Bab. 45
Dua teman baru.
Bening tampak mengerjapkan matanya pelan mencoba untuk menyesuaikan dengan cahaya ruangan. Ia memegang kepalanya yang terasa sangat berat. Tangannya tak sengaja menyentuh kain basah yang menempel di keningnya. Apakah dia sedang demam saat ini?
"Di mana aku sekarang?" lirihnya saat menyadari ia sudah terbaring diatas ranjang yang sangat familiar untuknya.
Ya, saat ini gadis itu telah berada di dalam kamar milik sang suami. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa waktu lalu saat Arga menyiksanya dengan mencelupkan kepalanya ke dalam air kolam renang hingga ia kesulitan untuk bernafas. Tapi setelah itu Bening tidak ingat apa-apa lagi.
Ekor matanya berusaha menyapu keadaan sekitar untuk menemukan seseorang yang dapat membantunya mengambilkan air minum karena tenggorokannya terasa kering. Namun tidak satupun orang yang bisa ia temukan di sana karena saat ini ia sedang sendirian.
Karena sudah tidak bisa menahan rasa haus, gadis itu pun berusaha mengumpulkan sisa tenaganya untuk bangun dari ranjang dan meraih gelas yang terletak di atas nakas tak jauh dari ranjang. Namun-
Pyarr-
"Astaga, anda kenapa Nona?!" pekik seorang pelayan yang baru saja masuk ke dalam kamar setelah mendengar ada suara benda terjatuh.
Pandangan pelayan itupun beralih pada gelas yang sudah jatuh terberai di atas lantai.
"Apakah anda ingin minum, Nona?" tanya-nya kemudian.
"Iya, aku haus!" jawab Bening lirih.
"Sebentar Nona, saya akan mengambilkan air minum yang baru." Pelayan itupun pergi ke dapur mengambilkan air putih untuk Bening dan alat kebersihan untuk membersihkan lantai yang kotor akibat pecahan gelas tadi.
"Terima kasih," ucap Bening saat selasai menandaskan segelas air yang dibawakan oleh pelayan tersebut.
"Sama-sama Nona."
"Siapa namamu?" tanya Bening.
"Nama saya Sari, Nona," jawab gadis itu sopan.
"Kelihatannya kau masih sangat muda. Berapa umurmu Sari? Mungkin kita seumuran," tanya Bening penasaran.
"Saya masih 18 tahun, Nona. Saya bekerja di rumah ini dari umur 17 tahun. Jadi saya sudah satu tahun berkerja," jelas gadis bernama Sari itu.
"Wah, sangat muda sekali ternyata. Selisih umur kita hanya beda 1 tahun, Sari. Aku udah 19 tahun. Kalo boleh aku ingin kau menceritakan awal mula kau bisa bekerja dengan keluarga ini!"
"Saya bisa bergabung menjadi salah satu pelayan di rumah keluarga Ramiro atas rekomendasi dari Bibi saya yang sudah mengabdikan diri selama belasan tahun. Tapi saat ini beliau sudah pengsiun sejak 6 bulan yang lalu. Karena kalo tidak ada bantuan dari Bibi. Tidak mungkin saya bisa bekerja di rumah ini yang memiliki aturan dan seleksi ketat dalam hal perekrutan pekerja."
"Apa memang sesulit itu untuk bisa bekerja di rumah ini?"
"Iya Nona, mereka hanya memilih SDM yang berkualitas dan kompeten karena gaji yang mereka tawarkan juga sangat tinggi setara dengan kerja keras kita."
"Baiklah karena kau sudah bekerja di sini dan kita seumuran. Bisa kah kita berteman mulai sekarang?" ajak Bening.
"Ta-tapi Nona saya ti-tidak-"
"Kamu tidak mau?" potong Bening.
"Bukan ... bukan seperti itu Nona. Maaf jika membuat anda tidak nyaman. Tapi posisi saya sebagai seorang pelayan merasa tidak pantas untuk berteman dengan anda."
