Bening. Bab 34-35

 


Bab. 34

Papi calon mertua.


Sesosok gadis cantik tengah duduk di depan meja rias ditemani seorang MUA profesional yang memang didatangkan khusus untuknya.


Beberapa jam lagi ia akan melangsungkan prosesi ijab kabul di sebuah masjid yang telah ditentukan oleh keluarga Ramiro untuk melakukan prosesi sakral itu.


"Sutra lah neik jangan menangis lagi. Make up eke jadi luntura 'kan!" ucap pria gemulai yang sedang merias Bening karena ia begitu repot memperbaiki riasan di wajah gadis yang sedari tadi tak berhenti mengeluarkan air mata.


Apakah seperti ini akhir dari kisah hidup yang harus ia jalani? Menikah tanpa kehadiran satu orang pun keluarganya. Sang Ibu yang menjadi harapan satu-satunya pun juga tidak berada di sisinya saat akan menjalani peristiwa penting dalam hidupnya nanti.


"Sutra lah neik, yey nangisin apa sih? Yey itu sebenernya cantika trala lala. Apalagi jika berhenti menangis. Harusnya yey itu bersukur bisa dapet jantan cucok markucok dan pasti gedong senjatanye, ups! Keceplosan kan eke jadinya. Abisnya eke tinta kuat liat body macho macam Tuan muda!" 


"Cup ... cup ... cup. Sudah ya jan nangis lagi!"


Ceklekk-


"Permisi," ucap salah seorang pelayan yang baru saja masuk ke dalam kamar di mana Bening berada.


"Iya, ada apose?" 


"Maaf saya cuma datang untuk menyampaikan pesan dari Tuan besar agar Nona Bening segera menemui beliau di ruangan sebelah. Permisi!"


"Oke, pengantin akan siap dalam waktu 10 menit."


"Baik, permisi." Pelayan itupun mohon undur diri dengan sopan.


"Yey denger sendiri kan Tuan Besar sudah menunggu. Jadi please berhenti keluar ini air matanya. Kalo putri duyung ma enak, bisa dapat mutiara banyak eke," ujarnya ngelantur.


"Wait!" Pria tulang lunak itupun menelisik hasil karyanya.


"Amazing, spektakuler! Yey bener-bener bidadari. Polesan tangan dingin eke memang tidak dapat diragukan lagi!" pujinya pada diri sendiri.


"Gimandang Angel, sutra lah selesai kah?" tanya salah satu teman make up artis yang baru saja keluar dari kamar mandi.


"Yey lamir amat di kamar mandi kayak mau beranak ajija," cebiknya gusar karena kelakuan sang patner yang terlalu lama berada di dalam kamar mandi. Kemudian "Taraaa ... lihat hasil karya gue!"


"Woww ...!"


"Tutup mulut yey. Lalat jantan masuk tau rasa ya neik!"


"Ups sorry, eke terkesima lihat bidadari cantika dari kayangan ini."


"Biasa aja keles. Hasil permak eke memang oke."


"Luar biasa karena wajahnya memang cantika sih neik."


"Sudah cepat jangan lambreta Tuan besar sudah menunggoyy di kamar sebelah!"


"Why?"


"Adinda yang ingin dibicarakan sama calon mantura."


"Oh!" 


Bening yang sedari tadi duduk diam di antara pria bertulang lunak itu hanya diam menyimak pembicaraan mereka karena Bening sendiri tidak terlalu faham dengan bahasa planet yang mereka gunakan.


"Laa si cantika bengoyy. Pasti yey bingung ya dengan bahasa perbencongan kita orang?"


Bening hanya mengangguk untuk menanggapi, hingga membuat dua orang itu tertawa dibuatnya.


"Astaga sorry neik seharusnya yey nggak nyimak obrolan kita."


"Iya saya tidak mengerti kalian bicara apa!" Akhirnya Bening pun membuka suara.


"Selain cantika ternyata suara yey merdura juga ya!"


"Makanya jangan nagis lagi. Sayang cantikanya ilang loh!"


"Oke coba senyum," pinta salah satu dari mereka.


Bening pun dengan terpaksa mengulas senyum tipisnya ke arah dua lady boy itu.


"Nah, kalo seperti ini kan cantika!" seru mereka berdua.


*****


Sorot mata tajam pria di hadapan Bening saat ini tiba-tiba melunak ketika beradu tatap dengan mata sendu gadis itu.


Degh-


'Kenapa wajah gadis ini mirip sekali dengan dia?'


