Arga. 36-37

 


Bab. 36

Bukan malam pertama.


Ada kelegaan yang Bening rasakan ketika kata sah terucap lantang dari mulut para saksi.


Arga mengulurkan tangan yang disambut Bening dengan mencium punggung tangan suaminya tersebut. Namun, Arga tidak memberikan kecupan lembut di kening gadis yang kini sudah menjadi istrinya seperti para pengantin baru pada umumnya.


Terang saja karena pernikahan mereka bukan atas dasar cinta melainkan karena keterpaksaan saja.


Suara dering ponsel milik Arga begitu nyaring terdengar hingga mengganggu keheningan di antara mereka.


Dengan cepat sang empunya benda pipih itu menggeser icon warna hijau. Kemudian-


"Halo!" ucap Arga setelah berhasil mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.


"...................."


"Oke, gue segera meluncur ke sana secepatnya!"


"...................."


"Bye!"


Klikk-


Arga pun mengakhiri panggilan tersebut kemudian menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jas sebelum beranjak dari tempat duduknya saat ini.


"Sorry Arga ada urusan. Arga harus pergi sekarang juga!" ucapnya kepada semua orang yang berada di tempat itu seraya melihat jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.


Arga pun beranjak pergi dari tempat itu tanpa menunggu jawaban dari orang-orang yang terlihat heran dengan tingkah lakunya. Hingga membuat mereka saling pandang satu sama lain. Kecuali Tuan sepuh serta Papi dan Mommy-nya yang memang sudah terbiasa dengan sikap Arga yang suka seenaknya.


"Arga tunggu!" panggil Raka setelah berhasil mengejar pemuda yang beberapa menit lalu sudah berubah statusnya menjadi suami. Kini mereka sudah berada di luar masjid.


"Astaga cepet banget sih loe jalannya!" protes Raka dengan nafas yang tak beraturan akibat aksinya mengejar bos sekaligus sahabatnya itu.


"Ada apa lagi Rak? Gue nggak punya banyak waktu!" seru Arga setelah menghentikan langkahnya. 


"Loe mau kemana, Ga?"


"Loe nggak denger tadi? Gue ada urusan!" gusar Arga.


"Urusan sepenting apa yang bikin loe sampai pergi meninggalkan mempelai pengantin loe kayak gini? Loe nggak kasian sama dia?"


"Bukankah acaranya sudah selesai? Yang pentingkan gue udah nikah dan itu sah. Selanjutnya ya terserah gue. Bukankah gue pernah bilang sama loe bahwa pernikahan ini nggak akan berpengaruh apapun atas hidup gue. Karena Arga tetaplah Arga!" ucap tegas Arga kemudian pergi meninggalkan Raka yang masih berdiri mematung.


"Tapi Ga!" 


Arga pun kembali menghentikan langkahnya. "Apa lagi? Udahlah gue buru-buru. Nggak ada waktu buat ngeladenin drama loe saat ini!" Arga pun bergegas memasuki mobil sport miliknya yang sudah terparkir di pelataran masjid. Entah sejak kapan mobil itu berada di sana dan siapa yang telah membawanya. Bukankah sultan itu bebas!


"Ga, tunggu Ga. Arga ...!" teriak Raka tapi sama sekali tidak digubris orang yang dipanggilnya. 


Arga menginjak pegal gas meninggalkan pelataran masjid tempatnya melakukan ijab kabul tadi tanpa memperdulikan teriakan sahabat sekaligus asistennya.


Sementara di dalam masjid Bening masih menunduk sedih dan malu karena ditinggal begitu saja oleh pria yang baru saja menikahinya. Ia merasa terhina namun tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima nasibnya.


"Fatma, bawa Bening kembali ke rumah!" titah Tuan Syarief sebelum meninggalkan tempat itu.


Sedangkan kedua orang tua Arga sudah lebih dulu meninggalkan masjid setelah kepergian Arga tadi. 


Terutama Tuan Jordan yang memang tidak memiliki waktu luang hanya untuk melihat drama yang menurutnya tidak penting. Karena waktunya terlalu berharga seperti slogan yang sering terdengar selama ini 'time is money' seperti itulah waktunya hanya untuk uang dan bekerja.


*****


Kediaman keluaraga Ramiro.


"Silahkan masuk Nona! Ini kamar Tuan muda dan sekarang akan menjadi kamar anda juga," ucap Fatma kepada Bening  selaku kepala pelayan yang ditugaskan untuk melayaninya.


"Terima kasih Bi."


"Sama-sama Nona. Saya permisi dulu kalo anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil kami dengan menekan tombol itu," jelas kepala pelayan sembari menunjuk tombol yang berada di samping tempat tidur. "Selamat beristirahat. Permisi!"


"Iya baik, terima kasih."