"Apanya yang tidak pantas. Kita sama-sama manusia yang mempuyai hak yang sama untuk berteman dengan siapa saja."
"Tapi Nona!"
"Sudahlah mana jari kelingkingmu?" ucap Bening sembari menyodorkan jari kelingking miliknya.
Sari pun memberanikan diri untuk mengangkat tangannya dan menautkan jari kelingking mereka.
"Sekarang kita berteman!" girang Bening.
"I-iya Nona," jawab Sari ragu-ragu.
"Kalau sudah tidak ada yang perlu saya kerjakan lagi. Saya pamit pergi ke belakang dulu, Nona!"
"Ah iya, karena terlalu banyak mengajakmu mengobrol. Jadi membuatmu menunda pekerjaan. Maafkan aku ya!" ucap Bening tulus.
"Tidak Nona. Jangan meminta maaf kepada saya. Karena anda tidak perlu melakukannya. Apa yang saya lakukan terhadap anda adalah bentuk kewajiban yang harus saya kerjakan."
"Baiklah kau sudah bisa keluar sekarang!"
Pelayan yang terlihat masih cukup muda itu akan segera keluar dari dalam kamar Bening setelah memastikan sang Nona duduk bersandar di kepala ranjang dengan nyaman. Hingga-
Tok ... tok ... tok ...!"
Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Dan mengalihkan perhatian kedua gadis itu.
"Sari tolong buka pintunya!"
"Baik Nona!"
Ceklek-
"Pak Raka?!"
"Apa Nona Bening ada di dalam? Aku ingin bertemu dengannya!"
"Ada Pak. Silahkan masuk!"
Sari pun memberikan akses jalan kepada Raka untuk bisa masuk ke dalam dengan meminggirkan badannya dari pintu. Kemudian dia pamit undur diri dan meninggalkan Raka dan Bening di dalam kamar.
"Maaf siapa ya?" tanya Bening setelah melihat seorang pria seumuran suaminya telah masuk ke dalam kamarnya.
"Oh ya maaf, aku belum memperkenalkan diriku padamu. Aku Raka asisten Tuan muda."
"Ah ya, saya ingat anda waktu itu juga hadir di acara akad nikah saya."
"Kalau boleh saran, kita bicaranya jangan terlalu formal. Agar kita lebih akrab karena selain asisten Arga, aku juga sahabat karibnya," jelas Raka.
"Benarkah, aku senang sekali kalau begitu. Jadi temanku bertambah satu lagi," girang Bening.
"Memang yang satu lagi siapa?!" tanya Raka penasaran.
"Sari, pelayan yang tadi juga berada di dalam kamar ini."
"Terlalu banyak pekerja di rumah ini. Jadi aku tidak bisa menghafal nama mereka semua. Apalagi pakaian mereka semuanya sama," keluh Raka.
"Ya itu karena mereka memakai seragam, ada-ada saja kau ini."
"Tidak salah perkiraanku selama ini. Jika kau orang yang enak diajak ngobrol dan juga suka becanda. Tidak sekaku suamimu itu!"
"Dari mana kau bisa memiliki pemikiran seperti itu. Sedangkan kita bertemu saja baru kali ini. Eh ralat dua kali ini walaupun yang pertama hanya sekilas," ujar Bening.
"Tentu saja dari kanebo kering itu!" jawab Raka asal.
Bening pun mengerutkan keningnya merasa bingung dengan maksud ucapan pria itu.
"Maksud ku Arga," jelas Raka kemudian.
"Memangnya kalian sering membicarakan apa tentang diriku?" tanya Bening penasaran.
"Tidak ada yang bisa Arga sembunyikan dariku, sekecil apapun itu. Kita bersahabat sudah sangat lama hingga seperti saudara sendiri. Dan apapun masalah yang telah ditimbulkan Arga, akulah orang yang bertugas membereskannya. Tapi aku merasa kecolongan saat tidak tahu apapun perihal pernikahan kalian. Arga pun kasih tahunya mendadak sekali. Mungkin karena pernikahan ini telah diatur oleh Nyonya Diana langsung jadi tidak perlu melibatkan aku di dalamnya," jelas Raka panjang lebar.