"Tuan! Tuan maaf, apa anda memanggil saya kemari?"


"Ah-  iya?!"


"Ma-maaf apa anda yang memanggil saya kemari?" tanya Bening ragu sembari meremas ujung kebaya yang dipakainya.


"Jadi kau gadis yang akan menikahi putraku?!"


"Sa-saya-"


"Aku tidak tahu siapa kau dan apa motifmu menikahi putraku. Tapi aku yakin semua itu tidak jauh dari urusan uang!"


Bening memejamkan matanya mendengar ucapan pria di hadapannya saat ini. Bahkan ia sudah mendapat hinaan pada pertemuan pertama mereka. Tidak kah mereka dapat melihat sesuatu tanpa melibatkan uang? Miris sekali.


"Maaf Tuan apa maksud anda?"


"Kau memang tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti aku tidak peduli. Yang pasti tidak ada seorang pun perempuan yang mendekati putraku tanpa suatu tujuan. Dan harta adalah salah satunya," sinis Tuan Jordan.


"Tidak bisakah orang kaya seperti kalian memandang sesuatu tidak dari segi harta dan kekuasaan? Karena tidak semua orang berfikiran sempit seperti anda!"


"Kau!"


"Maaf Tuan saya hanya bicara yang seharusnya saya katakan."


"Ternyata Papa benar. Kau adalah gadis yang sangat pemberani dan kau sungguh berbeda dengan gadis lain di luar sana karena kau telah berani masuk ke dalam kandang singa!"


"Maaf saya hanya takut kepada Tuhan dan selama Tuhan bersama saya, tidak ada satu alasan pun yang harus saya takutkan."


"Baik lah terlepas apapun alasanmu menikahi putraku. Aku harap kau sudah mempersiapkan dirimu dengan baik untuk menjadi anggota baru keluarga Ramiro. Karena kelayakanmu sangat diharuskan!"


"Insyaallah saya siap Tuan!"


"Apa kau akan terus memanggil Ayah mertuamu dengan sebutan Tuan?!"


"Maaf?!"


"Panggil aku Papi!"


"I-iya Pa-pi."


"Bagus! Apa kau sudah mengetahui bagaimana kehidupan liar Arga selama ini? Karena menurutku kau tampak begitu polos."


"Saya mengetahuinya Tuan. Em maaf Pa-pi," jawab Bening seraya menggigit bibirnya.


"Sejauh apa kau mengenal putraku?!"


"Sa-saya belum terlalu mengenal Tuan muda secara pribadi. Tapi saya akan belajar memahami pria yang akan menjadi imam saya nanti."


Ada kelegaan luar biasa yang dirasakan pria berbadan tegap itu setelah mendengar penuturan calon menantunya. Entah kenapa berbicara dengan gadis itu membuat perasaan asing muncul di dadanya. Seakan ada keterikatan tak kasat mata yang terjalin di antara mereka berdua.


Tapi bukan rasa yang seperti ada di dalam pikiran kalian. Namun, rasa itu seperti ikatan batin hubungan keluarga yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.


Tuan Jordan sendiri tidak bisa mendiskripsikan seperti apa perasaannya saat pertama kali bertemu dengan gadis polos yang sekarang berdiri di hadapannya. Namun rasa damai dan hangat itu terasa kian jelas walaupun dia berusaha untuk menyangkalnya dengan bersikap arogan di depan gadis itu di awal mereka bertemu tadi.


"Aku senang mendengar kata-kata itu. Kedepannya kau harus bisa menjadi pendamping yang ideal untuk putraku dan bisa mengimbangi gaya hidupnya selama ini. Karena menjadi pasangan seorang pewaris tunggal itu sangat tidak mudah. Sedikit banyak kau akan terseret ke dalam arus yang diciptakan oleh keluarga ini."


"Saya mengerti. Terima kasih karena telah memberikan nasehat itu kepada saya. Dan saya berjanji akan menjadi istri yang baik untuk putra Papi."


Bening mengernyit bingung saat mendapati sang calon mertua memandang lekat dirinya.


"Maaf jika membuatmu bingung. Wajahmu mengingatkanku pada seseorang di masa lalu!"


Bab. 35

Sah.


"Elo nggak ada niatan mabuk di hari pernikahan nanti 'kan, Ga?" Suara Raka mengalihkan pandangan Arga yang tengah menikmati pemandangan kota dari jendela kaca apartemennya.


"Hanya segelas minuman, nggak akan bisa bikin gue mabuk!" terangnya.


