Bunga itu Masih Mekar. Bagian 14

 

Sepuluh tahun sudah terlewati sejak Mayang meninggalkan Putri di rumah mantan suaminya. Dan sejak saat itu pula tak sehari pun berlalu tanpa bayangan Putri. Wanita itu selalu mengingat bagaimana tawa Putri, bagaimana manjanya anak itu, dan bagaimana usilnya terhadap Andi. Sesekali jika rasa rindu itu tak tertahankan lagi, Mayang akan mengunjingi bekas rumah yang dulu pernah dihuni Alex. Dia tidak tahu ke mana mantan suaminya pindah dan sejak saat itulah rasa bersalahnya pada Putri semakin mendalam. Bencikah anak itu padanya? Dendamkah Putri pada Mayang karena telah menelantarkannya? Dan rasa sakit itu pun makin berkecamuk di hatinya. 

"Ngelamunin Putri lagi, Ma?" tanya Andi yang kini telah beranjak dewasa. Dia menjelma menjadi pemuda yang tampan dan menjadi idola di SMA-nya. Sebagai ketua tim basket sekolah, tak jarang Mayang menemukan surat cinta di tas sekolah anak sulungnya. "Mama harus makan." Andi mengambilkan sepotong ayam goreng ke piring mamanya. Setelah perceraiannya dengan Alex, Andi memang berubah menjadi anak yang pendiam. Dia juga menjadi semakin sensitif. Saat Mayang sendirian dan diam-diam menangis memandangi foto Putri, Andi selalu datang lalu duduk di sampingnya. Anak itu tidak akan mengatakan apa-apa. Dia hanya akan diam dan memeluk Mayang seolah-olah berkata masih ada dia yang akan menguatkan mama. 

"Terima kasih, Sayang. Bagaimana lombanya hari ini?" 

"Menang lagi. Andi sampe bosen menang melulu."

Duh, sombongnya. Mayang tersenyum lebar. Itulah putranya. Terkadang dia memang sombong dan terlalu percaya diri, tapi menurut Mayang, semua itu seimbang dengannya. Andi memang pintar dalam pelajaran sekolah. Selalu nomor satu di sekolahnya. Dalam olahraga juga bagus. Lalu, tak masalah kan kalau sedikit sombong?"

"Kalau bosen menang, ya jangan main, dong!" seloroh Dira yang baru duduk di kursinya lalu menyomot ayam goreng laos kesukaannya. Gadis berumur sembilan tahun itu langsung habis dua potong sekali duduk.

"Kalau gak main, badan pegel, Dir. Emangnya kamu, tahunya baca komik!"

"Mah! Kak Andi nakal lagi, nih!" Dira memonyongkan bibirnya dengan sebal. Andi memang selalu mengejek adiknya, tapi meskipun begitu Andi juga sangat menyayangi Dira. Sejak dia tahu bahwa Mayang hamil, sejak itu pulalah Andi dipaksa dewasa karena keadaan.

Mayang mengatakan bahwa dirinya hamil seusai bercerai dengan Alex. Dan sebenarnya alasan Mayang kembali lebih awal dari Singapura adalah karena dia ingin memberitahu bahwa dirinya hamil. Bahwa di rahim Mayang, tumbuh janin yang selama tujuh belas tahun dinanti. Namun, tak sempat mengatakannya, mahligai rumah tangganya hancur diterjang badai. Dan setahun setelah kejadian itu, ayah Mayang meninggal. Disusul ibunya setahun kemudian. Dan tinggallah Andi satu-satunya pria di rumah itu. Dia merasa bertanggung jawab pada Mama dan Adiknya. Dan di usianya yang kedua belas, akhirnya Mayang menceritakan kebenaran tentangnya. Andi tidak marah. Tidak juga kecewa. Justru rasa sayangnya kepada Mayang semakin bertambah. Kasihnya kepada Dira, melebihi cintanya pada diri sendiri. Jangankan hanya menemani Dira di saat Mayang sibuk mengurus perusahaan ayahnya, nyawa pun akan Andi berikan jika diminta. Tak peduli walaupun Mayang bukanlah ibu kandungnya, tapi Andi tahu bahwa kasih sayang mamanya jauh lebih besar daripada orang yang telah melahirkan dan menyerahkannya pada panti asuhan.

"Kamu jangan membenci ibumu, Sayang. Dia adalah korban dari keadaan," kata Mayang setelah mengatakan kebenaran. 

"Mama tahu siapa ibu Andi?"

Mayang menggeleng. Namun, keesokan harinya dia meminta tolong pada Bu Jarwo. Wanita itu merasa bersalah pada Mayang. Gara-gara keponakannya, rumah tangga Mayang dan Alex hancur. Itulah sebabnya Bu Jarwo mencari tahu di mana ibu kandung Andi. Dan setelah susah payah mencari, akhirnya Bu Jarwo menemukan gadis yang ayahnya datang ke panti dua belas tahun lalu. 

"Namanya Widia, Bu. Bekerja sebagai dokter anak di RS. Jayakusuma." 

Mayang kaget mendengar Bu Jarwo menyebut nama itu. Alangiah sempitnya dunia ini pikir Mayang. Bukankah dokter Widia adalah dokter anak yang dia datangi ketika Dira sedang sakit. Dan Dokter Widia pulalah yang membantu kelahiran Dira.

Setelah menanyakan apakah Andi ingin bertemu dengan ibu kandungnya, barulah Mayang mengatur pertemuan mereka. Dokter Widia kaget kaget bukan main. Jadi, selama ini anak yang dikenalnya adalah anak kandungnya yang pernah dia telantarkan? Widia langsung berlutut di depan Andi, memohon ampunan karena telah membuangnya. Dan Andi pun langsung memeluknya. Menghapus air mata wanita berusia duapuluh sembilan tahun itu. Hidupnya pasti berat dan dia tak mau menyalahkan ibunya. Tidak pula menyalahkan kakeknya yang telah lama meninggal. 

"Ma, jadi Kak Andi dan Dira punya dua Mama?" tanya Dira yang saat itu masih berusia lima tahun.

Mayang dan dokter Widia berpandangan lalu tertawa. "Iya, Sayang. Dira dan Kak Andi sekarang punya dua Mama."



***Bersambung ....

0 Comments