Suamiku Perkasa Bab 76

 

Novel suamiku perkasa

"Iya. Aku menyiapkan semua ini untukmu, sayang. Candle light dinner." Ujar Roy membisikkan Gera. 

Wanita pujaannya tersenyum, sejenak melupakan apa yang tadi sempat membuatnya kecewa. "Bagaimana bisa?" Tanya Gera penasaran. 

"Sayang, kalau aku sudah ingin melakukannya, semuanya bisa terjadi." Tutur Roy angkuh. Ia selalu membanggakan dirinya sendiri. Namun mengubah itu semua juga tidak mungkin, pikir Gera. 

Roy mempersilahkan Gera untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan di sana. Saat Gera menatap ke depan, di belakang Roy tepatnya, Gera tak henti-hentinya berdecak kagum. Sejauh mata memandang, hamparan bebukitan terbentang luas. Hal inilah yang membuat Gera selalu ingin kemari selain menemui Putri, temannya. Ia juga ingin berkunjung berjumpa dengan ribuan bukit di tanah Waingapu ini. 

"Bukit Wairinding." Gumam Gera dengan decak kagum yang terus saja terlontar dari mulutnya. 

"Aku ingin membuatmu bahagia dengan membawamu kemari. Sekalian saja makan malam, itu akan membuat kesan yang jauh lebih menarik bagi kita." Roy memegang tangan Gera yang terasa sedingin es sekarang. 

Roy menjentikkan jari, dan datanglah dua orang pelayan yang membawa makanan. Sebuah hidangan mewah dengan latar belakang perbukitan, membuat Gera semakin takjub akan indahnya semua ini. Lalu datang lagi seorang pelayan dengan membawa dessert untuk mereka berdua. 

"Red Velvet. Sesuai yang kau suka, sayang." Kata Roy. Gera tak pernah menyangka dengan apa yang saat ini Roy lakukan padanya. 

Bagaimana Roy bisa menyiapkan semua ini begitu cepat? Rasanya sungguh tidak mungkin bagi Gera. Namun apa yang ia lihat kini adalah kenyataan. Bahkan membuat jantungnya berdegup semakin cepat. 

"Makanlah!" Ajak Roy diangguki Gera. 

Sepoinya angin meniup tubuh mereka yang memang tidak disengaja menggunakan kain tipis. Gera sangat menikmati makanannya. Terasa sangat damai. Sudah lama Gera ingin merasa seperti ini. Duduk menikmati hidup di luasnya hamparan bukit Wairinding. 

"Roy, apa aku boleh memakan kuenya?" Tanya Gera tak sabar. Roy mengangguk. "Tentu saja, sayang. Makanlah sepuasmu." 

Saat Gera membelah kue, ekspresinya berubah bingung. Ada sesuatu yang keras di dalam kue ini. "Roy, ada yang aneh dengan kue ini. Di dalamnya sangat keras. Sampai pisau kuenya tidak bisa digunakan." Jelas Gera dengan wajah bingungnya. 

"Benarkah? Coba belah sedikit demi sedikit. Kau akan sampai bawah nanti. Cobalah sekarang!" Suruh Roy ikut penasaran. 

Dengan pelan dan penasaran, Gera mencari celah untuk melihat sesuatu yang keras di dalam kue ini. "Roy! Ini plastik!" Seru Gera. 

"Ambillah!" Suruh Roy lagi. 

Pelan Gera mengambil plastik berbentuk kotak. Segera ia ambil tissue dan mengelapnya hingga bersih. Gera menatap Roy ketika ingin membukanya. Setelah Roy mengangguk, segera Gera membukanya. Dan terpampanglah sebuah kotak perhiasan berbalut beludru merah dengan bentuk hati itu. 

"Roy?" Tanya Gera gantung. Roy tetap menyuruh Gera untuk membukanya. Dan disaat Gera membuka tempat perhiasan itu,

"Gera Sweeta Raya, maukah kau melewati suka duka bersamaku dan menghabiskan sisa-sisa usiamu bersamaku. Will you marry me?" Tanya Roy berjongkok di depan Gera. Sedang wanita itu menutup mulutnya kaget. 

Air mata tak terbendung lagi sekarang. Ia terharu sekaligus sangat bahagia karena ini semua. "Yes, I do!" Jawab Gera mengangguk-angguk. Segera Roy berdiri dan memeluk mesra wanitanya. "Kau adalah segalanya bagiku. Jangan biarkan aku jatuh apalagi kehilangan dirimu lagi. Kau tahu aku tidak pernah bisa tanpamu." Bisik Roy diangguki Gera. 

