Penjara Cinta Sang Taipan. Bab 82

 

Penjara cinta sang taipan

Bab. 82

Pembelaan Arga.


"Ini informasi yang loe cari!"


Raka melemparkan amplop berwarna coklat ke atas meja kerja Arga. Hingga membuat pria itu mengangkat kepalanya dari berkas-berkas yang menjadi fokusnya sejak pagi.


"Oh, jadi loe udah dapetin yang gue mau. Baiklah mari kita lihat apa yang ada di dalam amplop ini." 


Arga membuka amplop tersebut dan mengeluarkan semua isinya. Terdapat 5 lembar kertas yang berisi tentang informasi mengenai Ibunya Bening. Di situ tertulis lengkap awal keberadaan Ibunya Bening hingga info tempat tinggalnya sekarang.


"What! Ini kan germo yang ngejual Bening kepada Mommy waktu itu?!" ucap Arga tak percaya dengan informasi yang baru didapatkannya.


"Iya dan ternyata mereka sahabat karib," jawab Raka. Pemuda itu terlihat mengambil tempat di depan Arga sehingga mereka sekarang saling duduk berhadapan.


"Gila! Bagaimana bisa seseorang menjual putri kandung dari sahabatnya sendiri. Dunia benar-benar sudah kacau. Apa Ibunya Bening sudah mengetahui masalah ini?!" tanya Arga penasaran.


Raka mengedikkan bahunya acuh. "Entahlah, sepertinya Ibu Sandra belum mengetahui bahwa putrinya dijual oleh sahabatnya sendiri. Lagi pula aku tidak yakin wanita itu akan peduli dengan masalah itu, mengingat bagaimana perlakuannya kepada putri kandungnya selama ini. Bahkan ia tega mengusir anak gadisnya di pagi buta. Gila nggak tuh?!" jawab Raka seraya memainkan hiasan kristal yang ada di meja Arga.


"Yang loe bilang tadi ada benernya juga sih. Tapi masa' iya ada Ibu kandung yang bisa setega itu kepada darah dagingnya sendiri!" tutur Arga kemudian, kini ia terlihat menyandarkan punggungnya di kursi mencari posisi ternyamannya.


"Memang sulit dipercaya tapi itulah kenyataan-nya. Jadi kalo loe mau jahat sama Bening, pikir-pikir dulu deh. Kasian tuh anak nggak pernah bahagia kayaknya. Circle keluarganya aja kayak gitu. Ibu kandung loh itu, malah ngalahin kejamnya Ibu tiri! Ibu tiri ato Ibu angkat aja nggak gitu-gitu amat deh perasaan!" ucap Raka menasehati.


"Mungkin nggak sih, ada alasan tertentu yang ngebuat Bu Sandra melakukan hal itu kepada anaknya sendiri. Soalnya kayak nggak lazim gitu kelakuannya."


"Dari informasi yang gue dapet sih, dia emang pernah depresi dan hampir gila. Tapi penyebabnya kenapa, gue juga nggak tahu karena infonya buntu di situ. Sebab tetangganya juga nggak ada yang tahu, karena Bu Sandra bukan penduduk asli kampung itu."


"Menurut loe, Bu Sandra juga melacurkan diri nggak sih?!"


"Kalo itu gue jamin 100% enggak, soalnya gue udah ngutus orang buat nyamar jadi pelanggan di sana agar minta dilayani Bu Sandra dan mereka menolak mentah-mentah. Mereka bilang Bu Sandra bukan bagian dari mereka."


"Tapi kenapa mereka tinggal bersama?!"


"Mungkin karena tidak ada tempat tinggal lain. Lagi pula germo pemilik tempat prostitusi itu sahabat karibnya."


"Sekarang apa gue masih harus bilang sama Bening, bahwa Ibunya ternyata tinggal dengan germo di tempat pelacuran. Kira-kira bagaimana reaksinya nanti? Apa dia nggak akan shock?!"


"Nah itu dia masalahnya sekarang. Karena cepat atau lambat Bening akan merengek minta ketemu sama Ibunya itu."


"Huh, setiap hari saja dia selalu bertanya apakah gua sudah mendapat informasi mengenai Ibunya atau belum. Ngebuat kuping gue sakit aja!" keluh Arga.


