Bunga itu Masih Mekar. Bagian 12

 

Andi dan Putri makan dengan lahap begitu Mayang menyuapi mereka. Putri mengoceh terus bagaimana kesepiannya dia tak ada Mayang. Sedangkan Andi dia lebih diam dari biasanya dan itu membuat Mayang takut sekaligus menyesal karena telah bersikap egois. Dia sudah berbicara dengan psikiatri anak, katanya Andi hanya syok karena melihat adiknya dipukuli. Bayangan hari itu berputar terus di kepalanya. Trauma. Andi perlu waktu dan terus berkonsultasi dengan dokter agar hal itu tak dibawanya ketika dewasa nanti.

Mayang tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Andi dan Putri adalah anak yang masih suci, tak berdosa, kenapa mereka harus menanggung dosa orangtuanya. Kenapa mereka yang harus tersiksa atas keegoisan Mayang? Namun, egoiskah namanya jika marah setelah mengetahui perselingkuhan suaminya? Egoiskah Mayang jika sempat kecewa karena ternyata Putri yang telah dibesarkannya ternyata anak suaminya bersama perempuan lain?

"Andi masih lapar, Sayang?" Dengan lembut Mayang membelai pipinya. 

"Kenyang. Kapan kita pulang, Ma? Andi mau pulang sama Mama."

"Putri juga, Ma. Putri mau sama Mama aja." Dan begitu pintu terbuka, Putri dan Andi sontak beringsut mundur. Wajah mereka seperti orang yang ketakutan dan Mayang tahu apa sebabnya. Hilda dan Alex sedang berdiri di sana. 

"Keluarlah. Dokter sudah bilang kan kalau mereka belum siap bertemu kalian?" ucap Mayang dingin tanpa melihat mereka sedikit pun. Belum pernah Alex meilihat istrinya seperti itu. Ke manakah istrinya yang hangat dan penyayang?

"Kami hanya ingin melihat keadaan Andi dan Putri, May."

"Mas boleh masuk, tapi tidak perempuan itu. Tidakkah Mas lihat kalau Andi dan Putri ketakutan?"

"Tapi Hilda ibu kandung Putri, May. Dia ingin meminta maaf atas perbuatannya."

Oh, Tuhan. Entah racun apa yang telah dicekokkan Hilda pada suaminya? Dan belum sempat Mayang membuka mulutnya, Putri sudah membanting gelas ke lantai sambil menangis. "Mama Putri cuma satu! Mama Putri cuma Mama Mayang!" Gadis itu menjerit dan Mayang langsung memeluknya. Sungguh sakit hati Mayang melihat air mata buah hatinya  seandainya saja dia tak pulang ke rumah orangtuanya, pasti Putri tak akan begini. Andi juga pasti tak akan ketakutan dan mengalami trauma. Sendainya bisa menebus kesalahan itu, Mayang rela menukar nyawanya dengan dengan kebahagian Andi dan Putri.

"Keluarlah, Mas. Tegakah kamu melihat Putri dan Andi ketakutan?"

Alex terpaku sejenak kemudian menggandeng Hilda keluar dari kamar. Dan melihat pemandangan yang baru saja ia lihat, hati Mayang seperti dicabik-cabik. Perihnya bukan main. Secepat itukah suaminya berpaling ke wanita lain? Secepat itukah cinta kasih mereka terjalin? Dan Mayang kembali membayangkan. Apa saja yang mereka berdua lakukan selama dia ada di Singapura? Bercintakah mereka di kamar pengantinnya? Bercumbukah mereka berdua di ranjang yang selama tujuh belas tahun menjadi saksi hangatnya cinta Mayang dan Alex. Oh, Tuhan ... rasanya Mayang ingin berlari menerjang suaminya dan Hilda jika bukan karena anak-anak.

***

"Andi dan Putri akan kubawa pulang ke rumah orangtuaku. Tunggu saja surat cerai dariku. Mas Rahman akan datang menemuimu."

Tentu saja Alex tahu siapa Mas Rahman itu. Dia adalah tim pengacara dari perusahaan mertuanya. 

"Kamu boleh membawa Andi, tapi tidak dengan Putri, May."

"Aku ibunya yang sah secara hukum, Mas. Aku berhak membawanya bersamaku."

"Setidaknya biarkan dia tinggal bersamaku. Sudah saatnya dia tahu siapa ibu kandungnya."

Rahang Mayang semakin mengeras. Benarkah ini adalah suami yang selama ini dia kenal? Suaami yang dianggapnya setia dan pengertian?

"Hanya demi wanita ini kamu rela merusak rumah tangga kita, Mas? Entah dukun mana yang dia gunakan untuk mengguna-guna kamu."

"Hilda adalah gadis baik-baik dan dia adalah ibu dari anakku. Aku ingin menebus kesalahanku padanya, May. Salahkah aku? Kamu juga kan wanita. Seharusnya kamu bisa memahami hati Hilda."

Remuk redam hati Mayang. Dia tak menyangka bahwa lebih dari sepuluh tahun, dia baru tahu bagaimana suaminya yang sesungguhnya. Pria seperti inikah yang aku cintai selama ini? 

"Aku juga wanita, Mas. Apakah Mas dan Hilda mengerti perasaanku?" Setelah mengatakan itu Mayang berbalik. Dia berjalan sepanjang koridor dengan kaki gemetar. Susah payah dia menjaga air matanya agar tak jatuh, tapi apa mau dikata jika bendungan di matanya telah roboh. Benarkah mahligai cinta itu sudah tak ada lagi di antara mereka? Benarkah bunga-bunga yang layu kemudian luruh dan tergantikan dengan kuntum bunga yang baru mekar? Mayang benar-benar tak mengerti. Namun, demi Andi dan Putri dia akan terus berjuang. Jika hidup tanpa Alex sama dengan dia kehilangan sebagian hidupnya, maka hidup tanpa anak-anaknya Mayang bagaikan manusia tak bernyawa. Mati.


***Bersambung ....

0 Comments