"Apakah kau juga tahu jika ... jika pernikahanku-"
"Kontrak!" sambar Raka karena sudah bisa membaca arah pembicaraan gadis itu.
Bening menghembuskan nafasnya kasar. "Jadi kau sudah tahu?!"
"Sudah aku katakan dari awal. Tidak ada yang bisa Arga sembunyikan dariku. Walaupun berita tentang pernikahanmu sedikit terlambat untuk aku mengetahuinya. Bahkan aku sempat tidak mempercayainya, mengingat bagaimana sifat Arga selama ini."
"Kau adalah sahabat karib suamiku. Pastinya sangat mengenalnya dengan baik lebih dari siapapun. Jadi aku tidak perlu bersandiwara tentang diriku lagi bila di depanmu."
"Tentu saja. Jadilah dirimu sendiri yang apa adanya. Dan aku akan selalu berada di pihakmu!"
"Kenapa bisa begitu. Bukankah kalian bersahabat. Kau tidak bermaksud menghianati sahabatmu itu 'kan?"
Pria itu tampak tertawa renyah sebelum menjawab pertanyaan yang Bening lontarkan.
"Tentu saja tidak. Justru karena aku sangat menyayangi sahabatku itu dan juga berusaha untuk melindunginya dari sesuatu yang belum ia sadari."
"Maksudnya apa? Aku tidak mengerti!" ucap Bening bingung.
"Sudahlah lupakan kata-kataku tadi. Aku ke sini hanya ingin meminta maaf atas perlakuan Arga kepada mu tadi."
Ingatan Bening pun kembali pada penyiksaan Arga yang diberika kepadanya beberapa waktu yang lalu.
"Kenapa kau yang harus meminta maaf?"
"Karena sahabatku itu terlalu bodoh untuk memahami perasaannya sendiri."
"Kau benar-benar sahabat yang sangat baik. Kau rela meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat oleh sahabatmu sendiri."
"Karena kami saudara!"
Ya, sewaktu Arga menyiksa Bening beberapa waktu lalu. Raka lah yang memaksa Arga untuk menghentikan aksinya. Namun, Bening tidak menyadari itu karena ia terlanjur pingsan lebih dulu.
Sedangkan Arga yang merasa kesal karena sahabatnya itu selalu membela Bening langsung pergi begitu saja entah ke mana. Meninggalkan tubuh gadis itu terkapar di sisi kolam renang begitu saja. Sehingga Rakalah yang kemudian mengurus Bening dengan memerintahkan pelayan wanita mengangkat tubuh Bening dan membawanya kembali ke kamar.
Bab. 46
Tidak berhasrat selain Bening.
Arga kembali meneguk minuman beralkohol di hadapannya entah untuk yang keberapa kalinya. Karena di depannya kini sudah ada begitu banyak berserakan botol kosong.
"Tambah minumannya!" teriaknya kencang membuat bartender yang sedang bertugas merasa kelimpungan.
Bagaimana tidak, Arga adalah member platinum di bar ini jadi kenyamanan-nya sudah pasti menjadi prioritas. Pun dengan statusnya sebagai pewaris tunggal salah satu konglomerat negeri ini.
Para pelayan bar pun segera meletakkan dan menata minuman yang diminta Arga tadi ke atas meja.
"Silahkan Tuan muda!" ucap para pelayan sopan sebelum meninggalkan pria setengah mabuk itu.
"Dasar perempuan brengsek!" umpatnya.
"Kenapa hatiku bergejolak saat melihatmu kesakitan dan terluka seperti itu? Kenapa aku tidak merasa senang saat melihatmu menderita? Seharusnya bukan seperti itu kan konsepnya! Mungkin ada yang salah dengan diriku. Tapi Arga tidak pernah salah!" racaunya.
