Izinkan Aku Mengobati Lukamu. Bagian 4


 Untuk pertama kalinya Rahman menginap di rumah Mayang. Meski mereka berada di kamar terpisah, tetap saja pria itu bahagia bukan main. Setelah lebih dari tiga puluh tahun menanti dan mengejar cinta pertamanya, akhirnya wanita pujaan hatinya itu akan segera jatuh ke dalam pelukannya dan usahanya selama ini terbayar sudah.

"Tidurlah, Mas. Malam ini aku akan menemani Putri," kata Mayang sambil mengganti kompres yang menempel di dahi gadis itu. Sejak tadi Putri terus mengigau meminta ampun pada Hilda dan demammya masih tinggi. Mayang tak tega meninggalkan putrinya tidur seorang diri apalagi di saat-saat seperti ini.

"Aku akan bekerja di depan. Siapa tahu istri jendral itu menelponku."

Mayang tersenyum dan mata mereka pun bertemu. "Aku tak sabar menjadikanmu pengantinku, Mayang. Sudah lama aku menunggu saat-saat itu. Kukira, hatimu masih terluka karena pernikahanmu yang dulu," kata Rahman lalu menutup pintu kamar Putri dengan perlahan.

"Kamulah yang menyembuhkan luka itu, Mas ...," jawab Mayang sambil mengecup tangan Putri dengan lembut. Dipandanginya wajah itu dan wajah wanita yang pernah ia benci pun melintas di pikirannya. "Hilda begitu cantik, pantas saja Mas Alex jatuh hati padanya. Dan kecantikan gadis itu menurun padamu, Sayang."

***

"Nih, kita bawain baksonya Bu Mésem! Cepet sembuh, ya," kata Desi, Nunik, dan Juwi berbararengan. 

"Kalian ke kantin Bu Mésem cuma buat gue?"

"Gak cuma itu!" Desi langsung duduk di tepi ranjang. "Kita semua rela bolos, tauk! Siap-siap besok disetrap dosen, deh! Mana lagi banyak tugas pula!"

"So sweet banget sih, girls ...." Putri memeluk ketiga sahabatnya dan akhirnya apa yang ditunggu-tunggu Juwi datang. Mbak Kani dan nampannya yang berisi penuh makanan. 

"Yaelah, bawa bakso cuma seporsi, minta kembalian banyak bener, dah!" cibir Putri saat Kani membawa sekotak besar ayam goreng lengkap dengan mash potato dan sodanya. 

"Rejeki gak boleh ditolak, Put. Iya kan, Mbak Kani!

"Betul, Non Desi. Bu Mayang pesen banyak banget. Tuh, masih ada di dapur."

"Emangnya Mama sudah pulang, Mbak?"

"Belum, Non Put. Ibuk sama Pak Rahman masih di rumah sakit."

Juwi langsung mengambil ayam goreng yang sejak tadi aromanya melambai-lambai di hidungnya. "Ah, beruntung banget deh lo, Put. Punya nyokap pengertian bener! Tau kita mau ke sini, dipesenin makan!"

"Sayangnya Mama gak nerima anak pungut. Jadi lo jangan ngarep, deh!" Semua orang yang ada di kamar itu tertawa termasuk Mbak Kani. Dia tak pernah menyangka bahwa bayi yang dirawatnya dua puluh satu tahun lalu, menjadi gadis yang sangat cantik, baik, dan tegar seperti mamanya.

"Mbak ...." Putri menyerahkan sebungkus bakso beranak pada Mbak Kani. "Kasihkan Dira nanti kalau pulang sekolah."

"Baik, Non." Dan Kani pun berlalu dari kamar itu dengan menitikkan air mata. Bu Mayang memang hebat. Dia mampu mendidik anak-anaknya dengan baik dan saling mengasihi satu sama lain.

"Tau gitu kita belinya dua, Put." Nunik yang masih asik dengan sayap ayamnya terlihat kecewa. "Kita gak tahu kalau Dira juga suka bakso."

