Bening. Bab 32-33

 


Bab. 32

Histeris.


"Semoga kau menikmati malam pertama kita!"


Arga bangkit dari ranjang setelah berhasil mereguk kenikmatan surgawi bersama Bening.


"Terima kasih karena telah menjadikan aku orang pertama bagimu."


Ia memakai kembali pakaiannya sembari melirik gadis yang masih menangis dan  meringkuk di bawah selimut


"Persiapkan dirimu. Secepatnya aku akan membawamu pergi bertemu dengan Opa," ucap Arga sebelum masuk ke dalam kamar mandi.


Sepeninggal pemuda itu Bening meraung keras meratapi nasibnya. Kehormatan yang selama ini mati-matian dijaganya telah direnggut paksa oleh manusia bejat seperti Arga.


Walaupun pernikahan mereka sudah di depan mata, tapi bukan berarti Arga bisa berbuat seenaknya kepada Bening. Bukan seperti ini yang Bening inginkan. Ia ingin dihargai sebagai seorang wanita dengan menyerahkan kesuciannya kepada sang suami kelak pada saat malam pertama mereka.


Biarpun kenyataannya pernikahan yang mereka jalani nanti hanya sebuah pernikahan kontrak yang memiliki perjanjian hitam di atas putih.


Hancur! Adalah satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Bening saat ini.


"Tidak usah bereaksi berlebihan seperti itu. Kedepannya kita akan sering melakukannya. Tubuhmu telah membuatku kecanduan!" 


Suara Arga menyentak kesadaran Bening. Lelaki itu terlihat baru saja keluar dari dalam kamar mandi, terbukti dengan sisa air yang masih menetes di dada bidangnya yang hanya memakai sehelai handuk di pinggang. 


'Berlebihan katanya?! Menodai seorang gadis tanpa merasa bersalah sedikitpun. Apakah dia masih bisa disebut sebagai manusia?'


Tanpa menjawab apapun Bening memberi tatapan jijiknya kepada pria yang beberapa saat yang lalu telah merenggut kehormatannya.


"Sebentar lagi pagi, aku lelah. Jadi jangan memancingku dengan tatapanmu itu. Atau aku akan menyerangmu lagi!" ancam Arga.


Bening yang masih trauma dengan kejadian beberapa jam lalu itu pun langsung mengalihkan pandangannya mendengar ancaman Arga tersebut.


"Jangan ganggu tidurku!"


Setelah mengucapkan kalimat itu Arga langsung menghempaskan tubuhnya di samping Bening dalam keadaan tengkurap.


Pun Bening yang refleks menjauh karena ia tidak ingin dekat-dekat lagi dengan pria yang telah menodainya.


Bening mengeratkan genggaman tangannya pada selimut yang kini membalut tubuh telanjangnya. Dengan sisa tenaga ia berusaha bangkit dari tempat tidur.


Sebisa mungkin Bening memelankan pergerakan-nya. Karena takut membuat pria yang kini tertidur di ranjangnya merasa terganggu.


Bukan karena rasa takut tapi Bening hanya tak ingin berurusan lagi dengan pria itu. Walaupun kemungkinan itu tidak akan pernah terjadi. Bukankah sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan suami istri.


"Aww ... ssttt ...."


Bening merasakan nyeri yang teramat sangat di pangkal pahanya saat ia berusaha berdiri. Namun, ia tidak menyerah agar secepatnya bisa masuk ke dalam kamar mandi.


Dengan tertatih ia melangkah menahan rasa sakit yang kian menyiksa saat dirinya bergerak.

 

"Hiks ... hiks ... hiks ...."


Bening menutupi wajahnya dengan kedua tangan saat ia tak kuasa melihat pantulan dirinya di depan cermin. Bagaimana tidak sekujur tubuhnya kini dipenuhi oleh tanda kepemilikan yang ditinggalkan oleh Arga di atas tubuhnya.


"Kenapa Tuhan. Kenapa harus seperti ini?! Sekarang aku sudah kotor. Aku jijik dengan diriku sendiri. Hiks ... hiks ... hiks ...!"


Bening berusaha menghilangkan jejak yang di tinggalkan Arga pada tubuhnya dengan menggosok bagian itu sampai kulitnya memerah.


"Aku benci ... benci ... benci dengan diriku sendiri. Tuhan tolong cabut saja nyawaku!"


Di bawah derasnya air shower Bening meraung merutuki kemalangan nasibnya. Kejadian itu membuat Arga terganggu padahal baru saja ia terlelap.


Brakk-


Pintu dibuka dengan sangat kencang. Diiringi dengan munculnya Arga yang menampilkan wajah iblis.


"Apa kau tidak bisa diam. Teriakanmu itu mengganggu tidurku! Bukankah aku sudah memperingatkanmu tadi!" hardik Arga.


