Saga dan Kenanga. Bab 12


 "Bagaimana tidurmu, Dew? Aku harap kamu bisa tidur dengan nyenyak," ucap Kenanga yang sedang mengoleskan selai pada roti untuk sarapan ketika Dewi baru saja bergabung dengan mereka di meja makan untuk sarapan. Gadis itu langsung duduk tanpa rasa rikuh sedikit pun. Apalagi di meja makan tersaji berbagai menu sarapan yang menggiurkan. Dengan gajinya yang pas-pasan, Dewi tak bisa membeli makanan yang terlalu mahal. Dia harus puas hanya dengan sarapan bubur ayam yang sering nongkrong di depan kosnya. 

"Nyenyak kok, Mbak,"  katanya berdusta. Padahal, bagaimana dia bisa tidur jika semalaman kamar di sebelahnya begitu berisik. Dia heran bagaimana rumah sebesar ini tidak kedap suara. Ah, hampir semalam suntuk Dewi menelan kejengkelannya ketika mendengar suara berisik dari kamar Saga dan Kenanga. Dia tak tahu kalau Kenanga yang sedang hamil ternyata memiliki nafsu yang begitu besar. Ah, pantas saja Sagara tak tergoda olehnya. Padahal, apa yang kurang dari Dewi? Biar pun ekonominya pas-pasan, tetap saja penampilannya maksimal. Barang yang menempel di kulitnya tak ada yang berharga murahan meski dibelinya tak menggunakan uangnya sendiri. 

"Baguslah," ucap Saga sambil memasukkan bistik ke dalam mulutnya. "Kalau tidak betah tinggal di sini, saya akan mencarikan kontrakan yang aman buatmu." Lanjut Saga lagi tanpa melihat sedikit pun ke arah Dewi. Dia tahu bahwa semalam gadis itu bisa mendengar jeritan dan lenguhan istrinya, tetapi dia tak peduli. Ini adalah rumahnya, dia bebas melakukan apa pun yang dia inginkan.

"Ah, saya betah kok, Pak. Saya masih trauma tinggal di kos-kosan. Saya takut diganggu lagi."

"Kami akan mencarikan kos yang bagus untuknu, Wi. Yang pengamanannya satu kali duapuluh empat jam," sahut Kenanga santai. Dia tak tahu kalau Dewi masih terngiang-ngiang kejadian semalam.

"Tapi ...." Dewi meremas tangannya. Kalau harus indekos di tempat elit, dari mana Dewi bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

"Tenang saja, perusahaan yang akan membayarnya," kata Saga datar. Dia tahu gadis seperti apa Dewi. Matrealistis dan ingin hidup mewah tanpa bekerja keras. 

Dengan cepat Dewi menolak. Bukan tak enak, tetapi dia tak mau terlalu ketara bahwa dia memiliki niat yang buruk. Yaitu, mendapatkan kesenangan dengan cara instant. 

***

Dewi turun dari mobil Sagara dengan dada yang membusung dan perasaan bangga. Semua karyawan yang ada di lobi terheran-heran dan bertanya, bagaimana bisa karyawan baru seperti Dewi bisa dekat dengan bos mereka?

"Terima kasih, Pak. Anda sangat baik," kata Dewi sesaat sebelum menutup pintu mobil. Saga hanya diam tanpa membalas sepatah kata pun dan meminta supir untuk menjalankan mobil. Kalau bukan atas permintaan istrinya, mana mungkin dia mau duduk bersebelahan dengan gadis genit itu yang selelu mencoba untuk merayunya.

"Dewiii!" teriak salah seorang karyawan yang melihat Dewi hendak memasuki lift. Dengan segera dia berlari dan menyusul Dewi yang telah berada di dalam lift dengan perasaan pongah dan percaya diri.

"Tadi ... tadi aku melihatmu turun dari mobil pak Sagara. Itu benar kamu kan, Wi? Aku tidak salah lihat, kan?"

"Ah, kamu melihatnya ternyata. Aku jadi malu."

"Lho, malu kenapa? Ada hubungan apa kamu dengan pak Saga?"

Dengan gaya tersipu malu, Dewi langsung menjawab,"Gak ada hubungan apa-apa, kok. Kebetulan saja kami bertemu di jalan."

Karyawan itu tak percaya dengan kata-kata Dewi. Mana mungkin Saga menghentikan mobilnya hanya karena bertemu dengan Dewi di jalan? Pasti ada hubungan khusus antara mereka berdua! Dewi tersenyum melihat raut wajah Widia dan dia merasa berhasil karena telah berhasil membuat gadis itu berasumsi seperti yang diinginkan.


0 Comments