Suamiku Perkasa. Bab 26

 


©Morfeus Publisher

@Blacksugar


Disisi lain, Roy masih pusing mencari Gera. Ia dibuat frustasi olehnya. Sudah empat hari Luis belum juga menemukannya. Waktu yang sangat sebentar ini terasa bertahun-tahun bagi Roy. 

Luis juga sudah berkali-kali menghubungi Gera. Namun nihil, sama sekali tak bisa tersambung. Ia juga pusing, kemana harus mencari Gera. Melihat Roy setiap hari seperti orang gila, juga menjadi beban untuknya. 

"Luis, kemana lagi kita harus mencarinya? Aku benar-benar bisa gila!" Roy menggeram tak kunjung mendapatkan solusi. 

Roy sangat bingung kenapa ia sampai bisa jatuh dengan Gera. Ia sangat heran dengan hatinya. Sejak awal melihat wanita itu, ia seakan tak ingin dipisahkan. Segala cara ia lakukan, sampai menyuruh Luis memantaunya setiap waktu. 

"Tenanglah, Boss! Kita akan menemukan Nona Gera secepatnya. Anda tak perlu khawatir." Sampai-sampai Luis bingung harus menghiburnya dengan cara apa.

Semenjak Gera menghilang, Roy seringkali berlalu seperti orang gila. Pikiran kosong, bahkan tatapannya juga kosong. 

Dulu ia tak pernah mau, tak sudi jika seseorang menyentuhnya seinci pun itu. Namun sekarang, ia seolah tak sadar ketika ada beberapa wanita mencoba menyentuh dirinya. 

"Bagaimana bisa aku tenang, Luis? Seakan-akan setengah dari diriku hilang begitu saja." Tuturnya lemah. 

Memang benar, Luis menyadari itu semua. Tuannya menjadi lemah, dia yang dulunya sedingin es sekarang malah lembek. Tak ada lagi gebrakan meja, tak ada lagi umpatan, semuanya hening. Pikirannya terbawa bersama Gera. Wanita yang sudah berhasil memporak-porandakan hatinya. 

Malamnya Roy memutuskan untuk pergi minum ke club miliknya. Sudah lama sekali ia tak kesana semenjak Gera hadir dalam hidupnya. 

"Boss, mau minum?" Roy mengangguk saat salah seorang bartender bertanya. 

"Mungkin lebih baik Boss minum di private room saja. Disini terlalu bising. Nanti minumannya akan saya antarkan kesana." Tawar bartender.

Roy melihat sekeliling. "Hmm, baiklah. Bawakan beberapa botol untukku."

Roy beranjak pergi menuju salah satu ruang pribadi. "Ah ya, satu lagi. Jika ada yang mencari atau menanyakan keberadaanku, jangan bilang kalau aku ada disini." Bartender itu mengangguk patuh. Tidak ada yang berani menolak bahkan mengelak sedikit saja dari Roy. 


"Silahkan minumannya, Boss!" Ujar si pelayan tadi. Roy tak merespon sama sekali. Tatapannya tetap saja kosong. 

Roy membayangkan kehidupannya bersama Gera. Ia tersenyum, terkekeh sendiri. Sudah mirip orang gila. 

Ia meneguk minuman dari botol seolah minuman itu bukan minuman keras. Mungkin saja Roy merasakannya seperti minum air biasa. Enteng dan sangat ringan di tenggorokannya. 

"Gera.. Gera... Mudah sekali kau menghancurkan hidupku. Sialan! Aku sudah terbang denganmu sampai angkasa tinggi, sekarang kau hempaskan aku." 

"Kau membuatku terjerembab di atas tanah tandus ini. Aku membutuhkanmu, Gera. Pulanglah. Dan aku tak akan membiarkanmu keluar dari hidupku. Sedikit saja celah yang ada, akan kututup permanen agar kau tak bisa pergi." Roy terus saja mengoceh sendiri. Ia benar-benar gila dan kehilangan akal sehatnya karena Gera. 