Di tengah separuh kesadarannya Arga dapat merasakan ada elusan lembut di punggungnya. Pria itupun tersenyum setelah mengetahui pelakunya.
"Kenapa kau minum tanpa mengajakku, Sayang?" tanya wanita cantik yang kini sudah duduk di pangkuan Arga.
"Aku tidak perlu mengajakmu karena kau pasti akan datang sendiri kepadaku. Karena kau bisa menemukanku dimanapun aku berada. Benar bukan?"
"Yes, kau benar, Sayang. Cinta lah yang membuatku bisa selalu menemukanmu."
Arga pun langsung menyambar bibir merah menggoda yang sejak tadi sudah membangkitkan hasrat liarnya.
Mereka berpagutan sangat lama dengan saling berperang lidah. Menghisap, mencecap dan melumat dengan lincahnya. Bahkan kini tangan Arga sudah bergerilya menelusuri lekuk tubuh yang seindah model itu. Meremas apapun yang yang ditemukannya.
"Sayang, aku tidak nyaman di tempat ini. Bisakah kita mencari tempat yang lebih privasi?" rengek sang wanita.
Kali ini Arga sedang bersama putri dari salah satu konglomerat di kota ini. Gadis manja yang suka menghamburkan harta orang tua. Dan yang sudah lama terpikat oleh pesona seorang Arga. Namun, baru dua kali ini bisa berkencan dengan pria itu.
Sehingga gadis itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bersama Arga seperti saat ini. Kencan pertama mereka dulu terjadi saat mereka menghadiri sebuah pesta kelas atas yang berakhir dengan naik ke atas ranjang.
"Kita ke hotel!"
"Jangan ke hotel, Sayang. Aku mau kita pergi ke apartemenku saja," tolak gadis itu.
"As you wish, Honey!"
Kedua insan yang sedang dilanda birahi itupun berjalan meninggalkan bar dengan saling berangkulan setelah meletakkan segepok uang ke atas meja.
Hal ini lah yang disukai oleh pekerja bar ini atas keroyalan Arga. Meskipun ia selalu bersikap angkuh dan arogan. Arga adalah tipe pria royal yang suka menghambur-hampurkan uang. Karena setiap Arga datang semua pekerja pasti akan mendapat jatah tip yang besar.
Sebuah apartemen mewah yang terletak di jantung kota Jakarta menjadi saksi bisu dua anak manusia yang sedang bergulat di atas sofa. Namun, Arga tiba-tiba menghentikan aktifitasnya di atas tubuh telanjang perempuan cantik tersebut.
Hingga membuat perempuan itu heran dan juga sebal karena birahinya seakan digantung atas hasratnya yang tidak terpenuhi. Padahal sedikit lagi mereka akan melakukan penetrasi.
"Ada apa?!" tanya sih perempuan dengan sedikit gusar.
"Sorry aku tidak bisa!"
Arga pun memakai kembali pakaiannya yang membuat perempuan tadi semakin murka.
"What! Kita sudah seperti ini dan kamu tiba-tiba menghentikannya! What wrong with you, Arga?" pekiknya tidak terima.
"Aku tidak berselerah!" jawab Arga santai seakan tidak terjadi apa-apa.
"Apa maksudmu dengan tidak berselerah?! Kau sudah mempermalukan aku dengan mempermainkan birahiku, Brengsek!"
Arga tersenyum sinis kemudian berkata-
"Terserah tapi kau tidak cukup hebat untuk bisa membangkitkan hasratku!"
"Kau benar-benar bajingan!" makinya kemudian ia memunguti pakaian miliknya yang berserakan di lantai dan berlari ke dalam kamar mandi.
Arga tidak peduli dengan perasaan perempuan yang merasa ia permainkan tadi. Ia hanya ingin segera keluar dari apartemen ini dan pergi ke tempat seseorang yang sedari tadi mengganggu pikirannya.
Pria itu sempat mendengar teriakan frustasi dari dalam kamar mandi saat ia baru saja meraih handle pintu. Tak lupa Arga tersenyum sinis sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu.
