Penjara Cinta. Bab 68

 


Bab. 68

Orang tak dikenal.


Arga yang hampir saja kehilangan jejak Bening kini bisa bernafas lega saat melihat istrinya duduk bersimpuh di depan pintu lift.


Arga pun menghampiri Bening dengan nafas yang masih terengah-engah akibat berlarian mengejar Bening tadi.


"Apa yang kau lakukan di sini? Ayo pergi jangan menangis seperti orang bodoh begini!" ucap Arga sembari menarik Bening agar mau berdiri.


"Aku melihatnya tadi. Aku melihat Ibuku masuk ke dalam lift itu. Tolong kejar dia, aku ingin bertemu dengannya. Aku sangat merindukannya, aku ingin memeluknya. Hiks ... hiks ... hiks ...!"


Arga pun meraih gadis itu ke dalam pelukannya. Ia bahkan tidak peduli lagi jika saat ini mereka berdua sedang menjadi objek perhatian orang-orang yang berlalu lalang di sana.


"Sudah lah kita bisa mencarinya nanti. Ayo kita pergi dari sini!" bujuk Arga setelah mengurai pelukan mereka berdua.


"Tapi kau janji akan membantu mencari Ibuku 'kan?" lirih Bening dengan suara paraunya.


"Iya aku janji. Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mencarinya sekarang berhentilah menangis," bujuk Arga sembari mengusap air mata gadis itu dengan Ibu jarinya.


Akhirnya Arga pun berhasil menggandeng tangan sang istri untuk meninggalkan tempat perbelanjaan itu dengan penuh percaya diri.  Mengabaikan tatapan semua orang yang memandang heran ke arah mereka berdua akibat drama yang sempat terjadi tadi.


Sesampainya di mobil Arga pun menyodorkan sekotak tisu di hadapan Bening.


"Hapus ingusmu itu. Jangan jorok jadi perempuan!"


"Dalam keadaan seperti ini pun kau masih saja mengataiku. Bisa tidak sih menghiburku sedikit saja?"


"Iya maaf sekarang diam lah jangan cerewet lagi. Telinga ku sakit mendengar ocehanmu itu!"


"Tapi ucapanmu tadi benar 'kan? Kau tidak akan berbohong 'kan? Jika kau ingin membantuku mencari Ibu?!" tanya Bening memastikan.


"Apa benar yang kau lihat tadi Ibumu. Bukankah kau bilang Ibumu berada di kampung. Bagaimana bisa dia berada di sini. Lagi pula wanita yang tidak sengaja kau lihat tadi sepertinya bukan wanita kampung macam Ibumu itu?"


"Aku juga tidak tahu tapi aku yakin jika tadi itu memang Ibuku. Walaupun tadi memang penampilannya sedikit berbeda dari biasanya!"


"Jadi bagaimana, sebenarnya dia Ibumu atau bukan?"


"Aku yakin tadi memang Ibuku. Aku tidak mungkin tidak bisa mengenali Ibuku sendiri!"


"Baiklah jika kau seyakin itu. Aku pasti akan membantumu untuk mencaritahu di mana keberadaannya melalui anak buahku!"


"Terima kasih, kau baik sekali!" Bening pun menyongsongkan pelukannya ke tubuh sang suami.


"Baru tahu ya kalo sebenarnya aku ini adalah pria yang baik!" jumawa Arga.


"His ... baru saja dipuji songongnya sudah sundul langit!" gumam Bening.


"Sudahlah kita pulang saja. Aku sudah sangat lelah. Kau ingat janjimu tadi 'kan?"


"Janji?!" tanya Bening tak mengerti.


"Kau punya hutang memijitku sampai pagi. Jangan pura-pula lupa seperti itu!"


"Astaga! Iya-iya aku tidak pernah lupa. Sesampainya di rumah nanti aku akan langsung memijitmu!"


Tanpa berkata apa-apa lagi Arga langsung menghidupkan mesin mobilnya dan segera melajukan mobil mewahnya membela kepadatan jalan.


Sedangkan di sisi lain Juwita dan Sandra tampak memasukkan barang-barang hasil belanjaannya ke dalam mobil dengan bantuan sang sopir.


"Huu, sepertinya aku harus berendam air hangat setelah ini. Tubuhku rasanya lengket dan lelah sekali setelah seharian ini menemanimu menyusuri setiap sudut mall!" keluh Sandra setelah berhasil mendudukkan bokongnya di jok belakang.


"Iya kau benar, aku juga sangat lelah sekali. Kakiku rasanya mau patah!" keluh Juwita.


"Itu karena kau belanja seperti orang yang kesetanan. Bahkan setiap gerai besar tak luput kau datangi!"


"Kapan lagi kita bisa seperti ini San. Sudah belasan tahun lalu sejak kita terkhir belanja bersama. Saking bahagianya kita sampai lupa waktu. Tapi aku puas San sangat puas. Kapan-kapan kita seperti ini lagi ya!"