Bukannya takut Bening malah memaki Arga dengan sumpah serapahnya. Mungkin karena rasa sakit di hatinya yang sudah tak terbendung lagi hingga membuat gadis itu histeris dan meledak-ledak.


"Bajingan ... bajingan ... bajingan kau! Aku sangat membencimu. Semoga kau membusuk di neraka. Aku membencimu banjingan!" teriak Bening seperti orang gila.


Arga yang melihat teriakan histeris gadis itu tidak punya pilihan lain selain berusaha menenangkan.


Diraihnya tubuh Bening dalam dekapannya setelah berhasil mematikan shower yang sedari tadi mengucur deras hingga membuat tubuh sang gadis basah.


"Sstttt ... tenang lah!" Arga mengunci tubuh Bening dalam pelukannya agar gadis itu berhenti merontah.


"Aagghhhhh!!!"


"Sstttt ... tenang! Tidak apa-apa!"


"Lepaskan aku bajingan. Lepaskan!"


"Hei tenanglah!"


Akhirnya Bening berhenti meronta karena tenaganya sudah terkuras habis. Kini ia hanya bisa menangis dalam dekapan pria yang sangat dibencinya.


"Sstttt, sudah jangan menangis lagi. Semuanya akan baik-baik saja!" hibur Arga berusaha menenangkan.


Namun, kata-kata Arga tersebut mampu membangkitkan amarah Bening kembali. Hingga dengan satu gerakan ia berhasil mendorong tubuh Arga menjauhi dirinya.


"Baik-baik saja? Setelah apa yang kau lakukan padaku dengan mudahnya kau bilang semuanya akan baik-baik saja. Sebenarnya manusia macam apa dirimu?!"


Arga yang kehilangan kata-kata untuk menjawab pun hanya mampu berdiam diri dengan duduk di lantai kamar mandi tak jauh dari tempat Bening berada saat ini.


"Katakan padaku manusia jenis apa dirimu. Sehingga bisa menyiksaku sampai seperti ini?!"


"Aku-" Suara Arga seakan tercekat di tenggorokan. Ini untuk pertama kalinya ia kehilangan kata-kata di hadapan seorang perempuan. Apa karena ia merasa bersalah saat ini?


Tentu saja tidak karena egonya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Karena menurutnya apapun yang ia lakukan merupakan hal yang benar. Bahkan untuk merenggut kehormatan seorang gadis sekalipun.


Sudah 20 menit berlalu. Namun, kedua manusia berbeda jenis kelamin itu pun masih tetap bergeming di tempatnya. Tak ada satupun dari mereka berdua yang bersuara. Karena mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.


"Kenapa, kenapa tidak kau bunuh saja aku?!"


Suara Bening tiba-tiba memecah keheningan. Hal itu sontak membuat Arga mengalihkan perhatiannya kepada gadis yang terlihat sangat berantakan  saat ini.


Arga tersenyum miring sebelum berkata-


"Karena aku belum puas bermain dengan mu. Bukankah sudah ku katakan kepadamu bahwa kau akan menjadi mainan baruku selama satu tahun ke depan!"


"Iblis tidak punya hati!"


"Dan iblis inilah yang akan terus menghantui hidupmu nanti. Karena tanpa seizinku kau tidak akan pernah bisa lari walau hanya bergeser sesenti pun dariku!"


Setelah menyelesaikan kalimatnya Arga beranjak berdiri, tapi sebelum keluar dari pintu ia kembali berucap-


"Aku akan memanggilkan Lastri agar bisa membantumu membersihkan diri. Aku tidak mau kau sakit dan tidak bisa melayaniku lagi!"


Hati Bening terasa teriris mendengar penuturan Arga tadi. Ternyata dirinya hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu pria itu.


Setelah beberapa saat berlalu, di sinilah Bening berada. Duduk berendam di dalam bathtub.


"Yang sabar ya Ning. Yakinlah setelah kesulitan pasti ada kemudahan, karena Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar kesanggupan hambanya." Lastri begitu miris melihat nasib Bening saat ini.


"Rasanya Bening sudah tidak sanggup Bu. Semuanya begitu sangat berat. Bening tak sanggup lagi memikulnya." Air mata kembali menetes saat gadis malang itu memejamkan matanya.


Bab. 33

Bertemu Tuan sepuh.


Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu dan selama itu pula Arga belum pernah sekalipun menampakkan dirinya di hadapan Bening. Mungkin ia berfikir untuk memberikan gadis itu waktu untuk sendiri dulu tanpa mengganggunya.


Suasana mencekam begitu terasa di ruang tamu kediaman keluarga besar Ramiro. Tatapan mata setajam elang terlihat tengah menelisik gadis yang kini duduk di atas sofa besar dengan meremas kedua tangannya.


"Siapa namamu?!" Suara tenang namun tegas menyentak pendengaran gadis yang terlihat sangat tegang itu.


