Bunga itu Masih Mekar. Bagian 13

 

"Mas ...." Hilda mengusap lembut dada Alex yang masih basah oleh keringat. Semenjak percintaannya malam ketika Putri menangis mencari Mayang, Alex dan Hilda kembali dekat. Mulanya mereka hanya bercerita sedikit tentang masa lalu setelah menidurkan Putri di kamar Alex. Namun, saat mata mereka saling berpandangan, percikan itu datang tanpa diundang. Alex langsung memeluknya dan Hilda menyambutnya dengan gembira. Inilah saat yang dia tunggu. Saat-saat yang selalu ia rindu di mana lelaki itu mencumbu dan memagut bibirnya yang ranum. Dan kebetulan pula saat di dapur tengah malam ketika mereka baru pulang dari taman bermain, Hilda melihat sosok Mayang yang telah kembali. Dia berpikir inilah saatnya mengatakan bahwa Putri anak mereka. Anak yang dilahirkannya dari benih Alex. Pria yang seharusnya haram untuk disentuh, tapi apa yang bisa Hilda lakukan jika hasrat terlarangnya sudah bertumbuh? Lagipula, bukan hanya dia saja yang berdosa. Alex pun ikut menikmati dosa yang mereka buat bersama.

"Aku kangen Putri, Mas. Kapan dia akan kembali ke rumah ini?"

Dibelainya rambut Hilda dengan lembut dan penuh kasih. "Aku kan sudah berjanji akan membawa Putri padamu. Kamu harus sabar, ya?"

"Tapi sampai kapan? Sudah seminggu Putri pergi. Jangan-jangan Mas mau mengingkari janji?"

Ya, Alex telah berjanji pada Hilda. Menebus kesalahannya yang lalu. Dan kini wanita itu hanya ingin menagihnya. Salahkah dia menangih hal yang telah dijanjikan? Dan siang itu, Alex memenuhi janjinya. Dia pergi ke rumah mertuanya untuk mengambil Putri. 

Kebetulan ketika Alex datang, Rahman sedang ada di sana membicarakan tentang perceraian Mayang. Mayang tidak menuntut harta gono-gini. Yang dia inginkan hanyalah Andi dan Putri. 

"Untuk apa ke mari, Mas?" tanya Mayang dingin, sedingin es di kutub utara. Tanpa basa-basi, Alex langsung masuk ke dalam dan duduk di sofa. 

"Aku ingin mengambil Putri."

"Tidak. Putri anakku yang sah secara hukum!"

"Putri juga anakku. Dan aku akan menikahi ibu kandungnya setelah perceraian kita."

Tubuh mayang terhuyung. Hampir saja dia terjatuh jika Rahman tidak menopangnya. Dan kini, Mayang benar-benar merasa tak mengenali pria yang masih menjadi suaminya. Benarkah dia adalah Alex Bramantyo? Atau dustakah cinta pria itu selama ini terhadapnya? Dan barulah kini Alex menampakkan sifat aslinya.

***

Mayang tak nafsu makan setelah pertengkarannya dengan Alex. Dia tak mau menyerahkan Putri dan akan memilih pengadilan sebagai jalan tengahnya. Biarlah hakim yang memutuskan dengan siapa Putri berhak tinggal. Ibu kandung yang telah membuangnya atau ibu angkat yang selama tujuh tahun memberinya hidup dan kasih sayang. Namun, Mayang bertambah pusing saat Rahman memberinya beberapa pertanyaan. Benarkah Mayang Rela mengumunkan di depan umum bagaimana kisah kelahiran Putri? Bahwa Putri adalah anak haram yang lahir dari perempuan dan juga suaminya? Kemudian tanpa sepengetahuan siapa-siapa, justru ayahnyalah yang mengadopsi anak itu sendiri? Bagaimana orang akan berpendapat tentang Putri? Bagaimana jika orangtua teman-teman sekolah Putri tahu lalu mereka melarang anak-anaknya untuk bermain dengan Putri karena statusnya terlalu rumit? Setega itukah Mayang akan melakukannya hanya untuk mendapatkan hak asuh? Sekejam itukah sampai dia mau menyakiti putrinya sendiri? 

"Mama kok gak makan?" tanya Andi yang baru selesai makan. Sejak tadi dia memperhatikan mamanya yang sedang melamun.

"Mama gak lapar, Sayang. Kalau sudah selesai makan, Andi dan Putri ke kamar dulu, ya. Belajar sama Mbak Puji."

Kedua anak itu langsung mengikuti Puji ke kamar. Tanpa drama dan tanpa bantahan seolah-olah mereka tahu bahwa Mayang sedang tidak baik-baik saja. 

"Bagaimana keputusanmu, May?" tanya Rahman yang malam itu ikut makan malam bersama. "Aku akan mendukung apa pun keputusanmu."

Mayang menoleh pada kedua orangtuanya.  Mencari bantuan, penunjuk arah, ke manakah dia harus mengambil arah?

"Kami mendukung juga apa pun keputusanmu," kata ayah pelan. "Tapi kalau boleh usul, benar apa yang dikatakan Nak Rahman. Psikologis Putri lebih penting. Ayah yakin saat dia dewasa nanti, dia akan tahu siapa ibunya yang sesungguhnya."

Mayang tak mampu berkata-kata lagi. Jika memang harus seperti itu, dia tak tahu lagi bagaimana harus hidup tanpa Putri.

***

Sidang perceraian Alex dan Mayang berjalan lancar. Tidak ada tuntutan apa-apa termasuk soal hak asuh. Mayang memutuskan tidak akan membawa perkara anak ke pengadilan. Dia tak ingin Putri dan Andi tertekan. Dia juga tak ingin semua orang tahu bagaimana cara kelahiran putrinya. Biarlah mereka tahu jika suatu saat mereka sudah dewasa. Dan jika saat itu tiba, Mayang yakin bahwa mereka tak akan merasa punya ibu tiri. Bahwa ibu yang tak pernah melahirkan pun bisa menyayangi mereka bahkan melebihi ibu kandungnya sendiri. Dan hari itu juga sesuai kesepakatan, Mayang-lah yang mengantarkan Putri ke rumah Alex. Ke rumah yang suatu kali pernah menjadi surga baginya. Putri menangis, meronta, tapi Mayang dengan cucuran air matanya tak pernah berbalik lagi. Sekuat tenaga dengan menggenggam tangan Andi yang berjalan di sampingnya dia meninggalnya Putri bersama Puji dan keluarganya. Dia terus berjalan ke depan tak peduli sekeras apa Putri memanggilnya. Jika saat ini ada seorang ibu yang paling kejam, yang paling jahat, Mayang merasa ibu itu adalah dirinya. Jangan maafkan Mama, Sayang ... jangan maafkan Mama ....



***Bersambung ....


0 Comments