Bening. 39-40

 

Penjara cinta sang taipan

Bab. 39

Masakan Bening.


Hubungan Bening dengan salah satu anggota keluarga Ramiro semakin membaik setelah makan malam semalam. Itu sungguh membuatnya sangat bahagia. Setidaknya Bening sudah selangkah lebih maju sekarang.


Ya, Bening kini bisa berteman dengan Kakek mertuanya. Sebuah awal yang bagus karena dengan begini Bening bisa membuktikan bahwa tidak semua anggota keluarga Ramiro memusuhi dirinya.


"Selamat pagi semua," sapa Bening kepada para pelayan yang sedang sibuk di dapur. Pagi ini Bening terlihat begitu cantik dan ceria.


"Selamat pagi Nona. Apa ada yang perlu kami bantu?" tanya salah satu dari mereka.


"Tidak, aku ke sini hanya ingin memasak. Boleh kan aku ikut memasak dengan kalian di sini?" 


Semua pelayan yang ada di sana tampak saling melempar pandang dengan rekan seprofesinya karena tidak tahu harus menjawab apa atas permintaan majikan barunya tersebut.


"Tapi Nona, pekerjaan ini tidak pantas anda kerjakan dan-" Belum selesai pelayan itu berbicara Bening sudah terlebih dulu memotongnya.


"Tidak apa-apa kalian tenang saja aku sudah terbiasa melakukannya," jawab Bening tanpa mau mendengar larangan mereka. Gadis itu malah membuka pintu lemari pendingin dan mencari bahan untuk dimasaknya.


"Nona, kenapa anda di sini?" tanya Fatma yang baru saja masuk ke dalam dapur.


"Memasak, tentu saja! Memang apa lagi yang orang lakukan jika sedang berada di dapur," jawab Bening tanpa mengalihkan pandangannya.


"Tapi Nona Tuan muda akan marah jika mengetahui anda masuk ke dapur!" jelas kepala pelayan itu mengingatkan.


"Kenapa dia harus marah? Bukankah dapur adalah salah satu daerah kekuasaan wanita," jawab Bening sembari mengeluarkan beberapa sayuran dari dalam lemari pendingin.


"Tapi Nona-"


"Suuttt ... diamlah. Aku hanya ingin memasak bukan melakukan kejahatan apapun!" ucap Bening tidak ingin dibantah.


Kepala pelayan bernama Fatma itupun tidak bisa berkata apa-apa lagi karena sifat keras kepala Bening. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya berdiri di sudut ruangan bersama dengan pelayan lain menyaksikan Nona barunya itu sibuk berkutat dengan masakannya.


"Kalo boleh tau, makanan apa yang paling disukai suamiku?" tanya Bening kemudian.


"Apapun makanan dengan olahan daging Nona," jawab salah satu koki yang biasa menghendle makanan sang Tuan muda.


"Kalo Papi, Mommy dan Opa bagaimana?"


"Tuan besar lebih menyukai makanan khas nusantara seperti soto dan sayur bening!"


'Sayur bening? Wah dia menyebut namaku. Hi hi hi ...!'


"Soto, bukankah itu berlemak dan sedikit kurang sehat jika dikonsumsi setiap hari?"


Sang koki pun tersenyum kemudian berkata- "Benar Nona tapi kami selalu memastikan bahwa makanan yang kami buat untuk seluruh anggota keluarga ini sesuai dengan aturan gizi yang seimbang. Lagi pula kami mempunyai daftar list makanan apa yang harus kami sajikan."


Bening pun terlihat manggut-manggut mendengar penjelasan koki tadi. 


'Jadi begitu ya? Orang kaya memang beda.'


"Oke baiklah aku mengerti. Lanjutkan!"


"Nyonya Diana sangat menghindari makanan berkalori tinggi. Bahkan hampir semua hidangan untuk beliau harus dimasak dengan cara dikukus. Sedangkan sajian untuk Tuan sepuh harus berbahan lunak dan mudah dicerna."


'Pantas saja Ibu mertuaku itu memiliki badan yang bagus. Ternyata dia takut sekali dengan lemak. Hi ... hi ... hi ...!' Tawa Bening dalam hati.


"Aku mengerti dan terima kasih atas penjelasannya."


"Sama-sama Nona."


'Pantas saja semalam banyak sekali makanan dengan berbagai jenis. Ternyata itu sengaja disiapkan untuk semua anggota keluarga yang unik-unik ini toh. Tapi mubazir nggak sih nyiapin makanan sedangkan orangnya sendiri tidak ada di rumah. Hem, takut dipecat kali ya kokinya jika tidak melakukan itu. Jadi dimakan atau tidak mereka harus tetap memasak. Pagi ini aku akan membuatkan menu khusus buat mereka,' batin Bening dengan seringainya.


