Bunga itu Masih Mekar. Bagian 4

 

Bunga itu masih mekar

"Saya yakin Bu Mayang pasti cocok dengan yang satu ini!" kata Bu Ajeng, petugas agency yang dulu membantunya menemukan Kani dan Puji. "Baru masuk agency kemarin, tapi saya yakin sesuai kriteria yang Ibu inginkan."

"Sudah punya pengalaman?"

"Sudah. Dia janda beranak satu, tapi anaknya sudah meninggal."

"Cantik?"

Bu Ajeng tak langsung membalas. "Ya, namanya perempuan pasti cantik, Bu."

Kalau ganteng, namanya laki-laki. Ingin rasanya Mayang menyahut seperti itu, tetapi ditelannya saja mentah-mentah kalimat yang baru sampai kerongkongannya. Dulu waktu memilih Puji dan Kani, dia tak pernah peduli apakah mereka cantik atau tidak. Yang penting bagi Mayang, dia cocok dengan mereka. Namun, entah mengapa sekarang semua itu terasa begitu penting. Memang apa salahnya kalau cantik? Toh, Mayang juga masih cantik. Bentuk tubuhnya tak kalah dengan gadis umur dua puluhan. Selain itu, suaminya toh sehari-hari bekerja. Kalau Minggu, dia akan menghabiskan waktu bersama anak-anak. Ah, perasaan macam apa ini? Pikir Mayang resah. Tidak seharusnya dia mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu. Namun, begitu dia masuk ke dalam ruangan dan melihat seorang wanita yang sedang duduk, entah kenapa ada sedikit rasa iri timbul di hatinya. Dia tinggi semampai dan pinggungnya terlihat ramping. Bagian dadanya juga bagus dan membusung, barangkali karena dia pernah melahirkan dan menyusui. Sementara wajahnya seperti blasteran timur tengah dan negara barat. Hidungnya menjulang tinggi dengan mata kecoklatan. Sungguh perpaduan sempurna dengan bibirnya yang mungil kemerahan. Mayang merasa wajah itu tak asing lagi. Dia merasa pernah bertemu dengannya, tapi entah di mana dan kapan Mayang tak ingat sama sekali. 

"Selamat siang, Bu Mayang, Bu Ajeng," sapa Hilda bangkit dari kursinya. Mayang langsung menyalami Hilda kemudian duduk di sofa. 

"Terima kasih sudah mau mewawancarai saya, Bu."

"Justru saya yang berterima kasih karena kamu mau ke sini. Kamu bisa Bahasa Inggris? Anak-anak ingin punya Mbak yang bisa Bahasa Inggris."

"Bisa, Bu. Kebetulan saya pernah bekerja di hotel bintang lima. Kalau cuma percakapan sederhana, saya bisa mengimbangi."

Mayang manggut-manggut dan memperhatikan Hilda dari atas sampai bawah. Sikapnya juga baik, sopan, tidak terlihat genit, dan yang pasti dia nampak bisa bekerja. Tak ada tanda-tanda perempuan yang suka menggoda suami orang. Pikir Mayang lega.

"Di rumah saya tidak banyak pekerjaan. Tugas babby sitter hanya untuk menjaga anak-anak dan menemani bermain. Untuk bersih-bersih, masak, ada sendiri. Mereka hanya datang di pagi hari, lalu sore pulang. Soal makanan, biasanya saya yang memasak. Suami saya hanya di rumah kalau hari Minggu saja. Kamu boleh libur dua minggu sekali, gantian sama yang lain. Gimana?"

"Tidak masalah buat saya, Bu. Kapan saya mulai bekerja?" 

"Kalau hari ini sudah siap, kamu boleh ikut saya pulang." 

Hilda tersenyum ramah lalu berpamitan untuk mengambil tasnya yang hanya berisi pakaian. Termasuk pakaian bayi yang pernah dilahirkannya tujuh tahun lalu ....

***

"Pa, kepangin rambutnya Barbie dong, Pa. Kepangnya Mbak Puji jelek, Pa. Tuh, rambutnya jadi kusut." Putri memberikan bonekanya pada Alex yang sedang memperbaiki mobil-mobilan Andi. Rodanya copot. Seperti biasa, setiap hari Minggu adalah waktunya Alex untuk keluarga. Belum juga dia bangun, anak-anaknya pasti langsung masuk ke kamar dan menyerbu papa mereka. 

"Antri, dong. Papa kan lagi benerin mobil aku."

"Ah, mobilmu kan memang sudah jelek. Makanya rusak terus!" Putri menimpali sambil menjulurnya lidahnya.

"Berbimu juga jelek. Weeeks! Rambutnya aja udah gundul. Kayak nenek-nenek peot!"

Alex tak bisa menahan tawanya lagi. Kalau sudah ribut begini, pasti gak ada yang mau ngalah. Keduanya berebut perhatian papanya. "Ah, Papa. Papa kok ketawa, sih?" Putri bergelayut manja di pangkuan Alex dan Andi juga tak mau kalah. Dia melingkarkan tangan di leher Alex dan bergelayutan di sana. 

"Pa, ayo Pa kita naik bom bom car," kata Andi dengan suaranya yang menggemaskan.

"Ke istana Berbie aja, Pa. Ada pertunjukan di sana." Putri menimpali sambil memonyongkan bibirnya. Kalau sudah begitu, Alex akan tiduran di lantai dan menggelitiki anaknya sampai mereka lelah tertawa. Namun, tawa itu terhenti ketika Mayang melewati pintu bersama seorang perempuan dengan seragam nanny. 

"Mama!" Andi dan Putri berteriak lalu berlari riang menyambut Mayang. Wanita itu memeluk mereka dan menciumi kedua anaknya secara bergantian. Hilda yang melihat pemandangan itu merasa terenyuh sekaligus iri. Sungguh hangat keluarga itu. Kemudian matanya tertuju pada seorang pria yang tengah menatapnya. Tatapan kaget sekaligus tak percaya ....



***Bersambung ....

0 Comments