"Sial ...!" Arga tampak menjambak rambutnya sendiri karena frustasi, saat sudah berada di dalam mobil.
"Dua kali ... dua kali sudah gadis itu membuat ku kehilangan selerah bercinta. Gadis racun! Aku pasti akan memberimu pelajaran. Tunggu aku!" desis Arga sebelum menginjak pedal gas mobilnya.
Pukul 00.00 di kediaman Ramiro.
Di dalam kamar Bening masih belum bisa terlelap walaupun ia sudah berusaha untuk memejamkan matanya.
Tubuhnya berguling ke kiri dan ke kanan mencari posisi paling nyaman. Namun, tetap saja ia masih tidak bisa tidur hingga gadis itu memutuskan untuk bangkit dari ranjang dan duduk di bawah jendela memandang sinar rembulan.
"Bulannya indah sekali. Dulu aku sering duduk memandang bulan seperti ini saat masih dikurung di rumah bersama Bu Lastri. Bagaimana dengan Bu Lastri sekarang ya? Aku tiba-tiba merindukannya!" ucap Bening pada dirinya sendiri.
Dari tempatnya duduk saat ini Bening bisa melihat mobil suaminya memasuki halaman rumah.
"Astaga pria itu sudah kembali. Aku harus bagaimana sekarang? Apa aku pura-pura tidur saja!"
Bening pun segera meloncat ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Ceklekk-
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Bening sudah menduga jika itu suara langkah kaki suaminya. Semakin suara itu terdengar mendekat semakin tegang pula tubuh Bening.
'Semoga pria itu sudah melupakan kejadian tadi siang. Dan semoga dia tidak berniat menghukumku lagi!' Doanya dalam hati.
"Kau sudah tidur rupanya heh!" ucap Arga sembari membuka kancing kemejanya.
Bening merasa ada beban berat yang menindih tubuhnya. Namun gadis itu masih berusaha mempertahankan posisinya agar tidak bergerak.
"Kalau kau masih ingin tidur maka nikmati saja. Biar aku yang melakukannya," bisik Arga sensual dari balik selimut yang menutupi kepala Bening.
Tentu saja hal itu membuat tubuh Bening semakin menegang kaku. Bulu kuduknya seketika berdiri karena merinding. Menunggu apa yang akan suaminya itu lakukan selanjutnya.
"Kau tahu gadis bodoh. Kau telah membuatku tidak berhasrat lagi kepada wanita lain selain dirimu. Tubuhmu benar-benar racun yang bisa membuatku kecanduan."
Arga pun menarik kasar selimut yang menutupi tubuh Bening dan segera melemparkannya ke lantai. Hal itu tentu saja membuat Bening terpekik karena kaget.
"Aww ...!"
"Ternyata kau hanya pura-pura tidur, Sayang. Bagus lah kalau begitu permainan kita akan lebih menyenangkan!" ucap Arga dengan seringainya.
"Apa maksudmu. Memangnya kau mau apa denganku?!" tanya Bening tanpa bisa menyembunyikan wajah takutnya.
"Menikmati malam ini. Tentu saja! Memang apa lagi yang akan dilakukan pria dan wanita saat berduaan di kamar!"
"Tidak, aku tidak mau. Jauhi aku Tuan muda, mulutmu bau minuman!" Bening berusaha mendorong tubuh pria itu agar menjauhi dirinya namun sia-sia.
"Kita lihat saja, apa kau bisa menghentikan aku?!"
Arga pun merobek gaun tidur Bening yang berbahan tipis itu hingga tak terbentuk lagi.
"Jangan! Apa yang kau lakukan. Lepaskan aku!"
Pria itu seakan tuli dengan permohonan Bening. Karena saat ini ia hanya ingin segera menyalurkan hasratnya yang sempat tertunda tadi.
Pergumulan panas sepasang pengantin baru itupun tak dapat dielakan lagi. Malam ini Bening harus melayani nafsu birahi suaminya itu sampai pagi.
0 Comments