"Baiklah sekarang bantu aku memasak untuk semua penghuni rumah ini!"


"Maaf Nona tapi semua makanan yang akan dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga harus memenuhi standar yang telah ditentukan oleh ahli gizi dan tugas itu sudah khusus dilimpahkan kepada koki yang sudah ditunjuk," jelas Fatma. Wanita paruh baya yang sedari tadi berdiam diri itu sudah tidak betah untuk ikut berbicara.


"Iya aku tahu. Aku hanya ingin menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri yang baik dengan menyiapkan makanan sendiri untuk suami dan keluargaku. Apa itu salah?"


"Ti-tidak ... tentu saja tidak Nona. Tapi-"


"Sudahlah Bi, kalo kita ngobrol terus kapan aku masaknya?"


"Tapi Nona-" ucap Fatma memelas.


"Suuttttt ...!" ucap Bening sembari meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya agar wanita paruh baya itu mau diam. "Sudah jangan terlalu banyak protes mending kau membantuku memasak," imbuhnya.


Tanpa banyak bicara lagi Fatma pun bergegas membantu Nona barunya memasak dengan mulai mencuci sayur yang telah dipilih Bening tadi. Meskipun hal itu bukan lah tugasnya.


Di meja makan.


Masakan khas rumahan sudah tersaji di atas meja makan. Tinggal menunggu anggota keluarga Ramiro menikmatinya.


Bening sengaja merayu sang Opa untuk membantunya mengumpulkan semua orang agar bisa sarapan bersama. Karena dia tahu titah sang Opa tidak akan pernah bisa ditolak oleh seluruh penghuni rumah ini.


Gadis itu tersenyum lebar melihat hasil kerja  kerasnya. Tidak sia-sia ia berkutat di dapur sejak pagi karena sekarang hasil usahanya itu sudah tertata rapi di atas meja makan. Dengan menu sederhana seperti nasi, sayur bening, ayam dan tahu tempe goreng lengkap dengan ikan asin dan sambal terasinya. 


Bening sudah tidak sabar rasanya ingin melihat reaksi anggota keluarga barunya saat mencicipi masakannya tersebut.


"Semoga mereka menyukai masakanku ini," monolognya.


Satu per satu anggota keluarga Ramiro menduduki kursi meja makan. Pemandangan seperti ini sangat jarang terjadi. Bahkan hampir mustahil terlihat. Karena pagi ini seluruh anggota keluarga Ramiro melakukan sarapan bersama.


Mata Arga membola melihat menu sarapan di depannya. "Makanan apa ini! Apa sampah ini bisa dimakan?!" 


Begitu pula dengan Nyonya rumah ini, pandangan jijik begitu terlihat di raut wajahnya melihat menu makanan sederhana yang baru pertama kali dilihatnya.


"Apa semua koki di rumah ini minta dipecat? Kenapa berani sekali menghidangkan menu kampungan seperti ini!" umpat Nyonya Diana.


Berbeda dengan Tuan Jordan dan Tuan sepuh yang lebih terlihat biasa melihat hal baru yang ada di hadapannya ini. Karena memang ini untuk pertama kalinya meja makan mereka di penuhi dengan makanan yang tidak sesuai dengan standar mereka.


Jangan ditanya bagaimana dengan para koki yang saat ini sedang berdiri di sisi ruangan. Wajah mereka tampak pucat pasi menantikan nasib mereka ke depannya. Apakah karir mereka akan tamat hari ini?


"Maaf suami, Ibu mertua dan semua yang ada di sini. Masakan yang ada di depan kalian ini semaunya saya yang memasak. Tapi jangan kuatir walaupun cuma menu sederhana, saya jamin rasanya tidak akan mengecewakan lidah kalian semua," ujar Bening menjawab protes suami dan Ibu mertuanya.


"Apa! Masakanmu? Yang benar saja aku harus memakan makanan sampah ini. Aku tidak mau!" Arga hampir saja meninggalkan meja makan jikalau sang Opa tidak menghentikannya.


"Arga kembali ke tempat dudukmu!"


"Makanan kampung yang dimasak oleh orang kampung," cibir Nyonya Diana.


"Kita sudah jarang sekali sarapan bersama seperti pagi ini. Bahkan mungkin hampir tidak pernah. Tidak ada salahnya kita mencoba suasana baru dengan menikmati hasil masakan Bening. Ayo makan bersama!" titah sang Opa tanpa bisa dibantah.