"Gimana persiapan loe. Udah siap atau loe sudah mulai berubah pikiran? Belum terlambat untuk menghentikannya!"


"Sepertinya loe berharap banget gue bakal batalin  pernikahan gue," sarkas Arga.


"Sorry bukan gue nggak setuju dengan keputusan loe ini tapi jika pernikahan ini membawa dampak buruk kepada orang lain apa gue harus berdiam diri saja?"


"Berdampak buruk yang bagaimana maksud loe?!"


"Jika ada salah satu pihak yang dirugikan dengan adanya pernikahan ini apa itu bukan namanya berdampak buruk?"


"Pikiran loe udah kejauhan. Loe selalu mengkhawatirkan sesuatu yang tidak seharusnya."


"Entahlah gue hanya tidak ingin ada yang tersakiti di sini." Raka menghela nafasnya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Ataupun ada pihak yang merasa dirugikan."


"Gue bingung sama lo, Rak. Sebenarnya loe di pihak mana sih? Kenapa sulit banget buat loe untuk ngedukung gue!"


"Bukan seperti itu, Ga?"


"Lalu kayak gimana maksud loe? Gimana kalo pernikahan ini membawa dampak positif buat hidup gue?"


"Kalo hal itu benar terjadi, gue adalah orang pertama yang merasa sangat bersyukur karena mungkin dengan ini masa depan loe akan lebih terarah!"


"Sial! Maksud loe apa dengan masa depan gue. Loe pengen bilang gue cowok yang nggak punya masa depan? Hello, Raka apa kabar Ramiro group jika itu benar adanya!"


"Bukan loe nggak punya masa depan tapi-"


"What?! Tapi apa?!" tanya Arga dengan tidak sabaran.


"Tapi hidup loe itu masih berantakan, Dude. Ibarat kapal loe itu masih terombang ambing di tengah lautan lepas tanpa adanya tujuan."


"Bahasa loe ketinggian. Sejak kapan loe jadi sok puitis begini. Nulis puisi atau novel sana, nggak usah jadi asisten gue lagi!" gusar Arga.


"Lah dia ngambek. Nggak cocok sama badan kekar loe itu. Kalo loe ngambek macam anak perawan gitu," ledek Raka.


"Sial emang loe ya!"


"Satu jam lagi ijab kabul loe, Ga. Mending kita berangkat sekarang biar nggak kena macet."


"Kenapa sekarang jadi loe yang antusias sama pernikahan gue?!" tanya Arga curiga seraya mengernyitkan alisnya.


"Astaga! Serba salah banget jadi gue. Gue suruh loe berpikir ulang. Loe bilang gue nggak mihak sama loe. Sekarang gue suruh loe cepet-cepet berangkat biar nggak terjebak macet loe bilang gue antusias. Gini amat ya nasib babu!"


"Ck ... sekarang ketahuan kan siapa yang baperan macam anak perawan?" sindir Arga.


"La pake acara ngebalik omongan gue nih anak! Serah loe ya, Ga. Yang pasti sekarang loe masih mau nikah apa enggak? Kalo iya buru berangkat sekarang sebelum kita terjebak macet!" gusar Raka.


"Oke kita berangkat sekarang!" jawab Arga kemudian beranjak dari tempat itu.


"Dari tadi kek, bikin orang naik darah mulu, heran deh," gerutu Raka yang tengah mengekor di belakang sahabat sekaligus bosnya itu.


"Udah nggak usah ngomel terus loe!"


"Lagian mana ada calon pengantin berangkat sendirian ke acara pernikahannya tanpa didampingi pengiring," sindir Raka karena memang mereka hanya datang berdua tanpa adanya rombongan pengiring pengantin sebagaimana layaknya orang yang akan menikah.


"Hele ngapain pake dianter kalo berangkat sendiri juga bisa. Emang loe mau nikahan apa tawuran bawa pasukan banyak kayak gitu?!"


"Cih, itu bukan perkara berani atau enggaknya tapi ini masalah adat, Man."


"Hala nggak penting banget omongan loe, tau nggak?!" Arga masuk ke dalam mobil yang telah dipersiapkan untuknya kemudian disusul dengan Raka yang juga mengambil tempat di sampingnya.


"Jalan Pak!" titah Raka setelah berhasil menutup pintu mobil.


"Maksud loe apa tadi dengan adat?" tanya Arga melenyapkan keheningan. Raka pun yang mendapat pertanyaan sontak mengalihkan pandangannya kepada sahabat sekaligus bosnya itu.


"Maksud loe?!"


