Saga&Kenanga-Season 2- Bab 3

Novel Saga dan Kenanga

 Kenanga baru saja selesai mengeringkan rambutnya ketika dia melihat Saga yang meringkuk di atas ranjang. Matanya terpejam dan terdengar suara dengkuran halus. 

"Sayang, kau sudah tidur? Sekarang kan baru jam delapan," ucap Kenanga sambil memoleskan krim malam di wajahnya. Biarpun mau tidur, penampilan Kenanga harus cantik. Tubuhnya harus wangi. "Sayang? Jangan bilang kau masih marah?" tanya Kenanga menyemprotkan minyak wangi ke arah tubuhnya yang terasa segar. Karena pria itu tak menjawab, Kenanga mendesah dan berjalan ke arah ranjang.

"Baiklah, kalau suamiku masih marah, lebih baik aku tidur di kamar Arga!" ucap Kenanga lagi pura-pura mengambil bantal dan mau tak mau Sagara membalikkan badan dan membuka matanya.

"Siapa yang marah?"

"Tentu saja kamu. Siapa lagi? Memangnya aku punya banyak suami?"

Saga menarik tangan Kenanga dan memintanya duduk di tepi rajang. Perlahan dia menggeser tubuhnya dan menaruh kepalanya di atas paha Kenanga.

"Kau sangat harum, Nga. Seperti bunga Kenanga di pagi hari saat musim semi pertama," ucap saga menciumi perut istrinya dengan lembut. Menenggelamkan wajahnya di pangkuan wanita yang paling dicintainya. 

"Dan kau kekanakan, Tuan Sagara!" balas Kenanga mengelus rambut suaminya dengan lembut.

"Kau mau pergi denganku, besok?"

"Ke mana?" 

"Kau harus membayarku kalau mau tahu jawabannya."

"Baiklah." Kenanga mengecup pelan kepala suaminya. "Aku sudah memberiku bayaran. Sekarang, katakan padaku ke mana kamu akan membawaku pergi?"

Sagara bangkit dari pangkuan istrinya dan perlahan membaringkan tubuh Kenanga. "Untuk sekarang, aku akan membawamu ku surga dunia," bisik Sagara pelan sebelum melumat lembut bibir istrinya dan melakukan apa yang sejak tadi dia inginkan.

"Berjanjilah padaku kamu tak akan berlebihan!" pinta Kenanga ketika Saga menyesap manisnya dada Kenanga yang telah meminta lebih. 

"Serahkan pada suamimu, Istriku. Kau sangat indah ... kalau tahu kau akan secantik ini saat hamil, aku akan mengejarmu bahkan kalau kau menolakku seribu kali," gumam Saga yang tak henti-hentinya takjub melihat kecantikan istrinya. Tubuh yang padat berisi dan tanpa cela. Dadanya yang semakin kencang dan membulat membuat dirinya seperti bayi yang igin terus menyusu dan tak pernah kenyang. 

"Kamu Pap yang rakus! Tidak mau kalah dengan anaknya!" Kenanga mengelus rambut suaminya dan memandangnya dengan tatapan penuh cinta. Tubuh suaminya juga tak kalah sempurna dengan binaragawan di luar sana. Otot-ototnya ada di bagian tubuh yang sempurna, rahang kokoh, bahu lebar, pinggul ramping dan punggung yang liat. Kenanga tak pernah bosan melihatnya. Terlebih lagi, cinta pria itu begitu besar untuknya. 

"Itu salahmu karena selalu membuatku menginginkanmu," balas Saga menghentikan bibir dan lidahnya lalu memandangi wajah Kenanga. 

"Aku mencintaimu, Sayang." Kenanga menarik kepala Saga dan mencium bibir lelaki itu dengan lembut. Sesangkan Saga sendiri berusaha untuk tidak menindih tubuh Kenanga. 

"Aku juga mencintaimu, Nga. Dulu, sekarang, dan bahkan nanti saat aku mati."

Kenanga menghentikan ciumannya. "Jangan bicarakan kematian. Kita baru melewati maut dan kesedihan. Bisakah kita membicarakan hal yang baik saja?"

"Kalau begitu, biarkan bagian diri kita yang lain yang bicara," ucap Sagara sebelum menenggelamkan dirinya di lautan dalam Kenanga. Lautan seluas segara.

***

Mobil yang dikendarai Saga dan Kenanga berhenti di depan rumah mewah yang memiliki banyak pohon rindang di halaman depan. Kenanga hampir tak percaya suaminya akan membawabua ke rumah ini, rumah di mana Maga dan Arga dilahirkan. Rumah di mana dirinya dan Bram pernah saling mencintai dan berbagi.

"Kau menyukainya?" tanya Sagara melihat ke sekeliling. Dia memang masih mempertahankan bangunan aslinya, tapi untuk taman dan juga interior Saga mengubahnya sedemikian rupa. Cat tembok berwarna putih dan perabotan dengan warna senada. 

"Aku tidak tahu harus bicara apa, Ga." Kenanga membuka pintu mobil dan melihat ke sekitarnya. "Kapan kamu mulai menata ulang rumah ini?"

Sagara yang keluar dari mobil pun langsung menjawab,"Sejak aku mengambilnya Bram. Jika kau mau, kita bisa tinggal di sini."

Kenanga cepat menggeleng. "Aku tidak mau tinggal di sini. Sekarang, rumahku bukan di sini. Biarkan anak-anak kita yang tinggal di sini kalau mereka sudah dewasa. Kamu tidak keberatan, kan?"

"Apapun kemauanmu, Istriku." Sagara menggandeng tangan Kenanga dan perlahan melangkah ke dalam rumah. Dan melihat itu semua, bayangan Magani muncul di pelupuk mata Kenanga. Foto anak-anaknya terpampang di setiap sudut ruangan. Sagara juga meminta pelukis untuk melukiskan Magani dan Argani. Kenanga tak sanggup menahan keharuan. Dipeluknya Saga dan perlahan air matanya meleleh. 

"Terima kasih, Ga. Terima kasih. Aku bersyukur Tuhan mengirimkanmu untukku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau kamu tidak ada."

"Inilah yang dinamakan takdir, Nga. Kau telah menikah, memiliki anak, dan aku sendirian. Kita tidak pernah bertemu setelah aku pindah sekolah. Namun, Tuhan berkata lain. Sejauh apapun kita berjarak, ketika Tuhan menakdirkan kita bersama, makan tak akan ada penghalang."

Kenanga hanya mengangguk. Dia membenarkan perkataan suaminya. Setelah merasakan pahitnya pengkhianatan, kehilangan anak, kehilangan kewarasan, kini Tuhan menggantikan semua yang sempat hilang darinya. Bahkan, pengganti itu lebih baik. Tuhan menggantikan Bram dengan Saga yang jauh lebih sempurna. Terlebih, pria itu memiliki cinta yang lebih besar daripada cinta Bram terhadap Kenanga. 

"Terima kasih karena kamu telah mencintaiku, Ga. Kupikir kamu hanya pemuda tampan yang playboy."

Sagara terkekeh dan mengangkat wajah istrinya. "Aku bukan hanya tampan, Sayang. Tapi aku juga bisa memuaskanmu di ranjang!"

Kenanga meninju perut suaminya yang liat dan mengajaknya berjalan keliling rumah. Diam-diam dia berdoa, semoga Tuhan memberikan kebahagiaan ini bukan hanya untuk waktu yang sebentar.


0 Comments