"Kau gila, Roy! Bagaimana bisa semua ini siap dengan rencana seapik ini? Kau benar-benar kacau!" Kata Gera masih tak menyangka. Roy hanya tersenyum lega dan sesekali mencium bibir indah Gera. Pelukan mereka tak mau terlepas, seakan lengket bak lem. 

"Selamat untuk kalian. Dan yang pasti selamat untukmu, Geraku!" Seru seseorang dari belakang mereka. Gera segera mengedarkan pandangan mencari sumber suara. 

Betapa terkejutnya ia saat melihat siapa yang datang dengan sebuket bunga di tangannya. "Putri!" Pekik Gera. Pelukannya pada Roy terlepas dan beralih memeluk Putri. "Aku sangat merindukanmu! Kukira kau sudah pindah rumah. Aku sedih sejak pagi tadi tidak menemukanmu." Tutur Gera. 

"Tapi sekarang kau senang, bukan?" Tanya Putri. Gera mengangguk mengiyakan. "Pria gila ini berhasil membuatku bahagia malam ini." Terang Gera. "Ceritakan padaku bagaimana kau bisa ada di sini dan dimana rumah barumu?" Tanya Gera antusias. 

"Priamu memang sangat gila, Ge. Aku tidak pindah rumah. Alamat masih tetap sama. Apa kau tidak melihat tanaman kaktus yang sangat banyak di samping rumahku? Apa kau lupa aku sangat suka dengan kaktus. Dan adanya aku di sini karena priamu itu. Semua direncanakan oleh priamu yang gila itu." Kata Putri menceritakan semuanya pada Gera. 

Roy hanya mendelik kesal. "Jangan mengatakan Roy gila, Putri. Dia bisa marah. Kasihan." Goda Gera sembari memeluk Roy. "Kau yang mengatakan aku gila, sayang!" Gerutu Roy datar. 

"Sekali lagi aku bahagia untuk kalian. Terlebih untuk dirimu, Ge. Berbahagialah selalu!" Ujar putri sekali lagi. 

Mereka bertiga makan malam bersama. Roy yang bahagia dan juga lega karena rencananya berjalan lancar. Dan Putri yang masih terharu akan kejutan dari Roy. 

"Terima kasih sudah membawaku ke Negeri seribu bukit ini, Roy." Bisik Gera saat dirinya dalam pelukan Roy.

"Ini berkat Papa. Dan terima kasih juga sudah menerima lamaranku. Sebentar lagi kita akan menikah, dan kau akan menjadi milikku seutuhnya." Timpal Roy. 

Siapa sangka, dibalik liburan yang sangat tiba-tiba ini Roy sempat menyiapkan kejutan semewah ini dan sangat mengejutkan untuk Gera. Betapa senang dirinya melihat tangis kebahagiaan wanitanya. Itu sudah lebih dari apapun untuknya. 

"Eunngghh..." Erang Gera saat Roy menggigit pelan daun telinganya. 

"Apa kau tidak mau merayakan malam hebat ini dengan bercinta?" Bisik Roy. Gera membalik badan dan menatap Roy. "Aku tidak mengerti maksudmu." Jawab Gera pura-pura. 

"Jangan pura-pura tidak mengerti, sayang!" Roy menggelitik Gera hingga membuat wanita itu menggeliat tak tahan. Tawa Gera dan Roy begitu lepas dan bebas. 

Lima hari berlalu mereka di Sumba. Roy mengajak Gera berkeliling ke beberapa daerah di Sumba. Mulai dari pantainya, hingga kembali ke bukit Wairinding. Ia sangat suka melihat bagaimana lepasnya Gera di bukit itu. 

"Dua hari lagi kita akan pulang, Roy." Gumam Gera. Ia duduk termenung menatap luasnya bentangan laut lepas di depannya. 

"Katakan padaku kau mau kemana lagi?" Tanya Roy sembari memeluk erat pinggang Gera. 

Setelah makan siang, Roy berencana mengajak Gera ke suatu tempat sebelum waktu mereka di Sumba habis. "Ge, aku akan mengajakmu pergi sekarang. Apa kau mau?" 

"Kita akan kemana?" Tanya Gera. 

"Temanku mengatakan di sini ada air terjun yang bagus. Spot itu bagus untuk kita berendam dan menenangkan diri selain di bukit, sayang." Tutur Roy. 