Fatma pun pergi meninggalkan kamar Bening setelah sedikit menundukkan tubuhnya hormat yang dibalas Bening dengan senyuman manisnya.


Selepas kepergian kepala pelayan yang bernama Fatma tadi Bening melangkah menuju tempat tidur. Ia ingin segera melepas kebaya pengantinnya dan membersihkan diri agar bisa lekas beristirahat.


Namun sebelum itu Bening lebih tertarik untuk mengitari kamar megah dan luas ini guna melihat-lihat apa saja yang ada di dalamnya.


Satu per satu Bening memperhatikan segala kemewahan yang tersaji di dalam kamar tersebut. Sorot matanya menyapu setiap sudut ruangan tanpa ada yang terlewatkan. Hingga netra matanya menangkap adanya dua buah daun pintu yang bertengger gagah saling bersebelahan.


"Itu pintu apa? Mungkin kamar mandi, tetapi kenapa ada dua? Di rumah Mami Juwita dulu hanya satu. Kalo begitu pintu yang satunya buat apa?" monolognya.


Karena didesak oleh rasa penasaran yang tinggi Bening pun melangkah mendekati pintu tersebut untuk melihat apa yang ada di dalamnya.


"Astaga apa ini toko baju?" ucap Bening takjub melihat isi dari ruangan tersebut.


Perlahan namun pasti langkah kaki gadis itu membawanya masuk lebih dalam ke ruangan yang menyimpan begitu banyak pakaian, sepatu, jam tangan dan aksesoris lain dengan brand mahal dan terkenal tentunya.


"Di sini juga ada begitu banyak pakaian wanita. Apa mereka sengaja menyiapkan ini untuk ku?"


Plakk-


Bening memukul kepalanya sendiri sebelum berkata-


"Memangnya siapa kamu Bening. Percaya diri sekali mengakui bahwa semua barang-barang ini memang sengaja disiapkan untukmu. Ngaca Bening ngaca! Jadi mantu juga karena dipaksa. Mana cuma sementara lagi. Ya Allah ngenes amat hidup hamba," oceh gadis itu.


Walaupun masih setengah yakin bahwa barang-barang itu disiapkan untuknya. Namun tangan Bening gatal untuk tidak mengambil salah satu dari pakaian-pakaian itu kemudian dipaskan di depan tubuhnya.


"Tuh kan bener. Ukuran baju-baju ini sama dengan tubuh ku," imbuhnya sembari melihat pantulan dirinya dari sebuah kaca besar.


"Sudah lah aku pakai saja salah satunya. Lagi pula aku juga tidak punya baju ganti. Nanti kalo pemiliknya marah aku akan minta maaf karena sudah memakainya tanpa izin." Bening pun membawa satu buah gaun berwarna pastel untuk dibawanya ke dalam kamar mandi sebagai baju gantinya.


Setelah keluar dari walk in closet tadi Bening terlihat berpikir sebentar untuk menerka di mana letak kamar mandinya. Kemudian ia pun membuka pintu yang berada tepat di samping kirinya.


"Semoga tebakanku benar."


Ceklekk-


"Tuh kan bener ini kamar mandinya." Mata Bening membola menyaksikan kemewahan dari kamar mandi milik Arga. Walaupun ia pernah tinggal di rumah mewah sebelumnya tapi rumah-rumah yang pernah Bening tinggali sebelumnya tidak semewah ini. "Woww ... selerahnya benar-benar tingkat dewa. Sangat tidak manusiawi," ucapnya takjub.


Jarum jam di dinding sudah menunjuk angkah 11 malam saat pintu kamar dibuka seseorang dari luar.


Bening yang kebetulan belum terlalu terlelap menyadari kehadiran orang tersebut di dalam kamarnya. Karena kondisi kamar yang temaram ia pun tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang yang mendekat ke arah ranjangnya.


"Siapa kamu?!"


"Apakah seperti itu cara menyambut kedatangan suamimu!"


"Kau?!"


"Ya tentu saja aku. Kau pikir siapa?"


"Maaf aku lupa kalo kita sudah menikah," cicit Bening tapi masih bisa tertangkap di indera pendengaran Arga.


"Cih, bisa-bisanya kau melupakan suamimu sendiri!"


"Ada apa, apa yang kau ingin kan?" tanya Bening seperti orang bodoh.


"Mau apa?! Tentu saja mau menikmati malam pengantin kita meskipun ini bukan yang pertama!"


Bab. 37

Kekonyolan pengantin baru.


Pagi pun menyapa dua insan yang masih terlelap dalam mimpinya. Sinar mentari yang menembus dari cela-cela tirai membuat tidur lelap Bening terusik. 