"Hala gampang itu mah. Yang tidak gampang itu apakah saldo mu itu kuat untuk memenuhi hasrat belanja kita berdua yang suka lapar mata jika melihat barang bagus!" seru Sandra.


"Tenang saja San, tabunganku masih banyak. Apalagi uang terakhir yang aku dapatkan dari Nyonya besar itu belum tersentuh sedikitpun. Jadi jangan takut menjadi miskin. Kalo pun itu terjadi aku akan memeras otak lagi untuk mencari gadis seperti Bening kemarin."


Degh-


'Bening? Kenapa nama yang disebutkan Juwita tadi sama dengan nama anak pembawa sial itu. Ah mungkin hanya kebetulan nama mereka sama. Bukankah banyak orang yang memiliki nama seperti itu di dunia ini.'


"Oh ya San, tadi kamu dengar nggak ada orang yang berteriak memanggil-manggil nama Ibu. Kira-kira panggilan itu ditujukan kepada siapa ya? Karena aku juga tidak terlalu mendengarnya akibat banyaknya orang di mall tadi!"


"Masa sih, kenapa aku tidak mendengar apa-apa ya?!" 


"Ya mungkin juga aku yang salah dengar. Atau mungkin itu suara anak yang terpisah dari Ibunya. Tau sendirikan tadi keadaan mall seperti apa ramenya."


"Iya juga sih, tapi kasihan juga kalo memang terjadi seperti itu. Semoga anak itu segera dipertemukan dengan Ibunya."


Sandra tidak menyadari bahwa ia sedang mendoakan dirinya sendiri. Karena tadi sewaktu Bening memanggil-manggil dirinya ia tidak mendengar apapun karena banyaknya pengunjung mall saat itu.


"Amin, semoga saja ya. Soalnya kasian!"


"Maaf Mami, sepertinya mobil di belakang itu mengikuti kita. Gerak-geriknya sangat mencurigakan sejak kita keluar dari mall tadi," ucap sang sopir memberitahu.


Sandra dan Juwita pun segera menoleh ke arah belakang melihat mobil yang dimaksud sopirnya tadi.


"Ah iya Ta, itukan mobil yang ada di parkiran mall tadi. Kenapa terus mengikuti mobil kita. Kira-kira siapa mereka?"


"Aku juga tidak tahu San. Sudah kamu tenang saja tidak usah takut. Pak tolong lebih cepat lagi jangan biarkan mereka menyusul mobil kita!" 


"Baik Mami!"


Sang sopir pun semakin menambah kecepatan laju mobilnya. Namun, tindakan itu juga diikuti oleh mobil di belakangnya dengan ikut menambah kecepatan mereka.


"Mami mereka juga ikut menambah kecepatan mobilnya. Ternyata mereka memang berniat mengajar kita. Sekarang kita harus bagaimana?"


"Tetap melaju Pak. Jangan pedulikan mereka. Kita harus secepatnya sampai ke rumah. Aku akan menelfon orang-orangku untuk meminta bantuan!" ucap Juwita dengan berusaha menghubungi seseorang.


Namun belum sempat Juwita mendial nomor yang akan dihubunginya, gerakan rem mendadak yang dilakukan oleh supir pribadinya membuat ponsel yang berada di genggamannya terjatuh ke bawah jok.


"Aww ...!" jerit Sandra kaget.


"Aww ... kenapa berhenti mendadak Pak?!" pekik Juwita yang juga merasa kaget.


"Me-mereka sudah berada di depan kita Mami!" jawab sang sopir.


Sandra dan Juwita pun melihat ke arah depan dan ternyata benar jika laju kendaraan mereka sengaja dipotong oleh orang yang tak dikenal.


"Ta, aku takut siapa mereka?" tanya Sandra saat melihat para pria bertubuh besar keluar dari dalam mobil hitam tersebut.


"Aku juga tidak tahu San. Kamu tenang ya, jangan takut!" ucap Juwita menenangkan sahabatnya walaupun dirinya saat ini juga merasa ketakutan.


"Sekarang kita harus bagaimana Mami?" tanya sang supir dari balik kemudi.


"Kita tetap di tempat saja jangan sampai keluar dari mobil karena kita masih belum tahu apa yang mereka inginkan!" jawab Juwita.


Namun sebelum orang-orang itu berhasil mendekat ke arah mobil Juwita. Dua mobil lain pun segera berhenti dan dan mengepung mobil yang menghadang mobil Juwita tadi. 


Perkelahian sengit pun terjadi di antara kedua kubu itu. Entah siapa mereka tidak ada yang tahu tetapi kesempatan ini digunakan oleh supir pribadi Juwita untuk meninggalkan tempat itu.


0 Comments