Gera mengangguk dan mengajak Roy untuk segera berangkat agar waktu mereka lebih banyak untuk menikmatinya. 

"Namanya air terjun Waimarang. Aku mengajakmu kesana sekarang karena kebetulan sekarang musim kemarau. Jadi memungkinkan jalannya tidak licin. Tapi berjanjilah, kau harus hati-hati. Aku akan memegangmu erat." Roy menjelaskan sebelum mereka berangkat. 

Perjalanan yang cukup jauh dari tempat penginapan membuat Gera terlelap sepanjang perjalanan. Roy tersenyum melihat betapa damainya wajah wanita itu. "Aku tidak akan melepasmu sekalipun aku yang berbuat salah dan membuatmu marah besar, Ge.   Kau tetap akan diam bersamaku bahkan jika aku harus mengurungku." Ujar Roy seakan berbicara pada Gera. 

"Apa kita sudah sampai?" Tanya Gera seraya menggeliat meregang otot-otot yang sudah istirahat tadi. 

"Sudah sepuluh menit yang lalu." Jawab Roy.

"Lalu kenapa tidak membangunkanku?" Wajah Gera berubah panik sekarang. 

"Aku tidak tega membangunkanmu. Kau terlihat nyenyak sekali." 

"Bersiaplah. Kita akan mulai berjalan sekarang." Ajak Roy. Gera melotot, karena memang dia bukanlah orang yang terbiasa untuk berjalan kaki walaupun mencintai kesederhanaan. "Apakah akan jauh?" Keluh Gera. 

Roy berpikir sejenak. "Sepertinya tidak. Perjalanan hanya sekitar 20-30 menit dari sini." Jelas Roy.  "Hm, baiklah." Gumam Gera. 

Baru setengah perjalanan, ternyata kondisi treknya semakin curam dan sedikit licin akibat dedaunan yang terjatuh. "Aw!" Pekik Gera saat kakinya terpeleset dan hampir jatuh. Untung saja tangan Roy kokoh untuk menyangga sebagian tubuh Gera. 

"Apa kakimu sakit?" Tanya Roy panik. Gera menggeleng. "Tidak sakit. Hanya saja aku sedikit kaget." Lirihnya. 


"Kemarilah. Aku akan menggendongmu." Kata Roy berjongkok di depan Gera. "Tidak perlu, Roy. Kau hanya akan kelelahan nanti. Bebanmu akan bertambah jika menggendongku. Berjalan sendiri saja sudah susah, apalagi sambil menggendongku." Keluh Gera sedih. 

"Naiklah. Kau tahu sendiri aku tidak suka penolakan. Jadi naiklah dan berpegangan yang erat." Tegas Roy. Mau tidak mau Gera naik ke atas punggung Roy. 

Sangat jelas kalau Roy sangat waspada akan langkahnya. Sesekali ia terpeleset namun masih bisa bertahan dengan kaki kokohnya. "Kata temanku ada beberapa kolam di sini. Tapi aku akan mengajakmu ke kolam yang ada di bawah. Karena treknya lebih mudah. Jika aku mengajakmu ke kolam bagian atas, itu hanya akan menyulitkan. Karena perlu merangkak karena aksesnya yang sempit." Jelas Roy. 

Setelah melewati beberapa trek yang wow, akhirnya mereka sampai. Untung saja ini bukan musim penghujan. Jadi tidak mengecewakan. Pemandangan air terjun yang begitu indah membuat Gera takjub. 

"Roy, airnya berwarna turquoise! Aku sangat suka di sini!" Pekik Gera loncat-loncat. Dia yang awalnya malas-malasan ke sini karena harus jalan kaki, kini kecanduan akan indahnya air yang ada di air terjun ini.

"Tak apa kakiku terluka. Tapi aku bisa melihat bagaimana bahagianya wanitaku di sini." Ujar Roy sembari menatap lepas air terjun di hadapannya. 

Gera turun dengan hati-hati menuju aliran air terjun yang terlihat sangat sejuk. "Roy, apa aku boleh bermain air?" 

"Of course! Lakukan saja. Tapi ingat, hati-hati! Jangan sampai terpeleset." Peringat Roy. 

Wanita itu hanya mengangguk dan fokus dengan jernihnya air. Roy tersenyum sendiri melihat bagaimana girangnya Gera di tempat ini. "Kau lebih mirip anak kecil, sayang. Semoga aku tetap bisa membuatmu bahagia dengan cara sederhanaku." Lirih Roy teredam suara deru air terjun. 

0 Comments