Izinkan Aku Mengobati Lukamu. Bagian 6

 


"Udah sampai belum sih, Pak?" rengek Putri gemas. Padahal dia tahu kalau jalanan sedang macet.

"Macet, Non Put."

"Gini, nih. Makanya Putri gak suka diantar Pak Supri. Macet! Gak bisa nyelip sana sini!"

"Ya, mau gimana lagi, Non? Pak Supri kan cuma ngikutin kata Ibuk kalau Non Putri gak boleh bawa motor lagi."

Putri membanting tasnya ke kursi. Sejak kecelakaan itu Mayang memang menyita motornya. Tak boleh dipakai lagi sekeras apa pun Putri meminta. "Putri kesel deh sama Mama. Putri mau kos aja!"

Pak Supri tersenyum lembut. "Memangnya Non Putri betah ngekos di kamar yang sempit? Bisa cuci baju sendiri? Bisa nyetrika?"

"Kan ada loundry, Pak."

"Hiii ... kalau laundry-nya dicampur sama yang pakaiannya dipakai orang panuan gimana?"

"Ah, Putri jadi merinding nih, Pak. Gara-gara Pak Supri nih pikiran Putri langsung membayangkan yang jorok-jorok."

Pria itu tertawa melihat wajah putri yang kegelian. "Lah, Non Putri cuci piring sendiri aja gak bisa. Kalah sama Non Dira."

Putri tidak tersinggung sedikit pun atas ucapan Pak Supri. "Itu Mah Dira aja yang terlalu rajin, Pak. Kecil-kecil udah belajar nyuci piring." Dan tanpa terasa Putri sampai di kampusnya. "Berhenti di sini aja deh, Pak."

"Yakin? Jalan kakinya masih jauh, loh."

"Yakkin!" 

Pak Supri berhenti dan Putri pun langsung dari turun dari mobil. "Hati-hati, Pak. Jangan kecantol gadis pinggir jalan!" goda Putri yang langsung berjalan kaki menuju gerbang kampus. Dan baru saja dia memasuki halaman kampus, bajunya kecipratan air kubangan ketika sebuah motor lewat dengan arogannya.

"Sialan!" Putri langsung berlari mengejar motor itu. "Eh, berhenti!"

Pria itu memakirkan motor dan melepas helemnya. Begitu dia melihat gadis yang datang-datang langsung mendampratnya, Leo hanya tersenyum dan mengerlingkan mata. 

"Eh, minta maaf, dong. Lo udah ngotorin baju gue, nih."

"Lho, kenapa gue harus minta maaf? Baju lo kan kotor karena kecipratan air comberan."

"Iya. Dan air itu nyiprat karena lo bawa motornya ngebut!"

Leo hanya tertawa kemudian mendekati Putri yang wajahnya sudah memerah. "Mau jadi pacar Abang gak, Neng? Nanti bisa naik motor yang cakep itu."

Kurangajar betul berandalan itu! Pikir Putri kesal. Motornya memang bagus, persis seperti pembalap. Dan dari tampangnya, dia juga gak jelek-jelek amat. Dari bajunya yang necis dari ujung kaki sampai ujung kepala, semuanya merk ternama. Pasti anak orang tajir, tapi apa gunanya kaya kalau kelakuan minus!

***

"Nunik gak ikut?" tanya Juwi yang tak pernah ketinggalan kalau Putri bilang mau neraktir. 

"Sibuk urusan kantor," jawab Putri yang masih bete karena bajunya masih kotor. Susah ngilangin nodanya meski sudah dikucek sampai tangannya lecet. 

"Gak makan lo, Put?" Dina menyendoki alpukat yang ada di es telernya. Siang-siang gini makan es teler, memang paling yahud!

Putri memonyongkan bibirnya dengan kesal. "Males gue. Liat kalian berdua aja udah kenyang."

"Kenapa sih, lo? Kayak perawan mau kawin aja."

"Gue masih bete sama mahasiswa yang tadi pagi ...." Belum sempat Putri melanjutkan kata-katanya, Leo yang sedang dikerubungi cewek-cewek kampus yang bagaikan lalat menyapanya. 

"Hai, Cantik. Lo makan di kantin ini juga? Mau gue traktir?"

"Ogah. Tuh, traktir aja pacar-pacar, lo!"

"Jangan bilang lo cemburu?"

Putri langsung memalingkan muka dengan jengkel dan langsung merebut bakso dari tangan Juwi yang protes baksonya dicomot. 

"Lo pesen lagi deh, Juw. Gue mendadak pengen makan orang!"

***

Putri sedang menunggu tukang ojek yang dia pesan. Sore-sore gini dia malas dijemput Pak Supri. Sudah dijamin pasti macet karena tak hanya dia saja yang pulang kuliah. Pegawai pabrik, kantoran, mereka juga sudah waktunya pulang. 

"Leo ganteng banget, ya. Keren, cool. Anak pejabat lagi."

Putri memasang telinganya lebar-lebar karena dia tahu mahasiswa yang sedang mereka bicarakan.

"Lho, kok lo tahu?"

"Seluruh kampus juga tahu siapa dia! Kalau bukan karena jabatan bapaknya, sudah di DO tuh orang."

"Previlage."

"Iya, habisnya mau gimana lagi? Daripada urusan sama orang gedean. Ya, kan?"

Putri manggut-manggut ketika ojeknya tiba. Dan baru saja dia akan naik, Leo sudah muncul di depannya. "Penumpangnya saya ambil ya, Pak. Ini ongkosnya!" Pemuda itu memasukkan uang lembaran ke dalam saku tukang ojek dan dengan kurangajarnya mengangangkat tubuh Putri ke atas motornya tak peduli bagaimana Putri meronta dan memukulinya, dia tak juga menyerah. 

"Pegang pinggang gue kalau gak mau jatuh!"

Terpaksa Putri melingkarkan tangan di perut pemuda yang naik motornya seperti dikejar setan itu. Dia tak bertanya ke mana dirinya hendak dibawa, yang jelas dia merasa ketakutan. Gadis itu takut kalau Leo tak hanya bersikap kurangajar, tetapi juga melakukan hal tak bermoral padanya. 


***Bersambung ....

0 Comments