PCST. Bab 69

Penjara cinta sang taipan

 Arga terlihat berdiri di atas balkon kamar memunggungi Bening. Pria itu sedang bertukar suara dengan seseorang melalui telepon seluler, entah siapa yang dihubunginya dan apa yang telah mereka bicarakan Bening pun tidak tahu. Yang dapat gadis itu lakukan hanyalah menunggu sang suami di atas ranjang setelah beberapa saat lalu keluar dari dalam kamar mandi.

"Kenapa lama sekali sih? Katanya mau dipijit!" gerutu gadis itu sebelum kemudian menguap lebar karena terserang rasa kantuk.

Karena terlalu lama menunggu sang suami yang tak kunjung usai dengan kegiatannya, perlahan Bening pun mulai kehilangan kesadarannya dan tertidur dengan posisi setengah duduk. 

20 menit berselang Arga pun mengakhiri panggilan teleponnya dengan orang di seberang sana dan kembali masuk ke dalam kamar guna menagih janji sang istri untuk memijitnya.

Namun, pemandangan berbeda Arga dapatkan setelah beberapa langkah ia mendekat ke arah ranjang. Istrinya itu tengah terlelap dengan begitu pulasnya. Mungkin gadis itu kecapekan karena begitu banyak peristiwa yang mereka lalui tadi sore sewaktu berada di mall. Begitu pikirnya.

"Ck, bagaimana dia bisa tidur dengan posisi seperti itu?"

Perlahan Arga membenahi posisi tidur istrinya agar lebih nyaman. Terakhir Arga menyelimuti seluruh tubuh sang istri sebelum kemudian dirinya beranjak pergi menuju ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

Pukul 00.00 wib.


Bening terjaga dari tidurnya karena merasakan kering di tenggorokannya. Gadis itu meraba sisi kiri tempat tidurnya mencari keberadaan sang suami namun tempat itu kosong.

"Di mana Arga?"

Dengan langkah berat Bening melangkah keluar dari kamar untuk mencari keberadaan suaminya sekaligus mengambil air minum di dapur setelah melihat persediaan air minum di dalam kamarnya telah habis.

Hanya gelap dan sedikit cahaya keremangan yang terlihat sepanjang ia berjalan di lorong menuju dapur rumah ini karena lampu memang sengaja dimatikan.

Langkah demi langkah berhasil Bening tapaki hingga tak terasa dirinya hampir tiba di dapur. Sebenarnya gadis itu ingin pergi mencari suaminya terlebih dahulu. Namun, ia tidak mengetahui letak ruang kerja suaminya itu berada. Siang hari waktu terang saja ia kesulitan menemukan ruangan kerja milik suaminya itu, apalagi sekarang dalam keadaan gelap begini. Bening tidak kesasar di rumah ini saja sudah sangat bersyukur, jika mengingat betapa besar dan megahnya rumah kediaman suaminya itu.


"Huh, akhirnya sampai di dapur juga. Lagi pula kenapa sih harus membangun rumah besar-besar. Bikin capek jalan aja," keluh Bening.

"Air, air, air ...!" Bening pun merapalkan satu kata itu sembari mencari di mana letak air galonnya.

"Astaga di mana sih? Mana gelap lagi. Saklar lampu di manakah saklar lampunya berada?" gumam Bening seraya mengamati keadaan sekitar.

Begitu banyak benda dan peralatan yang ada di dalam dapur itu tapi kenapa Bening tidak tahu itu apa dan apa kegunaan-nya.

"Dunia orang kaya memang begitu membingungkan. Pusing aku dibuatnya!" gerutu gadis itu saat melihat berbagai hal baru di depannya.

"Kenapa aku mendadak lapar begini ya? Coba kita lihat ada apa saja di dalam lemari pendingin itu. Biasanya mereka melarangku untuk memasuki dapur ini. Sekarang akan aku puas-puaskan bermain di dapur ini. Lihat saja nanti, akan aku buat berantakan dapur mereka!" omelnya sebelum membuka lemari pendingin.

Mulut Bening mengangah lebar saat melihat pemandangan di depan matanya. Bagaimana tidak lemari pendingin yang baru dibukanya tadi penuh dengan makanan layaknya swalayan yang sempat ia lihat di mall kemaren.

"Apa ini super market? Astaga aku baru tahu kalo di rumah ini ada super market selain apotik, bandara kecil dan hem- apalagi yah yang belum aku ketahui?!"

Bening memang pernah masuk ke dalam dapur dan melihat isi kulkas tapi itu versi kecilnya. Sedangkan yang baru Bening lihat malam ini adalah lemari pendingin yang super besar dan biasanya digunakan untuk menyimpan stok bahan makanan di rumah ini.