Perlahan mata indahnya mengerjap menyesuaikan cahaya yang ada. Pemandangan pertama yang berhasil tertangkap netranya adalah wajah tampan Arga yang masih tertidur lelap.


Kini wajah mereka hanya berjarak satu jengkal. Bening masih berusaha mengumpulkan sisa kesadarannya sebelum berteriak dan menendang Arga hingga terjungkal dari atas ranjang.


"Aaahhhhhhh ...!"


"Aduh ...! pekik Arga kesakitan karena terjatuh dari atas ranjang.


"Ma-maaf aku tidak sengaja," cicit Bening ketakutan melihat tatapan horor Arga kepadanya.


Pria muda itu terlihat sangat marah karena baru kali ini ada orang yang berani mengganggu tidurnya. Bahkan sampai menendangnya dari kasur. Sangat kurang ajar bukan?!


"Kau ...!" desis Arga dengan emosi yang siap meledak.


Bening pun langsung loncat dari atas ranjang dan segera mendekati suaminya yang masih terduduk di lantai.


"Maaf ... maaf aku tidak sengaja. Sungguh!" ucapnya penuh sesal walaupun sebenarnya ia ingin sekali menertawakan keadaan suaminya saat ini. Tapi keinginan itu hanya bisa ia simpan dalam hati.


"Tidak sengaja kau bilang? Essttt ... berani-beraninya kau menendangku dari ranjangku sendiri. Mau cari mati?!" sentak Arga sembari menahan rasa sakit yang terasa di pantatnya.


"Aku benar-benar tidak sengaja. Aku lupa kalo kau suamiku. Tolong percayalah!" ucap Bening memelas.


Apa?! melupakan bahwa Arga suaminya. Sudah dua kali gadis itu mengatakannya. Arga sungguh tidak habis pikir dengan gadis yang telah menjadi istrinya itu.


"Lupa?!" 


Bening pun mengangguk dengan polosnya merespon ucapan sang suami.


"Sudah dua kali kau mengatakan hal itu kepadaku. Kau pikir siapa dirimu!"


"Maaf, tiba-tiba menikah membuatku masih belum terbiasa. Jadi aku merasa masih menjadi seorang single," jawab Bening tanpa rasa bersalah.


"Astaga, apa aku sudah menikahi wanita gila?" desah Arga frustasi.


"Sini-sini biar aku bantu berdiri," ujar Bening refleks saat melihat suaminya itu kesusahan untuk bangkit.


"Ayo pelan-pelan. Duduklah di sini," imbuhnya kemudian membantu sang suami duduk bersandar di kepala ranjang.


Setelah memastikan sang suami duduk dengan posisi nyaman. Bening pun meminta izin keluar kamar untuk mencari minyak urut. Mungkin ia akan memintanya dari para pelayan di rumah ini. Begitu pikirnya.


Setelah mendapatkan apa yang ia cari. Bening pun bergegas kembali ke dalam kamar. Baru saja tangannya akan berhasil menyentuh handle pintu suara sang Ibu mertua menginterupsi pendengarannya.


"Dari mana kau Bening?!" tanya wanita cantik itu penuh selidik.


"Mo- mommy, Be-bening baru saja dari dapur untuk meminta minyak urut dari pelayan," jawab gadis itu sembari menunjukkan benda yang berada di genggaman tangan kanannya.


Nyonya Diana tampak mengernyitkan kening sebelum bertanya-


"Untuk apa benda itu?!"


"Tentu saja untuk mengurut," jawab Bening enteng kemudian membekap mulutnya setelah menyadari kesalahannya. 


'Aduh bodoh banget sih kamu Bening. Kenapa bicara seperti itu kepada si Nyonya penguasa. Bisa digorok nanti lehermu,' ucap Bening dalam hati.


"Maksud ... eeh maksud saya minyak urut ini untuk suami saya yang sakit punggung karena terjatuh dari ranjang," jelas Bening kemudian.


"Apa, putra ku jatuh dari ranjang?! Ada apa sebenarnya. Kenapa hal itu bisa sampai terjadi?! Katakan!" hardik sang Ibu mertua.


"I-itu ka-karena-"


Belum sempat Bening menjelaskan tentang kronologi kejadian yang menimpah Arga suaminya. Suara teriakan Arga yang memanggil Bening dari dalam kamar terdengar begitu nyaring hingga mengalihkan perhatian kedua wanita itu.


"Bening, kau di mana kenapa lama sekali? Cepat kemari!"


"Maaf Mommy suami saya sudah memanggil. Saya harus cepat-cepat masuk ke dalam. Permisi!" Bening pun bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ternyata kali ini suaminya itu telah berhasil menyelamatkannya dari Ibu mertua antagonis.