"Nah, lain kali kalian bawa deh sepanci-pancinya!" sahut Putri yang diiringi tawa teman-temannya. Dan Kani serta Puji yang sedang ikut menikmati ayam goreng di dapur, ikut tersenyum mendengar ocehan gadis-gadis itu. Terutama Putri, anak yang telak dianggap seperti putrinya sendiri. Karena Puji-lah yang tahu bagaimana nelangsanya anak itu saat ditinggalkan Mayang di rumah Alex dan dibawa ke Amerika. Hampir setiap hari Putri merengek ingin ikut mamanya. Meminta Puji untuk menghubungi Mayang, tetapi sungguh malang nasibnya. Mayang berkeras hati untuk tidak mengangkat telepon Putri meski ingin. Tak hanya Putri yang tersiksa, Puji yang membesarkannya sejak bayi ikut merasakan sakit di hatinya. Namun, kini semuanya telah berlalu. Putri menemukan lagi keluarganya. Dia kembali ceria, tersenyum, dan telah menjelma menjadi gadis yang sangat cantik.

***

"Gimana, Pak Faizal dan Bu Faizal masih mau meneruskan kasus ini ke pengadilan?" tanya Rahman dengan suaranya yang berwibawa dan tegas. "Saya tidak keberatan jika Ibu tetap bersikeras."

Pak Faizal langsung buru-buru membalas. Istrinya tidak bilang jika gadis yang menabrak anak mereka adalah  Rahman Firdaus, pengacara kondang sekaligus prmilik firma hukum terbesar di Indonesia. Entah sudah berapa ribu kasus yang dia tangani dan hampir semua kasus dimenangkannya. Tak peduli siapa pun lawannya, kalau Rahman sudah maju, tak akan ada yang membuatnya bisa mundur. 

"Saya kira tidak perlu, Pak Rahman. Hasil CT scan Yogi tak ada masalah. Hanya lecet-lecet saja. Pak Rahman dan Bu Mayang juga telah menanggung biaya pengobatan. Saya kira itu sudah cukup."

"Tapi, Pah ...." Bu Faizal terlihat tak terima. Harga dirinya merasa tercoreng. 

"Diamlah, Ma. Kau tidak tahu apa-apa." Pak Faizal melotot pada istrinya yang hampir saja menjatuhkan kariernya. "Maafkan istri saya, Pak, Bu. Karena sudah selesai, alangkah baiknya kami berpamitan."

"Baiklah. Kalau Pak Faizal berkata demikian, tentu saya dan istri tidak akan menahan."

Suami-istri itu langsung pergi meninggalkan Rahman dan Mayang yang sedang tersenyum. Dan ketika sampai di dalam mobil, Pak Faizal langsung memarahi istrinya. "Bodoh sekali kamu, Ma. Gara-gara kamu hampir saja karierku hancur!"

"Memangnya siapa sih mereka, Pa? Kok Papa sampai ketakutan begitu?"

"Rahman Firdaus! Pengacara kondang! Dia adalah teman baik atasan Papa! Dan istrinya, kamu tahu siapa dia?"

Bu Faizal menggeleng pelan. Baru kali ini dia melihat suaminya begitu panik. "Mayang Sukmojiwo! Pemilik perusahaan batubara terbesar di Indonesia dan nomor tiga di dunia!"

"Papa bercanda, kan?"

"Memangnya Papa keliatan lagi bercanda?"

"Kalau mereka sekaya itu, kenapa anaknya naik motor sih, Pa? Kenapa tidak diantar saja mobil mewah dan supirnya?"

"Sudahlah, Ma. Jangan bicara ngawur. Untung saja mereka tidak menuntut Mama karena telah memukul anak gadisnya. Kalau sampai itu terjadi, tamatlah riwayat kita!" Dan bukan hanya itu saja yang membuat Pak Faizal takut. Rahman telah memperlihatkan cctv padanya. Putri terlihat tidak mengebut saat naik motor. Kecepatannya normal. Dia hanya tak sempat mengerrm saat Yogi tiba-tiba muncul di depannya dan terpental. Di cctv itu nampak Putri yang terjatuh, tapi dia lekas memberhentikan taksi yang lewat dan membawa Yogi ke rumah sakit. 


***Bersambung ....

0 Comments