Sagara dan Kenanga. Bab 10

 


Setelah mengelilingi rumah Saga, Dewi semakin ingin merealisasikan niatnya merebut Sagara dari tangan Kenanga, wanita yang dinilainya bodoh dan mudah untuk ditipu. Sekali lagi Dewi melihat ke sekeliling ruangan, memastikan bahwa tidak ada cctv di rumah itu. Dan yang benar aja, memang tak nampak kamera pengawas yang akan mengintai gerak-geriknya di rumah ini. Jalan untuk menjalankan niat busuknya jadi makin mudah. 

"Mbak, kamar ini kosong, kan?" Dewi menunjuk kamar yang ada di sebelah kamar Kenanga dan Saga.

"Iya. Kamu mau tidur di sini?" tanya Kenanga tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Boleh, Mbak?"

"Boleh dong, Wi. Kamar di sini sangat banyak, kamu bebas memilih yang mana pun yang kamu mau."

"Terima kasih, Mbak. Mbak baik banget, deh!" Dewi mengecup pipi Kenanga yang membuat wanita itu merasa bahwa Dewi seperti adiknya sendiri. Kenanga berpikir bahwa seandainya dia memiliki adik perempuan, barangkali beginilah rasanya. Menurutnya Dewi begitu manja, lemah, dan butuh perlindungan. Dielusnya rambut gadis itu dengan lembut dan penuh kasih. "Kalau butuh apa-apa, bilang saja sama aku, ya."

"Baik, Mbak. Ah, beruntungnya laki-laki yang jadi suami Mbak Kenanga." Dan laki-laki itu sebentar lagi akan jatuh ke tanganku! Dewi menyimpan kata-kata itu dalam pikirannya. 

"Ah, bisa aja kamu. Lebih baik sekarang kamu beristirahat dan mandi. Nanti malam kita turun untuk makan."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dewi langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur begitu masuk ke dalam kamar. Dihirupnya udara lekat-lekat. Tak ada bau debu dan apek seperti di kos-kosannya. Kasur empuk, sprei yang wangi dan terlihat bersih, serta kamar yang begitu luas. Gadis itu tersenyum lebar lalu merentangkan kedua tangan dan kakinya. Rasanya ia ingin menari-nari dan ketika wajah Sagara mampir ke dalam benaknya, bibirnya tak bisa berhenti tersenyum.

***

"Masak apa, Mbak?" Dewi menyusul Kenanga yang sedang masak di dapur dan pura-pura membantu wanita itu. "Dewi bantu ngiris tempenya ya, Mbak."

"Gak usah, Wi. Kamu tolongin aja manggil Saga di ruang kerjanya. Cuma tinggal goreng tempe, kok."

Dewi tersenyum simpul dan pura-pura bertanya di mana ruangan Saga. Padahal, sudah sejak tadi rasanya gadis itu ingin menerobos ke ruangan Saga. "Yang mana Mbak ruang kerjanya?"

"Pojokan bawah tangga. Ketuk saja."

"Baik, Mbak."

Gadis itu berjalan sambil bersolek lalu mengetuk pintu dengan nada genit. "Pak Saga, saatnya makan malam."

Karena pintu tak diketuk, Dewi langsung nyelonong masuk. "Ah, tampannya Pak Saga," pikir Dewi ketika melihat Sagara yang sedang serius membaca dokumen di depannya. Lelaki itu menyadari kehadiran Dewi, tetapi tidak merespon sama sekali. Dia mengabaikan gadis itu yang berjalan mendekatinya. 

"Pasti capek ya, Pak?" Dewi memijit bahu Saga yang terasa menegang. "Dewi pijit ya, Pak." Gadis itu berbisik. "Bapak mau makan malam di sini atau di ruang makan?" tanya Dewi sambil mengambil tangan Saga dan membawanya untuk menyusuri paha gadis itu.

 "Kalau Pak Saga mau makan malam di sini, Dewi akan melayani Bapak dengan senang hati."

0 Comments