'Alhamdulillah ya Allah.' Bening membatin sembari mengusap-usap dadanya. Hingga suara teriakan Arga kembali terdengar-


"Kenapa kau berdiri di depan pintu seperti orang bodoh begitu?!"


"Apa kau tidak bisa bicara tanpa berteriak. Aku masih belum tuli. Jadi nggak usah keras-keras bicaranya!" jawab Bening karena merasa jengkel melihat sang suami yang selalu membentaknya.


"Itu karena kau lama sekali. Apa kau tidak tau aku sudah sangat kesakitan. Bukankah ini juga karena ulahmu yang seperti preman itu!"


Tanpa perlu banyak bicara, apalagi membalas ucapan suaminya. Bening mendekat ke arah ranjang dan berusaha membuka tutup botol minyak urut di tangannya.


"Buka bajumu dan tengkurep!" titahnya kepada sang suami.


Arga yang tidak mengerti dengan ucapan Bening hanya mengernyitkan kedua alisnya bingung.


"Kenapa masih diam saja. Ayo buka!"


"Apa maksudmu? Berani-beraninya kau memerintahku!" pongah Arga.


Bening hanya bisa berdecak sebal melihat kearoganan suaminya itu. Masih sempat-sempatnya bersikap sombong dalam keadaan seperti ini.


"Kalo bajunya nggak dibuka gimana mau diurut bagian yang sakitnya?!" jelas Bening penuh kesabaran.


Tanpa banyak berkata lagi Arga langsung melepas bajunya dan tidur tengkurap di atas ranjang. Rasa sakit di bagian tubuh belakangnya membuatnya sudah tidak tahan lagi.


"Ini akan sedikit sakit tapi kamu harus menahannya agar bisa lekas sembuh," ujar Bening sebelum membalurkan minyak urut dan memulai pijatannya.


"Aduh!" pekik Arga kesakitan saat Bening sedikit memberi tekanan pada bagian yang sakit. Itu ia lakukan dengan sengaja untuk sedikit balas dendam kepada suaminya tersebut.


'Rasakan-rasakan pijatan tangan hulk ini. Ayo kapan kapokmu!' rutuk Bening dalam hati.


"Aduh! Apa kau tidak bisa melakukannya dengan pelan?!"


"Tahan sebentar," jawab Bening sambil terkikik geli karena telah berhasil mengerjai suami brengseknya.


"Aww ... apa kau berniat ingin membunuhku?!" teriak Arga penuh emosi. Sedangkan Bening hanya memutar bola matanya malas menanggapi sikap lebay suaminya.


"Maaf, tahan sebentar ya suamiku. Aku tadi bilang apa, rasanya akan sedikit sakit," jawab Bening santai bahkan ia terlihat sangat mendalami perannya dalam hal menyiksa sang suami.


"Sebenernya kau bisa mijit nggak sih. Kenapa rasanya sakit sekali. Kau sengaja ya?!"


"Sengaja bagaimana? Mana ada seperti itu. Namanya juga jatoh ya pasti sakit lah. Makanya yang sabar, orang sakit tidak boleh marah-marah nanti sakitnya tambah parah," jawab Bening santai. 


Entah kenapa semakin hari ia semakin ingin menantang pria yang kini sudah berstatus menjadi suaminya itu. Rasa takut yang ia rasakan dulu perlahan menghilang ditelan waktu, mungkin karena ia sudah terbiasa oleh keadaan.


Apa mungkin karena ia sudah terbiasa diperlakukan buruk oleh orang lain. Entahlah Bening juga tidak mengerti tapi ia bersyukur karena dengan begini ia akan lebih bisa melawan atau melindungi dirinya sendiri ketika ada yang beniat jahat kepadanya.


"Sudah hentikan! Pijatanmu bukan menyembuhkan sakitku tapi semakin membuat tulangku patah!" 


Bening pun refleks menjauhkan tangannya dari punggung sang suami karena mendengar bentakannya. Ia bahkan sempat melakukan gerakan memukul di udara dari balik punggung suaminya itu karena terlalu kesal.


Perlahan Arga mengangkat tubuhnya. Dengan susah payah ia bangkit dari ranjang hendak pergi ke kamar mandi.


Namun, sebelum itu ia menyempatkan diri untuk mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas karena ingin menghubungi asistennya.


"Halo Raka ... buat jadwal dengan dokter hari ini juga untukku!" titahnya kepada orang dari balik telfon.


Setelah mendapat jawaban dari Raka, orang yang telah dihubunginya tersebut Arga pun menutup panggilan telfonnya.


Sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar mandi Arga sempat melontarkan ancaman kepada Bening yang kini duduk di sisi ranjang.


"Urusan kita masih belum selesai. Aku akan membereskanmu nanti!"


Brakk-


Terdengar suara pintu kamar mandi yang dibanting dengan sangat kencang.

0 Comments