Karma untuk Keluarga Suamiku Bab 14

Novel viral

 Tidak ada perubahan yang berarti selama di rumah sakit jiwa. Kemuning tetap lebih suka mengurung diri di kamarnya daripada bermain-main dengan ODGJ lain. Dia juga sering menolak makan minum. Saat akan dimandikan, Kemuning juga aka mengamuk. Diabtidak suka diajak bicara apalagi disentuh. Tentu saja kecuali dengan Mbok Jarni. Hanya dengan wanita tua itulah Kemuning merasa aman dan tidak akam disakiti. 


Selain itu suaminya, Dimas juga tidak pernah menjenguk Kemuning dibrumah sakit jiwa dan hanya Mbok Jarni yang sering datang. Itu pun belakangan Mbok Jarni jarang datang karena penyakitnya sering kambuh. Tubuhnya semakin renta dan sulit untuk diajak bekerja karena faktor usia.

"Pak, saya mau ngomong," kata Mbok Jarni ketika Dimas sedang sarapan. Lelaki itu makan dengan lahap seperti biasanya. Tanpa rasa bersalah sedikit pun pada istrinya. Mbok Jarni sendiri heran dengan Dimas. Entah sejak kapan lelaki itu menjadi tidak berbudi, jahat, dan kehilangan sisi kemanusiannya. 

"Ngomong apa, Mbok?" tanya Dimas dengan enteng.

Wanita tua itu melirik ke arah wanita yang duduk di samping Dimas dengan tatapan tidak suka. Ketika Kemuning belum dibawa ke rumah sakit jiwa, wanita itu memang sering menginap di sini, tetapi saat Kemuning sudah dibawa ke rumah sakit jiwa, wanita itu tinggal di sini bahkan tidur sekamar dengan majikannya.

Layaknya nyonya rumah, wanita itu sering memerintah Mbok Jarni dan kalau tak puas hatinya, tidak jarang ia akan mendamprat pembantu yang sudah renta itu. Kalau tidak mengingat bagaimana baiknya Dimas dan Kemuning padanya, detik itu juga Mbok Jarni akan keluar dari rumah majikannya.

Sungguh kelakuam wanita itu sangat berbeda dengan Kemuning yang sama sekali tidak pernah meninggikan suara padanya dan hampir tak pernah menyuruhnya. Mbok Jarni sendiri heran, apa sih yang dilihat Dimas dari wanita itu? Cantiknya pas-pasan, kelakuannya juga kayak setan. Ah, pasti sudah diguna-guna.

"Saya mau keluar, Pak." Mbok Jarni berkata selembut mungkin agar majikannya tidak merasa tersinggung.

"Lho, kenapa? Gajinya kurang ya, Mbok? Atau kerjaannya yang terlalu berat?"

Mbok Jarni menggeleng pelan. Dimas memang tak pelit kalau soal uang. Gajinya juga lebih dari cukup. Dokter, tunjangan, semua ditanggungnya. Namun, bukan hanya itu masalahnya. Dia tak tahan lagi bekerja di rumah ini. Dia tak mau melayani perempuan yang bukan majikannya. Pantang Mbok Jarni mengkhianati kepercayaan Kemuning. Biarpun hanya sworang pembantu, Mbok Jarni juga memiliki prinsip yang dia anut.

"Badan saya sudah sering sakit-sakitan, Pak. Kaki saya juga susah diajak jalan."

Dimas mendesah kecewa. Mbok Jarni sudah sangat lama bekerja padanya. Masakannya enak. Pekerjaan selalu beres. Rumah selalu bersih. Sangat sulit mencari pembantu yang seperti dirinya di zaman sekarang ini. 

Meskipun berat melepaskan Mbok Jarni, Dimas tidak punya pilihan lain. Wanita itu memang sudah renta dan sudah waktunya untuk beristirahat. Dia tak mungkin memaksa Mbok Jarni untuk tetap kerja dengannya. 

"Makasih ya, Mbok sudah menjaga keluarga saya selama ini. Jangan lupa nanti ambil pesangon di meja kerja saya."

"Mas, ngapain sih dikasih pesangon? Gajinya kan sudah gede," protes wanita itu sambil melirik ke arah Mbok Jarni. 

Karena merasa tak enak hati, Mbok Jarni pun menyahut. "Gak perlu pesangon, Pak. Selama ini Pak Dimas dan Bu Ning sudah sangat baik sama saya."