Meskipun banyak sekali jenis makanan yang tersaji di dalam lemari pendingin tersebut. Namun tidak ada satupun yang membuat gadis itu berselerah karena malam ini ia ingin sekali makan makanan favorit selera sejuta umat. Yang tak lain dan tak bukan adalah mie instan. Tapi apakah ia akan menemukan mie instan di rumah ini jika mengingat bagaimana ketatnya aturan mereka dalam hal makanan.

"Apa mereka menyimpan mie instan di sini? Rasanya mustahil sekali, mereka pasti mengharamkan sesuatu yang tidak sehat memasuki dapurnya. Tapi apa salahnya dicari dulu!"

Bening pun berteriak senang setelah tidak sengaja membuka kitchen set yang menggantung di atasnya.

"Woww ... aku menemukannya!" pekiknya kegirangan.

"Astaga kenapa aku berteriak. Bagaimana jika aku membangunkan seisi rumah ini. Terutama Nyonya penguasa itu. Astaga aku pasti dicincangnya hidup-hidup!" 

Bening bergidik ngeri membayangkan wajah antagonis Ibu mertuanya jika sedang marah.


Netra gadis itu berbinar saat melihat tumpukan mie instan dengan berbagai merk dan rasa. Bahkan gadis itu berfikir jika pabrik mie instan sudah berpindah ke dapur ini.

"Sekarang aku jadi bingung mau memasak yang rasa apa? Semua begitu menggugah selerahku!" ucap Bening sembari menelan ludahnya.

Sebungkus mie instan rasa ayam bawang menjadi pilihan Bening malam ini. Gadis itu mengambil panci dan memasukkan air ke dalamnya bersiap untuk merebus mie instan yang telah dipilihnya tadi. Namun-

"Bagaimana cara menghidupkan kompornya. Begitu banyak tombol di sini, aku bingung harus menekan yang mana? Harusnya aku mengingat dan mempelajari saat koki membantuku menyalahkan kompor ini kemarin!"

Ya, semua peralatan yang ada di dalam dapur ini memang sudah menggunakan teknologi modern dan canggih. Semua serba otomatis hingga membuat Bening kesusahan untuk menggunakannya.

"Huh, sia-sia aku menemukanmu. Masa' iya aku memakanmu dalam kondisi mentah begini," ucapnya seraya memukul-mukul mie instan yang ada di depannya saking merasa jengkelnya.

Tangan gadis itu bergerak membuka bungkus mie instan itu dan berniat memakannya. Saat mie itu sudah di depan mulutnya tiba-tiba-

"Kenapa kau memakan mie mentah? Apa kau berniat mencuri di rumahmu sendiri?!"

Suara berat seseorang mengagetkan Bening hingga mie instan mentah yang hampir masuk ke dalam mulutnya itu terjatuh.

Beningpun refleks menoleh ke sumber suara. "Papi?!"

Pria yang berdiri beberapa meter dari Bening itu ternyata adalah Ayah mertuanya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Dan kenapa malam-malam begini keluyuran di dapur?!" tanya Tuan Jordan sedikit menelisik.

"Ma-maaf tadi niat Bening kesini cuma mau ambil air minum tapi tiba-tiba Bening merasa lapar jadi-"

"Banyak stok makanan di lemari pendingin itu kenapa kau malah makan mie mentah?!" potong sang Ayah mertua tak membiarkan menantunya itu menyelesaikan ucapannya.

"Sa-saya tidak berselera dengan makanan lain. Saya ingin makan mie rebus tapi tidak bisa menyalahkan kompornya!" jawab Bening dengan menunduk takut.

"Tidak bisa menyalahkan kompor? Bukankah kau sudah pernah memasak di dapur ini?!" tanya Tuan Jordan heran.

"Iya tapi waktu itu saya dibantu pelayan lain saat menyalahkan kompornya!"

Sekarang Bening sudah sedikit rileks saat berbicara dengan pria berwibawa itu. Rasa gugup dan kecanggungan-nya perlahan menguap berganti rasa hangat layaknya seorang putri dengan Ayahnya.


Apalagi setelah Tuan Jordan mendekat dan membantu Bening untuk menghidupkan kompor tersebut.

"Begini cara menghidupkannya. Kau harus mengingat-ingat caranya agar tidak lupa. Karena aku tidak ingin melihatmu makan mie mentah lagi kedepannya!" tutur Tuan Jordan.

"Terima kasih Pi!" ucapnya tulus. Sebuah senyuman pun terukir dari bibir gadis itu.

"Buatkan juga untuk ku. Aku juga tiba-tiba merasa lapar!" pintanya kepada Bening.

"Siap Papi! jawab Bening dengan senang hati.


0 Comments