Bening. Bab 70

 


Kurang lebih 15 menit waktu yang Bening perlukan untuk memasak mie instan hingga menghidangkannya ke meja makan yang ada di dapur tersebut.

Mie rebus hasil olahan Bening terlihat menggugah selerah hanya dengan mencium aromanya saja. Apalagi Bening menambahkan telur, sayuran, potongan bawang daun dan juga menaburi bawang goreng di atasnya.

Sang Ayah mertua sendiri sudah duduk manis menunggu di salah satu kursi tak jauh dari gadis itu memasak mie tadi.

"Sudah selesai! Hem ... aroma sungguh mengoda lidah untuk segera mencicipinya!" gumamnya seraya menghirup aroma yang menguar dari mangkuk yang masih mengebulkan asap panas tersebut.

"Silahkan Papi!" ucapnya setelah meletakkan semangkuk mie rebus di hadapan Ayah mertuanya itu.

"Terima kasih!" jawabnya kepada gadis yang selalu terlihat ceria itu.


Bau khas mie instan pun langsung menyeruak ke dalam indera penciumannya. Hingga ia tak sabar untuk segera mencicipi makanan yang hampir tidak pernah mendarat di lambungnya itu, karena setahun sekali saja belum tentu pria paruh baya itu bisa merasakan nikmatnya makan mie instan.

"Papi nggak berdoa dulu?!" tanya Bening saat melihat Ayah mertuanya itu ingin menyeruput mie di depannya.

Tuan Jordan yang sudah terlanjur malu karena memang dirinya telah lupa berdoa pun hanya bisa berkata- "Sudah berdoa di dalam hati!" Kemudian melanjutkan makannya.

"Awas Pi, hati-hati masih panas!" ucap Bening memperingatkan.

Bening merasa sangat senang saat melihat Ayah mertuanya itu makan dengan sangat lahap. Entah karena pria itu memang tengah kelaparan ataukah doyan Bening pun tidak bisa membedakan-nya.

"Kenapa kau tidak makan?!" tanya Tuan Jordan tiba-tiba saat melihat Bening tak segera memakan mie-nya dan malah melihat dirinya makan.

"Ah iya, sebentar lagi Pi. Nunggu mie-nya dingin dulu!" jawab Bening cepat karena pertanyaan sang mertua telah mengagetkan dirinya.

"Jangan terlalu dingin. Karena rasanya tidak akan enak lagi nanti," saran Tuan Jordan.

"Iya Pi!"

Akhirnya Bening pun memulai suapan pertamanya setelah meniup terlebih dahulu mie yang akan mendarat di mulutnya.

"Papi suka mie-nya?!" tanya Bening disela makan mereka.

"Aku memakannya kalo aku ingin saja. Lagi pula makanan seperti ini tidak bagus bila terlalu sering dikonsumsi!" jawab Tuan Jordan santai.

Astaga aku tanya apa, jawabnya apa. Bisa tidak sih jawab iya atau tidak. Pantas sifat Tuan muda juga begitu. Memang ya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya!

"Iya Pi Bening mengerti! Tapi untuk ukuran di kampung mie instan itu sudah termasuk makanan paling enak dan menjadi favorit. Makanan alternatif yang paling banyak diminati. Selain harganya yang cukup terjangkau. Ya meskipun murah, kita tetap pikir-pikir dulu jika akan membelinya. Karena uangnya mending dibelikan beras!" ucap Bening bercerita panjang lebar.


"Apalagi kalo ditambah irisan rawit yang banyak pasti semakin lezat di lidah. Maaf ya Pi tadi Bening nggak nambahin rawit di mie milik Papi karena Bening takut Papi tidak tahan pedas!" imbuh gadis itu yang masih terlihat semangat untuk mengoceh.

"Iya tidak apa-apa. Lagipula kamu sudah benar karena memang saya tidak suka pedas!" jawab Tuan Jordan kemudian melanjutkan suapan-nya.

"Alhamdulillah ternyata Bening tidak salah!" tutur gadis itu.

Kejadian yang menimpa Arga beberapa waktu lalu dijadikan Bening pengalaman untuk lebih berhati-hati ke depannya. Karena ia tidak mau lagi membuat orang celaka karena keteledorannya dan juga kebodohannya.

"Kamu pasti masih trauma dengan kejadian yang menimpah Arga waktu itu?!" tebak Tuan Jordan.

"Iya Pi, Bening hanya tidak mau jika karena kebodohan dan kecerobohan Bening membuat orang lain terluka. Bening sangat menyesal waktu itu, seandainya saja Bening tahu kalo Tuan muda memiliki beberapa alergi di tubuhnya!" sesal Bening saat mengingat kebodohannya di masa lalu.

"Ya, itu terjadi karena kamu tidak sengaja. Karena saya juga tidak yakin kamu bisa mencelakai suamimu sendiri dengan sengaja," tutur sang Ayah mertua.