Ternyata Opa mertuanya ini sangat bisa diandalkan. Begitu pikir Bening.


"What?! Tapi Opa-" protes Arga namun langsung ditepis Tuan sepuh dengan mengangkat tangannya.


Mau tidak mau pagi ini seluruh anggota keluarga Ramiro harus sarapan dengan makanan sederhana ala rumahan yang sudah Bening hidangkan. 


Bab. 40

Gara - gara sambal terasi.


Sudah tujuh kali Arga bolak balik keluar masuk kamar mandi. Perutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi setelah memakan menu sederhana yang dimasak Bening tadi.


Makanan yang belum pernah sekalipun masuk ke dalam perut mahal Arga. Terbesit sedikit rasa bersalah di hati Bening mengingat semua ini karena sang suami telah memakan masakannya.


Seharusnya ia tahu dan tidak memaksakan diri agar masakan kampungnya dimakan oleh sang Tuan muda yang notabene tidak pernah hidup susah seperti dirinya.


"Kenapa kau sangat bodoh Bening. Seharusnya kau tahu pria itu tidak terbiasa dengan makanan kampung seperti dirimu dan lihatlah sekarang Tuan muda itu sakit perut karena sambal terasi yang kau buat!" maki Bening pada dirinya sendiri. Bahkan ia juga terlihat memukul kepalanya sendiri.


Tok ... tok ... tok!"


Suara ketukan pintu terdengar saat Bening masih menunggu suaminya yang masih betah berada di dalam kamar mandi.


Ceklek-


"Permisi Nona, dokter Arman sudah datang dan ingin segera memeriksa Tuan muda," jawab seorang pelayan yang baru saja mengetuk pintu kamar Bening.


"Dokter Arman?!" Gadis itu tampak mengerutkan keningnya karena merasa bingung. Seingatnya ia tidak pernah menghubungi dokter.


"Dokter Arman adalah dokter keluarga Ramiro Nona. Dan kepala pelayan lah yang telah menghubungi beliau!" ucap si pelayan tadi menjawab rasa penasaran Bening.


"Oh begitu, ya sudah persilahkan dokternya masuk!" jawab Bening.


"Silahkan dokter!" ujar si pelayan kepada pria berusia sekitar 40 tahunan yang telah berdiri di belakangnya.


"Silahkan masuk dokter!" ujar Bening kemudian.


Bening pun mempersilahkan sang dokter untuk segera memeriksa kondisi sang suami.


"Bagaimana Dokter. Apa ada yang serius dengan sakit perut suami saya?!" tanya Bening dengan tidak sabaran setelah melihat sang dokter telah selesai memeriksa pria yang kini duduk bersandar di kepala ranjang.


"Cih, bukan kah kau sendiri yang membuatku menjadi seperti ini. Kenapa sekarang kau jadi pura-pura perhatian seperti itu?" sindir Arga.


'Bisa tidak sih pria ini berkata lembut sedikit. Pura-pura perhatian bagaimana? Iya benar memang aku yang menyebabkan dia sakit seperti ini tapi kan aku tidak sengaja. Tidak usah memojokkan ku seperti itu juga kali!' Bening membatin.


Tanpa memperdulikan ocehan suaminya itu. Perhatian Bening pun kembali pada dokter Arman yang masih diam mendengarkan pertengkaran suami istri itu.


"Jadi bagaimana Dok?" tanya Bening sekali lagi.


"Sakit perut yang dialami Tuan muda disebabkan oleh makanan yang tadi dikonsumsinya. Kalau boleh saya tahu makanan apa saja yang tadi masuk ke dalam perut Tuan muda?" jawab dokter Arman setenang mungkin.


"Makanan yang tadi suami saya makan tidak ada yang aneh kok Dok. Hanya nasi putih, ayam goreng, sayur bening dan juga sambal terasi," ujar Bening menjelaskan.


"Tidak aneh bagaimana? Bagaimana bisa manusia makan makanan sampah seperti yang kau berikan padakau tadi pagi!" potong Arga dengan penuh emosi.


"Itulah yang menyebabkan sakit perut Tuan muda, Nona!"


"Maksud Dokter apa, saya tidak mengerti?" tanya Bening bingung.


"Gadis bodoh sepertimu memang mengerti apa?!" cibir Arga.


"Maksud saya begini Nona. Tuan muda sudah lama memiliki alergi pedas. Apakah anda tidak mengetahuinya? Dan juga terasi, makanan itu belum pernah dikonsumsi oleh Tuan muda sebelumnya jadi menimbulkan reaksi di lambung dan usus Tuan muda. Sehingga mengakibatkan diare parah dan memicu sakit perut!" jelas sang dokter.