Sudah empat botol kosong. Ia mabuk dan meracau tak jelas. Yang dia bicarakan hanya Gera, Gera, dan Gera. Sungguh Gera sudah meracuni otaknya. 

"Rupanya kau disini, Roy! Aku mencarimu." Seorang wanita berdiri di ambang pintu ruangan itu. Roy memicingkan matanya untuk meneliti siapa dia. Karena penglihatan Roy buram akibat terlalu mabuk. 

"Gera, apa itu kau?" Panggil Roy.

"Gera! Kemarilah, babe!" Panggil Roy lagi. 

Wanita itu berjalan lenggak-lenggok mendekati Roy yang sedang duduk santai dengan botol minuman keras berserakan dimana-mana. "Wahh, dosis minummu ternyata bertambah pesat, Roy. Dulu kau hampir tak pernah menyentuh alkohol." 

"Kau bukan Gera? Siapa kau? Berani sekali menemuiku tanpa izin." Racau Roy tak jelas. 

Wanita itu terkekeh melihat kondisi Roy yang sudah di bawah pengaruh minuman. "Gera? Siapa itu Gera? Aku Dewi, sayang. Bukan Gera." 

Roy tercekat. "Dewi? Ada urusan apa kau kemari?" Ujar Roy dingin. 

"Hanya ingin menemuimu. Aku rindu, Roy." Ujar Dewi. 

Roy berdecih. "Persetan! Aku tak butuh rasa apapun darimu." 

"Ah, benarkah? Bukankah dulu kau selalu menginginkanku?" Tanya wanita itu membanggakan dirinya sendiri. 

"Jangan terlalu meninggikan diri, Nona. Aku tak pernah menginginkan wanita murahan sepertimu." 

"Pergilah!" Suruh Roy kasar.

Dewi mendengus kesal sembari duduk di dekat Roy. "Sudah kukatakan, aku tak mau pergi, Roy!" 

"Ternyata setelah apa yang sudah kuperbuat padamu, kau tak takut sama sekali. Murahan!" Umpat Roy. 

"Kenapa harus takut? Aku mencarimu karena membutuhkanmu, sayang." Ia berusaha mengelus pipi Roy yang sudah ditumbuhi banyak bulu halus. 

Dengan kasar Roy menepis tangan wanita itu. "Singkirkan tangan kotormu!"

"Kau nampak berantakan sekali. Sudah berapa lama kau tak dirawat?" Ujar Dewi memancing tatapan nyalang dari Roy. 

"Apa urusanmu? Kau bukan siapa-siapa. Dan jangan berhalusinasi untuk mengatur hidupku. Lebih baik kau keluar dan cari mangsa yang lain." Gertak Roy.


Emosi Roy memuncak saat wanita ular ini berusaha membuka bajunya di depan Roy. 

Praannggg.....

Dengan kasar Roy melempar botol alkohol hingga terpecah belah. "Jangan berbuat gila lagi, setan!" 

"Roy, jangan macam-macam dan turuti saja mauku." 

"Tidak akan. Bahkan jika aku harus mati karena tidak menurutimu, aku tak peduli. Kau sangat menganggu." Seru Roy berapi-api. 

"Roy! Ingatlah siapa aku ini. Jangan lupakan itu semua. Kau tak akan bisa diposisimu ini tanpa aku. Brengsek!" 

Roy mencekik wanita itu. "Kau membuatku geram. Sudah bosan hidup? Biarku akhiri hidupmu dalam sekali hentakan." Roy menggeram berusaha mengontrol emosinya. 


"Kuingatkan kau, Roy! Jangan macam-macam! Kau tak tahu apa yang bisa kulakukan pada Geramu!" 

Deg! Cengkraman Roy melemah. Apa yang terjadi pada Gera? Gera tak boleh kenapa-kenapa. Apa wanita ini yang menyembunyikan Gera?


***Bersambung


0 Comments