"Itu yang tadi," jawab Arga gusar karena Raka tak jua mengerti pertanyaannya.


"Oh, masalah pengiring pengantin?"


"Hemm."


"Iya emang bener Ga. Setiap mempelai yang akan datang ke acara pernikahannya pasti didampingi oleh iringan pengantin. Seperti orang tua, sanak keluarga, kerabat dan ada pula yang melibatkan para tetangga. Mereka pergi juga dengan membawa barang yang disebut dengan seserahan, tidak seperti kita yang datang dengan tangan kosong begini."


"Apa memang benar seperti itu?!" tanya Arga seakan tak percaya.


"Tentu saja. Kemana aja loe selama ini? Hal kayak gitu aja nggak tahu!" cibir Raka.


"Cih, gue nggak ada waktu buat ngurusin hal remeh temeh kayak begituan!" jawab Arga gusar karena merasa dipojokkan oleh Raka. Lagi pula orang seperti Arga mana pernah tahu urusan seperti itu apalagi jika menyangkut masalah yang biasa dilakukan oleh rakyat jelata.


"Oke gue bakal jelasin dikit sama loe. Dengerin gue baik-baik!"


"Negara kita ini unik Ga. Kita memiliki ragam adat budaya di setiap daerah. Termasuk dalam hal pernikahan karena adat budaya saat menyelenggarakan pernikahan di setiap daerah sudah pasti berbeda. Contohnya pernikahan betawi yang memiliki budaya unik dengan adanya palang pintu untuk menyambut mempelai pengantin pria dengan pantunnya dan kemudian mereka menunjukkan aksi silat jagoan dari perwakilan masing-masing mempelai."


"Kenapa ribet banget sih mau kawin aja?!" potong Arga.


Raka menghembuskan nafas kasar mendengar penuturan sahabatnya tadi. Susah memang bicara dengan sultan begitu pikirnya.


"Pokoknya intinya begini- setiap pemuda yang ingin mempersunting seorang gadis maka pria tersebut akan meminta atau melamar kepada orang tuanya dengan cara baik-baik. Setelah lamaran itu diterima mereka akan membuat acara lamaran resmi sebelum pernikahan diselenggarakan. Keluarga si pemuda membawa banyak barang untuk diberikan kepada pihak perempuan sebagai hadiah dan akan memberikan mahar sesuai dengan kesanggupan si pemuda tersebut. Itu dimaksudkan untuk menghargai perempuan yang akan dia nikahi nanti."


"Gue nggak ngerti itu semua karena Mommy yang sudah mengurus semuanya. Jadi gue tinggal ijab kabul saja," jawab Arga enteng.


"Dasar anak Mommy!" lirih Raka tapi masih bisa didengar oleh pemuda di sampingnya itu.


"Apa maksud loe tadi? Makin kurang ajar aja loe sama gue!"


"He he sorry, gue cuma becanda. Pizz!" kekeh Raka seraya mengangkat jarinya membentuk huruf V.


Mobil yang membawa Arga dan Raka sudah memasuki halaman masjid tempat diselenggarakannya acara sakral tersebut.


Setelah keluar dari mobil dengan gagahnya Arga melangkah pasti masuk ke dalam masjid dan duduk di samping Bening yang kini sedang menundukkan kepalanya.


Arga dan Raka adalah orang yang terakhir datang karena semua anggota keluarga Ramiro sudah datang terlebih dulu. Termasuk mempelai wanita yang sudah duduk manis di depan Pak penghulu sejak setengah jam yang lalu.


Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah kejadian malam itu. Hingga Bening merasakan aura dingin di antara mereka berdua hingga ia meremat ujung kebaya pengantinnya untuk mengurai rasa takut dan gugup yang menyerang menjadi satu.


"Apakah anda sudah siap Tuan muda? Silahkan jabat tangan saya dan ikuti kata-kata saya!" ucap Pak penghulu yang akan menikahkan mereka berdua.


Tanpa banyak bicara Arga pun mengikuti instruksi yang dikatakan oleh Pak penghulu hingga keluarlah kata 'SAH' dari para orang yang ditunjuk sebagai saksi pernikahan.


Tak terasa air mata telah mengalir dari sudut mata sang mempelai wanita yang terlihat sangat cantik hari ini. Kini statusnya sudah berubah menjadi Nyonya Arga walaupun itu hanya untuk sementara. Tepatnya sampai satu tahun ke depan.


Doa pun dipanjatkan sebagai bentuk rasa syukur atas terselenggarakannya acara yang berjalan lancar dan penuh khitmad.

0 Comments