"Kalo saran gue sih, sebaiknya loe jangan ngomong apa-apa dulu sama Bening. Biar dia nggak kaget. Anak mana sih yang nggak sedih mendengar Ibunya tinggal di tempat pelacuran. Ya meskipun dia bukan bagian dari mereka tapi bagaimana dengan pandangan orang-orang. Apalagi Bokap sama Opa loe jika tahu tentang hal ini," saran Raka.


"Iya sih, mulai sekarang gue harus bisa nyari alasan yang tepat jika Bening bertanya lagi tentang Ibunya," tutur Arga.


"Ntar sore loe ada waktu nggak? Ngegame bareng yuk! Udah lama kita nggak mabar!" ajak Raka.


"Lihat ntar aja, pekerjaan gue lagi banyak-banyaknya ini," keluh Arga.


"Pekerjaan apaan, bukan-nya hampir 65% pekerjaan loe gue yang beresin. Kemaren aja loe enak-enakan liburan ke Bogor sama Bening," protes Raka.


"Kan gue udah bilang kalo gue kangen sama Zorro. Tuh kuda bener-bener keren banget! Lain kali kita tanding yuk!" ajak Arga.


"Boleh siapa takut!" jawab Raka menyanggupi.


"Loe nggak ada niatan ngajak Bening honey moon apa?!" tanya Raka kemudian.


"Ada rencana tapi nggak sekarang. Mungkin kalo waktunya udah pas gue mau ajak dia ke Turki," jawab Arga.


"Kayaknya loe makin lengket aja sama bini loe sekarang. Kalo cinta bilang aja, kadang wanita juga butuh pengakuan dari pada hanya sekedar perhatian. Jangan sampai nyesel!"


"Sok tahu loe!"


"Lah, nggak percaya dia. Perempuan itu butuh kepastian Ga. Entah itu tentang hubungan ataupun tentang perasaan kita kepada mereka. Selain pembuktian tentunya!" 


"Cara ngomong loe udah kayak pakar cinta pro aja. Padahal mah jomblo," ledek Arga.


"Nggak usah bawa-bawa status bisa nggak sih loe?! Risih gua dengernya!" kesal Raka.


"Sayangnya nggak bisa tuh! Lagian kenapa sih loe betah banget jomblonya? Nggak takut senjata loe nggak berfungsi apa?!"


"Muke gile loe ngatain senjata gue nggak berfungsi. Asal tau aja loe, nggak ada yang bisa ngalahin samurai kebanggaan gua ini!" 


"Bacot doang loe gede. Buktiin dong!"


"Udah ah gue mau lanjut kerja dulu. Takut loe potong lagi gaji gue yang nggak seberapa itu!"


"Sialan loe ngatain gaji dari gue nggak seberapa. Lantas apartemen, mobil mewah dan pakaian mahal loe selama ini boleh dapet dari mana, Bambang?!"


"Maksud gue, gaji yang loe kasih nggak sebanding sama kerja yang loe bebanin ke gue, Malih. Ingat nggak loe, kalo elo sering nyiksa gue sama perinta-perinta loe yang kadang absurd itu," cebik Raka.


"Bodoh amat lah gua!"


"Dasar labil!"


*****


Di kediaman Ramiro.


Akhirnya Bening punya kesempatan untuk melihat keadaan Sari hari ini sesuai perkataan Fatma kemarin.


Kedua perempuan sebaya itu hanyut dalam obrolan yang seru sehingga lupa waktu. Saat ini Bening sedang berada di ruang tengah paviliun belakang di mana para pelayan tinggal. Kedua gadis itu bercengkrama dengan duduk santai di atas sofa besar yang terdapat di ruangan itu.


"Sekali lagi Sari ucapkan terima kasih karena Nona mau repot-repot datang kemari buat jengukin Sari doang!" ucap gadis itu dengan senyum manisnya.


"Sari ih, mau sampai berapa kali kamu ngucapin makasih kayak gitu. Lagian kamu kayak gini juga gara-gara kecerobohan aku!" sesal Bening.


"Tidak, tidak ini murni kecelakaan jadi bukan salah siapa-siapa. Apa lagi salah Nona Bening!" saut Sari cepat.


"Iya Sar, tapi gara-gara kejadian ini kamu jadi sulit berjalan dan beraktifitas lagi!" ucap Bening seraya menunjuk luka bakar yang ada di tangan dan kaki Sari.


"Hanya sebentar Nona, beberapa hari ke depan juga pasti akan sembuh. Lagi pula dokter sudah memberikan obat yang paling bagus untuk luka ini, jadi pasti cepat sembuh. Nona jangan khawatir lagi ya!"


