalam kamar dan segera menghubungi orang kepercayaan-nya agar membantu mencari di mana sahabatnya berada.


"Mami aneh ya!"


"Iya aneh, kira-kira kenapa ya?"


"Huss, sudah lah jangan terlalu mencampuri urusan Mami. Nggak baik!"


Itulah kasak kusuk yang terdengar di ruang tamu sepeninggal Juwita tadi. Sementara di dalam kamarnya Juwita tampak mondar mandir menunggu kabar dari orang-orang suruhannya.


"Sandra, kamu di mana San?" gumam Juwita cemas. 


Sementara di sebuah taman yang jauh dari hotel tempat pesta digelar tadi. Sandra duduk termenung seorang diri mengingat kejadian beberapa saat yang lalu sewaktu berada di pesta.


Beberapa waktu lalu saat di pesta-


Sandra yang baru menyadari bahwa pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sudah menghancurkan hidupnya beberapa tahun silam, tiba-tiba menghentikan langkahnya. Hingga membuat Tuan Sanders merasa heran.


Degh-


"Bajingan itu?!" 


Kakinya memaku tak bisa digerakkan di tempatnya berdiri saat ini. Pandangan matanya menatap lekat pada sosok yang begitu ia benci hingga sepersekian detik.


"Sandra kenapa berhenti? Ayo ku kenalkan kepada salah satu temanku!" Suara Tuan Sanders menyentak kesadaran Sandra yang sempat tertegun beberapa saat.


"Maaf Tuan Sanders saya harus pergi!" 


Belum sempat Sandra melangkah untuk meninggalkan tempat itu. Lengannya sudah dicekal oleh Tuan Sanders.


"Kenapa terburu-buru seperti itu. Memangnya kau mau pergi ke mana?" 


"Tolong lepaskan saya Tuan! Biarkan saya pergi," desis Sandra menahan emosi.


Entah emosi karena tangannya yang tak kunjung dilepaskan oleh Tuan Sanders atau emosi karena ia harus bertemu lagi dengan pria bajingan itu. Hingga membuat Sandra kesal setengah mati.


"Tidak, kau tidak boleh pergi ke mana-mana karena aku tidak mengizinkannya!" keukeh Tuan Sanders.


"Lepas!"


Dengan sekali sentakan akhirnya Sandra bisa melepaskan tangannya dari cengkraman pria itu. Kemudian-


Plakk-


Telapak tangan Sandra mendarat tepat di pipi kanan pria bernama Sanders itu. 


Kejadian itu sontak menjadi pusat perhatian seluruh tamu yang berada di pesta. Termasuk Juwita sahabatnya yang langsung berlari ke arahnya guna mencari tahu apa yang sedang terjadi.


Sandra yang merasa sudah tidak nyaman berada di tempat itupun segera pergi meninggalkan pesta diiringi suara teriakan Juwita yang terus memanggil namanya.


"Sandra tunggu!"


Sementara pria yang menjadi alasan emosi Sandra saat ini masih tetap tak bergeming di posisi awalnya berdiri. Dengan netra tajam yang terus memperhatikan setiap kejadian yang terjadi di depan matanya.


*****


Tepat tengah malam saat Sandra menginjakkan kakinya di depan gerbang rumah megah milik Juwita sahabatnya.


"Nyonya Sandra, anda sudah kembali? Mami Juwita sangat mencemaskan keadaaan anda sedari tadi," ucap salah satu penjaga rumah itu.


"Silahkan masuk Nyonya. Mami Juwi pasti senang melihat anda telah kembali," imbuhnya kemudian membukakan pintu gerbang untuk Sandra.


Juwita yang mendapat kabar kepulangan Sandra dari penjaga rumahnya melalui interkom, segera menyongsong sahabatnya itu di depan teras.


"Sandra, kau dari mana saja. Kenapa malam sekali baru kembali?!" cecar Juwita.


Namun, ia tak mendapatkan jawaban apapun dari sahabat yang kini ada di dalam pelukannya itu. Hanya wajah kuyuh dan tatapan yang tampak kosong yang bisa ia lihat dari penampakan Sandra saat ini.


"Kita masuk dulu, kita bicara di dalam!" ajak Juwita.


"Bu Sandra kenapa Mi?" tanya salah satu anak buah Juwita saat mereka berpapasan di tangga.


"Tidak apa-apa. Sudah sana masuk ke dalam kamarmu!" titah sang Mami agar tidak membuat anak buahnya semakin penasaran.


Sesampainya mereka di kamar. Juwita membantu Sandra melepas sepatu dan menyimpan tasnya.


"Apa kau ingin mandi dulu? Kita bisa bicara nanti setelah kau membersihkan diri!" tawar Juwita.


"Aku melihatnya lagi! Aku melihat bajingan itu lagi!" cicit Sandra masih dengan tatapan kosong di matanya.


"Apa maksudmu?!"


"Bajingan itu!"


"Bajingan! Siapa?" tanya Juwita tak mengerti.


"Aku membencinya, Ta. Sangat membencinya!" ucap Sandra disertai isak tangisnya.


"Stttt ... tenang lah ada aku di sini bersamamu," ucap Juwita menenangkan.


"Setelah sekian lama. Kenapa aku harus bertemu dengan bajingan itu lagi, Ta. Kenapa?" lirih Sandra merusaha mengeluarkan sesak di dadanya.


"Apakah bajingan itu juga yang menyebabkan kau menghilang dulu?" tanya Juwita kemudian.


"Aku sangat membencinya hingga rasanya aku ingin melenyapkan diriku sendiri."


"Sekarang ceritakan kepadaku apa yang membuatmu sangat membencinya hingga seperti ini?!" Juwita tampak menatap tajam sahabatnya itu.


"Pria itu, pria itu yang telah menodaiku beberapa tahun lalu. Pria yang telah menumbuhkan janin di dalam rahimku hingga aku terbuang dari keluargaku sendiri." Tangis Sandra pun pecah karena tak kuat membendung rasa sakit yang ada di dalam hatinya.


"Sttt ... tenanglah. kau punya aku sekarang." Hanya pelukan hangat yang bisa Juwita berikan saat ini. 


"Karena pria itu juga aku merasakan pahitnya kehidupan!"


"Siapa nama pria itu?!"


"Dia adalah Jordan Smitt Ramiro!"

0 Comments