"Tidak apa-apa, Mbok. Ambil saja. Mbok kan sudah lama ikut saya. Uangnya nanti buat jajan cucu-cucu Mbok Jarni."

Mbok Jarni tak bisa menolak lagi. Dia juga tak peduli saat wanita itu memandangnya sinis. Sekali lagi dia menyanyangkan perubahan sikap Dimas yang sangat drastis. 


Karena tidak lagi tinggal di rumah Dimas, Mbok Jarni kembali ke rumahnya sendiri yang tak jauh dari komplek perumahan milik Dimas.

Rumah sederhana bergaya belanda itu sudah ditempati secara turun temurun. Sejak suaminya meninggal, kini Mbok Jarni hanya tinggal bersama anaknya yang bungsu dan ketiga cucunya.

"Mbok sudah tidak kerja lagi di rumah Pak Dimas, Bu," kata Mbok Jarni ketika siang itu mengunjungi Kemuning.

Seperti biasa Kemuning hanya diam. Sama sekali tidak memberi respon. Tatapannya kosong ke depan dan tubuhnya yang kurus hanya tinggal tulang karena dia menolak makan. Kalau dipaksa makan, Kemuning akan mengamuk dan berusaha kabur dari rumah sakit. Rambutnya yang kumal, badannya yang bau juga sampai dihinggapi oleh lalat.

Pedih rasanya hati Mbok Jarni melihat bekas majikannya begitu. Sambil menahan tangis dia menunjuk ke arah Andreas yang berdiri di luar kamar Kemuning. Kamar itu diberi terali besi dan tidak semua pengunjung boleh masuk. "Ibu masih ingat itu? Pak Andreas. Bekas majikan Bu Ning dan orang yang membantu ngurus pemakaman Non Lia?"

Tak ada jawaban apa-apa, tetapi Kemuning menoleh ke arah lelaki itu. Lelaki yang tak berhenti menyalahkan dirinya sendiri karena selama ini dia tidak mencari kabar tentang Kemuning. Ia beranggapan bahwa menjauh dari Kemuning adalah hal terbaik karena dia tahu kalau Kemuning adalah perempuan bersuami.

Bahkan, saat Kemuning memberikan surat resign pun Andreas tidak menanyakan kabar Mantan karyawannya itu. Dia berpikiran bahwa Kemuning adalah perempuan kuat yang akan bisa menhadapi semua masalahnya sensiri dan dia juga berharap agar semuanya baik-baik saja hingga akhirnya kemarin Mbok Jum menghubunginya dan ingin bertemu.

Andreas pergi ke rumah Mbok Jum saat itu juga. Dia tak mau membuang waktu karena tak mungkin Mbok Jarni menghubunginya kalau tidak ada sesuatu yang mendesak.

Sesampainya Andreas di rumah Mbok Jarni, perempuan itu menceritakan semua yang terjadi pada Kemuning. Tidak ada yang dilebihkan, apalagi dikurangi. Termasuk bagaimana suaminya mengkhianati Kemuning yang sedang mengalami gangguan kejiwaan setelah kehilangan putri satu-satunya.

Mendidih darah Andreas mendengar cerita bagaimana keadaan wanita yang diam-diam dicintainya. Ingin sekali dia memberi pelajaran pada Dimas. Kalau memang lelaki itu tak lagi mencintai Kemuning, kenapa tidak menceraikannya saja? Bukankah itu lebih baik daripada menodai pernikahan mereka dengan perselingkuhan? 

"Maafkan Mbok, Bu. Kemarin terpaksa saya bilang ke Pak Andreas. Soalnya saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Oya, Bu Ning masih ingat Mbak Dira?"

Kemuning tidak merespon, tetapi Mbok Jarni memutuskan untuk melanjutkan ceritanya. "Mbak Dira sekarang tinggal sama Bapak, Bu."

Tidak ada ada reaksi dari Kemuning, tetapi matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kepedihan seolah dia mengerti apa yang dimaksud oleh Mbok Jarni.

Mbok Jarni tidak berkata-kata lagi. Dia hanya bisa memeluk majikannya itu dan mengelus kepalanya. Sungguh malang nasibmu, Nak. Setelah kehilangan anak, sekarang Tuhan mengujimu dengan pengkhianatan suamimu.

Sementara Andreas yang melihat pemandangan memilukan itutak berhenti memukuli tembok di depannya karena marah terhadap dirinya sendiri.

0 Comments