"Be-bening Tu-tuan," lirihnya kemudian kembali menundukkan wajah.


"Bening?!"


"I-iya."


"Kau berasal dari keluarga mana. Siapa nama orang tuamu dan apa nama perusahaan Ayahmu. Apa aku mengenalnya?!" tanya Tuan Syarief penuh selidik.


Degh-


'Ya Tuhan pertanyaan macam apa itu. Perusahaan? Sejak kapan Ayah mempunyainya. Seandainya beliau tahu aku hanya putri seorang buruh pabrik biasa.'


"Apa kau mendengarku?!" tanya Tuan Syarief gusar karena tak jua mendengar jawaban dari gadis itu.


"Sa-saya bukan putri dari pengusaha manapun Tuan. Ta-tapi saya hanya putri dari mantan buruh pabrik tekstil," jawabnya gugup.


"Putri dari seorang buruh. Apa kau sedang bercanda?!"


"Ti-tidak Tuan saya berkata yang sebenarnya."


"Kau putri seorang buruh tapi berani datang kemari untuk menjadi calon cucu menantuku. Calon istri pewaris tunggal kerajaan bisnisku. Besar juga nyalimu!"


Tentu saja Bening menciut mendengar kata-kata yang terlontar dari bibir pria tua yang kini sedang berdiri dengan bantuan sebuah tongkat.


"Ma-maaf sa-saya ti-tidak bermaksud-"


Bening menghentikan ucapannya setelah Tuan sepuh mengangkat sebelah tangannya ke arah gadis itu.


"Tapi aku salut dengan kejujuranmu itu. Kau gadis hebat yang berusaha untuk terlihat sebagai seorang pemberani walaupun sangat jelas ketakutan yang tampak di matamu. Kau sungguh pandai menguasai ketakutanmu itu. Menurutmu apa yang harus aku lakukan kepada gadis bernyali besar sepertimu?!"


"Maaf Tuan saya tidak mengerti dengan apa yang anda katakan?"


"Kau ingin masuk menjadi bagian dari anggota keluarga besarku 'kan?"


"Maaf Tuan saya tidak seberani itu!"


"Kalau begitu untuk apa kau datang kemari?!"


"Itu semua karena, karena-"


"Karena apa? Kau tidak bisa menjawabnya 'kan?!"


'Karena aku dipaksa Tuan!' Ingin sekali Bening berkata seperti itu di depan pria tua yang ada di hadapannya saat ini. Tapi sayangnya ia tidak bisa. Perjanjian yang telah disepakatinya dengan Nyonya rumah ini membuatnya tidak bisa melakukan hal itu.


"Apa kau ingin mengatakan siapa yang telah membawamu kemari?!"


"Saya tahu saya tidak pantas berada di antara kalian. Saya tahu di mana posisi saya yang seharusnya tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya tidak berdaya."


"Mustahil sekali, ada yang bisa memperdaya gadis sepemberani dirimu."


"Tapi itu memang benar Tuan, karena-"


Bening sontak menghentikan ucapannya karena ia tak sengaja melihat tatapan tajam dari Nyonya Diana yang kini berdiri di sudut ruangan. Tentu saja keberadaan wanita itu tidak diketahui oleh Ayah mertuanya.


"Rupanya kau suka sekali menggantungkan ucapanmu!"


"Ma-maaf Tuan," jawabnya seraya menunduk karena saat ini Bening merasa terpojok dengan tatapan intimidasi yang barusaja diberikan oleh sang Nyonya rumah.


"Tapi sialnya, cucu bodohku itu telah menjatuhkan pilihannya kepadamu. Apa menurutmu aku punya pilihan lain selain menyetujuinya?"


Bening menggeleng kuat merespon ucapan pria tua itu sebelum menjawab. "Maaf saya tidak mengerti Tuan dan saya juga tidak tahu harus menjawab apa!"


"Kau adalah calon istri yang telah dipilih oleh cucuku. Mau tidak mau aku harus menerima itu, tidak peduli latar belakang keluarga yang kau miliki sebelumnya. Karena sekali kau masuk ke dalam keluarga Ramiro maka saat itu pula kau mutlak milik kami. Dan itu berarti kau harus siap meninggalkan kehidupan masa lalumu untuk sepenuhnya mengabdi kepada keluarga ini."


Bening menelan ludahnya kasar mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir pria tua itu.


"Sekarang apa kau sudah paham dengan kata-kataku?!"


"I-iya Tuan," jawabnya gugup.


"Mulai hari ini kau akan menempati salah satu kamar yang ada di dalam rumah ini."


"Maksud anda, apakah saya akan tinggal di rumah ini?"


"Iya!" jawabnya tegas.


'Kenapa harus tiba-tiba seperti ini? Itu berarti aku harus berpisah dengan Bu Lastri. Bahkan aku belum sempat mengucapkan kata-kata perpisahan kepada beliau.'