"Tapi-"


"Nona ...!" rengek Sari.


"Oke baiklah, sekarang kita makan buahnya dulu!"


Bening dan Sari terlihat bahagia dengan saling bersenda gurau sambil menikmati  potongan buah yang disajikan para pelayan tadi.


Bahkan suara cekikikan mereka terdengar sampai ke luar ruangan. Hingga-


"Apa yang kau lakukan di sini Bening?!" 


Suara berat nan serak Tuan Jordan tiba-tiba menyeruak di penjuru ruangan akibat terlalu kerasnya bentakan itu.


Pria itu terlihat berdiri di ambang pintu dengan  masih menggunakan pakaian kerja lengkap. Yang menunjukkan bahwa ia baru saja kembali dari kantor.


"Pa-papi ...!" ucap Bening tergagap karena masih terbawa rasa ketakutan tentang kejadian semalam.


"Jawab pertanyaanku! Kenapa kau ada di sini?!" teriak Tuan Jordan.


"Sa-saya hanya ingin bertemu dengan Sari!" cicit Bening.


"Untuk apa? Untuk membuatnya terluka lagi, hem!" tuduh Tuan Jordan hingga membuat Bening semakin ketakutan.


Gadis itu menunduk dan meremas tangannya sendiri tak berani menatap wajah pria yang terlihat sangat murka itu.


"Sa-saya ti-tidak ber-"


"Diam! Kau tidak berhak menjawab ucapanku!" bentak Tuan Jordan. Sepertinya pria itu belum bisa memaafkan Bening karena tidak sengaja membuat Sari Terluka.


"Apa yang Papi lakukan kepada istri Arga? Kenapa Papi membentaknya?!" Suara Arga tiba-tiba terdengar di ruangan itu sehingga membuat semua perhatian beralih padanya.


Arga berjalan mendekat ke arah Papinya berdiri sekarang.


"Jangan ikut campur Arga!" geram Tuan Jordan.


"Arga berhak ikut campur dengan apapun yang melibatkan Bening karena Bening adalah istri Arga!" jawab Arga tegas.


Mendengar ucapan suaminya itu membuat Bening terharu dan tak terasa mengeluarkan air mata.


Sepulang dari kantor tadi Arga tidak menemukan Bening berada di dalam kamarnya. Hingga seorang pelayan datang dan mengatakan jika Bening sedang menjenguk Sari di paviliun belakang, yang membuat Arga langsung datang menghampirinya. Namun apa yang ia lihat, Papinya sedang membentak dan memaki istrinya hanya demi seorang pembantu. 


Melihat sang istri diperlakukan seperti itu oleh Papinya sendiri membuat Arga naik darah.


"Arga, sebaiknya kau diam saja jika tidak mengerti apa-apa!"


"Apa menurut Papi Arga akan diam saja jika melihat istri Arga dibentak seperti itu hanya karena Papi membela seorang pembantu?!"


"Kau ...!"


"Apa?!"


Aura ketegangan di ruangan itu tak dapat dielakkan lagi. Kejadian itu tentu saja menjadi pusat perhatian oleh para pekerja lain karena ini termasuk kejadian yang sangat langkah. 


Ini untuk pertama kalinya dua pria berkuasa itu menginjakkan kakinya di paviliun ini dan bertengkar hebat seperti sekarang.


Bening berlari menghampiri suaminya yang terlihat begitu murka dengan menatap wajah Ayahnya tanpa berkedip. Karena posisi Ayah dan anak itu saling berhadapan.


"Sudah Arga aku tidak apa-apa. Jangan seperti itu kepada Papi, tidak baik melawan orang tua," ucap Bening menenangkan suaminya. Gadis itu mengusap lembut lengan suaminya berharap bisa meredahkan kemarahan pria itu.


"Anda lihat sendirikan gadis yang anda bentak-bentak tadi begitu membela anda dan masih menghormati anda sebagai orang tua. Apakah anda sudah puas sekarang?!"


Tuan Jordan masih memaku di tempatnya berdiri saat ini. Entah kenapa ia merasa ada perasaan lain saat menatap netra sendu menantunya itu.


"Ayo pergi!" Arga menarik tangan Bening untuk segera meninggalkan tempat itu tanpa memperdulikan tatapan semua orang yang berada di sana.

0 Comments