"Tapi tetap saja karena ketidaktahuan saya itu membuat Tuan muda celaka. Maka dari itu Bening tidak ingin mengulangnya lagi dengan memberikan makanan yang salah untuk Papi," jawab Bening.

"Dari dulu anak itu memang memiliki beberapa alergi di tubuhnya. Apalagi jika hal itu menyangkut makanan yang dikonsumsinya. Entah itu semua menurun dari siapa. Padahal dalam sejarah keluarga Ramiro tidak ada yang memiliki alergi seperti itu," tutur Tuan Jordan.

"Bagaimana Papi tahu jika alergi itu turunan?!" tanya Bening kemudian.

"Dokter yang mengatakannya dulu. Saat Arga masih berusia 3 tahun. Dia sering sakit-sakitan akibat makanan yang dikonsumsinya tidak tepat dan menyebabkan masalah di lambungnya," jelas sang Ayah mertua.

"Mungkin alergi itu diturunkan oleh nenek moyang keluarga Ramiro zaman dahulu!" tebak Bening asal.

"Entahlah!"

"Ehm ... Pi, Bening boleh tanya sesuatu?!" tanya gadis itu dengan sedikit ragu-ragu.

"Silahkan!"

"Ke-kenapa, kenapa kalian tidak pernah bisa akur sebagai anak dan orang tua?!" tanya Bening dengan sedikit rasa takut.

Tuan Jordan terlihat menghela nafasnya pelan. Ia kemudian meletakkan sendok dan garpu di tangannya. Pertanda ia telah mengakhiri makannya.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?!" ucap Tuan Jordan dengan raut muka datar.

"Karena selama ini kalian tidak seperti Ayah dan anak. Seperti ada jarak yang memisahkan kalian berdua. Maaf jika saya salah!" cicit Bening.

"Apa yang kau lihat selama ini memang benar adanya. Kami memang tidak pernah bisa dekat sebagai Ayah dan anak pada umumnya. Mungkin itu semua juga salah saya yang kurang memberikannya kasih sayang semenjak dia kecil."

"Apakah anda sesibuk itu sehingga mengabaikan putra anda sendiri?!" celetuk Bening.

Bening merutuki kelancangan bibirnya sendiri. Kenapa pertanyaan itu meluncur begitu mudah dari bibirnya tadi. Dan bagaimana bisa ia bertanya selancang itu kepada Ayah mertuanya. 

"Ma-maaf saya tidak bermaksud-"

"Tidak apa-apa. Kau memang pantas menanyakan hal itu. Kadang untuk mencintai sesuatu tidak harus diucapkan apalagi dengan memberikannya perhatian yang berlebihan. Hubungan di atara kami memang terbilang aneh tapi yakin lah tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya! Kalau kau sendiri bagaimana? Ceritakan kehidupanmu dan juga kedua orang tuamu saat kalian hidup di desa dulu!" pinta Tuan Jordan.


"Sebenarnya tidak ada yang spesial dalam kehidupan saya dulu karena saya juga hidup seperti kebanyakan orang. Walaupun hidup kita dulu jauh dari kata mewah tapi kami merasa cukup. Karena itu yang selalu diajarkan oleh Ayah saya. Selalu mensyukuri apapun yang kita punya."

"Sepertinya Ayah mu itu seorang pria yang baik!" tebak Tuan Jordan.

"Papi benar, saya sangat mengidolakan Ayah saya itu. Tapi setelah kepergiaannya setahun yang lalu membuat saya kehilangan arah!"


"Apa kalian sedekat itu?!"

"Tentu saja. Beliau adalah pria pertama bagi saya, cinta pertama saya dan juga kebanggaan saya!"

"Dari tadi kau bercerita dan membanggakan Ayahmu terus. Lantas bagaimana dengan Ibumu, aku juga ingin mendengar cerita tentangnya!"

"Ibu saya ...!" ucap Bening lirih, keraguan tampak jelas terlihat di matanya dan hal itu membuat sang Ayah mertua menjadi heran.

"Ada apa Bening? Kenapa dengan Ibumu?!" tanya Tuan Jordan penasaran.


"Ah nggka papa Pi. Ibu saya adalah wanita yang sangat cantik dan beliau adalah wanita yang sangat baik. Saya sangat menyayangi-nya," tutur Bening saat menjelaskan perihal sang Ibu.

Sementara di sudut ruangan, berdiri sosok yang tengah mengawasi interaksi menantu dan Ayah mertua tersebut sejak beberapa waktu yang lalu. Ia terlihat mengepalkan tangannya sebelum beranjak dari tempat itu.


1 Comments

  1. Seru makin keren aja cerita nya bikin penasaraaan. Nich🤭🤭🤭🤭

    ReplyDelete