"Sampai kapan kau akan berdiam diri seperti itu? Pelayan akan membawamu ke dalam kamar yang memang khusus disediakan untukmu!" Suara Tuan sepuh menyadarkan Bening dari lamunannya.


"Maaf Tuan."


"Fatma bawa gadis ini ke dalam kamarnya!" titah Tuan Syarief kepada kepala pelayan.


Seorang wanita paruh baya pun mendekat dan menunduk hormat kepada sang Tuan lalu berkata- "Baik Tuan."


"Nona silahkan ikuti saya," ucapnya kepada Bening.


Bening pun mengikuti langkah kepala pelayan itu memasuki sebuah lift untuk menuju lantai atas.


'Orang kaya memang beda ya. Di dalam rumah pun ada lift.'


Senyum samar nampak terlukis dari bibir wanita yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan mengamati interaksi antara Tuan Syarief dengan Bening tadi.


"Ternyata gadis kampung itu sangat bisa diandalkan. Semoga rencanaku berjalan sesuai dengan yang aku inginkan!" monolognya kemudian ia pun berlalu dari tempat itu.


*****


"Semua informasi mengenai gadis yang akan menjadi calon istri Tuan muda sudah berada di dalam amplop ini. Bahkan saya juga sudah menelusuri ke desa tempat gadis itu tinggal sebelumnya." 


Seorang pria tampak menyerahkan amplop besar berwarna coklat ke atas meja tepat di hadapan Raka. Karena mereka saat ini telah sepakat untuk bertemu di sebuah ruangan privat sebuah restoran.


Raka meraih amplop yang disodorkan pria tersebut dan segera membuka isinya. Mata pemuda itu tampak fokus membaca semua informasi yang terdapat di dalam berkas yang diberikan pria asing tadi.


"Jadi nama gadis itu Bening Pratiwi dan baru berumur 19 tahun. Dia seorang gadis yatim karena Ayahnya meninggal satu tahun yang lalu. Dan hanya tinggal berdua dengan Ibunya di desa XX?"


"Iya Tuan, bahkan ada suatu kejadian yang menimpah gadis itu sebelum ia meninggalkan kampung halamannya karena diusir oleh sang Ibu. Dan sampai saat ini pun para tetangganya tidak ada yang mengetahui di mana gadis itu berada."


"Kejadian, kejadian apa sampai Ibunya tega mengusirnya?"


"Menurut informasi yang saya peroleh dari beberapa warga sekitar yang sempat saya temui. Malam sebelum menghilangnya gadis bernama Bening itu, dia sempat mendapat pelecehan dari Ayah tirinya sendiri. Kejadian itu sempat membuat kampung mereka heboh."


"Lalu bagaimana dengan Ayah tiri gadis itu sekarang?"


"Mereka sudah mendekam di penjara Tuan!"


"Mereka?!"


"Iya Tuan karena malam itu Pak Edi Ayah tiri gadis itu juga membawa temannya untuk berbuat buruk kepada Bening. Hal itu dimaksudkan untuk melunasi hutang Pak Edi kepada temannya itu."


"Maksudmu dia menukar anak tirinya sebagai penebus hutang?!"


"Begitulah Tuan."


"Astaga! Dan sekarang gadis itu terperangkap ke dalam jeratan keluarga Ramiro. Ironis sekali!" gumam Raka setelah mengetahui fakta mengenai gadis yang akan menjadi istri sahabatnya itu.


"Apa masih ada lagi yang harus saya kerjakan Tuan?"


"Ah- tidak sudah cukup. Hasil kerjamu sudah sangat memuaskan. Aku akan mentransfer sisa pembayarannya sekarang." Raka pun meraih benda pipih miliknya yang tergeletak di atas meja untuk melakukan transaksi M-banking.


"Sudah masuk."


"Iya Tuan terima kasih. Saya pamit undur diri dulu."


"Terima kasih," ucap Raka sembari menjabat tangan pria itu.


Pria asing yang merupakan detektif sewaan Raka sudah meninggalkan restoran tempat mereka bertemu dan kini hanya meninggalkan Raka yang masih termenung di sana.


"Apa Arga sudah mengetahui kebenaran tentang gadis ini? Ah, aku rasa belum jika melihat gelagat Arga selama ini." Pemuda itu tampak mengetukkan jarinya di atas meja sembari berfikir.


"Pernikahan mereka sudah akan dilangsungkan dalam beberapa hari lagi. Dan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Kalaupun aku melakukan hal itu sama saja dengan menantang Nyonya Diana. Aku benar-benar tidak mampu menolong gadis itu semoga saja Arga bisa berbuat baik kepada gadis yang bernama Bening itu. Karena hanya Arga sendirilah yang bisa menolongnya."

0 Comments