"Sudah ku bilang dia bodoh! Mana tahu dia kalo aku alergi pedas!" bentak Arga.


"Maaf Tuan muda, saya tidak tahu kalau anda tidak bisa makan makanan pedas. Karena saya tidak pernah diberitahu sebelumnya," jawab Bening sambil memaksakan senyumnya.


"Lagi pula siapa yang menyuruhmu memasak makanan sampah itu untuk ku? Tanpa kau melakukan itu, sudah banyak koki yang aku pekerjakan di sini untuk mengurus makananku! Apa kau tidak tahu tentang semua itu?!" sentak Arga semakin meninggikan intonasi suaranya.


"Maaf aku tidak sengaja. Aku melakukan itu hanya untuk memenuhi kewajibanku sebagai istri yang baik!" Bening sudah tidak tahan lagi bahkan gaya bahasanya kini sudah tidak sesopan dan seformal tadi.


"Cih, istri yang baik kepalamu!"


'Sabar Bening sabar! Sudah lah jangan meladeni pria gila ini.'


Sementara itu sang dokter yang merasa sudah terjebak di dalam drama rumah tangga yang kian memanas itupun memberanikan diri untuk segera pergi dari tempat yang bisa membuatnya mati berdiri itu.


"Maaf Tuan dan Nona muda, saya sudah menuliskan resep obatnya agar segera dapat ditebus. Kalo tidak ada hal yang ditanyakan lagi saya pamit undur diri!" ucap sang dokter sopan.


"Baiklah terima kasih Dok. Saya akan secepatnya menyuruh salah satu pelayan untuk menebusnya di apotek," jawab Bening setelah menerima resep dari dokter Arman.


Setelah kepergian dokter Arman 5 menit yang lalu. Bening pun berniat keluar kamar untuk meminta bantuan salah satu pelayan di rumah ini menebus obat suaminya.


"Mau ke mana kau?!" teriak Arga.


"Kau lupa apa yang dikatakan dokter Arman tadi? Aku akan keluar meminta tolong pelayan untuk menebus obatmu!" jawab Bening masih mencoba untuk bersabar.


"Dasar bodoh! Sekali udik tetap lah udik!"


'Apa! Dia mengataiku bodoh lagi. Dan apa itu tadi. Udik? Udik-udik begini aku ini istrimu Tuan muda!' Ingin rasanya Bening memaki tepat di depan telinga pria itu.


"Apa maksudmu dengan selalu mangataiku bodoh seperti itu?!" pekik Bening tak kalah tajam.


"Kau memang bodoh. Kenapa harus susah-susah keluar kamar kalau hanya untuk memanggil pelayan!" cibir Arga sembari melirik benda yang menempel tak jauh dari ranjangnya.


Astaga pria itu benar. Bening sampai lupa kalau di kamar ini ada sambungan interkom yang bisa digunakan untuk berinteraksi ke seluruh penjuru rumah ini. Bukankah kepala pelayan pernah menjelaskannya saat pertama kali ia memasuki kamar ini. Bodoh! ... bodoh! ... bodoh! Kau Bening.


Semakin jumawa saja suaminya itu nanti, karena semakin punya celah untuk terus menghinanya.


"Maaf aku lupa! Tapi tujuanku keluar juga karena ingin menghirup udara segar. Bosan jika harus terus berdua di kamar bersamamu!" jawab Bening karena sudah kepalang malu.


"Lagi pula kau tidak perlu susah payah mencari apotik untuk menebus obat itu. Karena kau bisa mendapatkan obat apapun di rumah ini. Serahkan saja kertas resepnya kepada kepala pelayan. Jangan seperti keledai dongo begitu!"


"Apa rumah ini memiliki apotek pribadi?!" tanya Bening takjub seakan tak percaya dengan ucapan suaminya itu.


"Apa yang tidak bisa kami miliki. Bahkan kepalamu saja sekarang sudah berada di dalam genggaman keluarga Ramiro!" jumawa Arga.


'Cih, aku kan cuma bertanya kenapa sombong sekali! Dan apa itu tadi. Kepalaku? Bicara sembarangan saja!'


"Aku hanya bertanya tidak usah membawa-bawa kepalaku begitu! Apa semua orang kaya seperti kalian selalu bersikap sombong seperti ini?!"


"Bukan sombong tapi memang punya dan kami mampu melakukan semua itu!"


Berbicara dengan pria songong ini tidak akan pernah ada habisnya jika ia masih meladeni. Sudah lah mengalah saja. Begitu pikir Bening.

0 Comments