TAMAT: ISTRI KEDUA SUAMIKU

 


"Sedang memikirkanku?"

Suara yang sejak tadi dinantikannya itu akhirnya muncul dan Karina langsung menoleh ke sebelah kanannya. Tempat di mana Brian mendudukkan diri. 

"GR! Aku sedang memikirkan kenapa gak ada tukang bakso lewat!"

Brian tersenyum lalu menggeser tubuhnya. Meskipun sudah enam bulan menikah, kebiasaan mereka tak pernah berubah. Yaitu pacaran di halte bus. "Aku punya bakso. Gratis untukmu," bisik lelaki itu dengan tatapan nakal dan seringai yang menggoda. 

"Ngeres!" Karina mencubit lengan suaminya dan Brian memekik pura-pura kesakitan. 

"Apa salahnya ngeres dengan istri sendiri?"

"Salah kalau ngeresnya nanggung!" Dan mereka pun sama-sama tertawa. Digandengnya tangan Karina dan diciumnya tangan itu dengan sangat mesra seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua. 

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini, Sayang?"

Karina mendesah panjang dan mengeratkan genggaman Brian. "Nenek sihir itu selalu marah-marah. Keriputnya sampai menumpuk di dahi!" 

Brian tertawa dan melepaskan tangannya untuk membuka pintu mobil. "Kalau dia nenek sihirnya, kau pasti Cinderella-nya."

Karina mengerucutkan bibirnya ketika sudah berada di dalam mobil. "Salah! Aku aku adalah Nyonya Brian!"

Lelaki itu tertawa kemudian meraih tubuh Karina ke dalam pelukannya dan menghujaninya dengan ciuman. Mula-mula ciuman itu lembut, berirama, tetapi lama kelamaan menjadi ciuman yang panas, ciuman yabg menggebah birahi mereka berdua sampai tak mampu lagi menahannya. 

"Aku ingin makan baksoku sekarang!" 

Suaminya tak menolak dan memberikannya dengan senang hati. Jangankan bakso, bulan di langit pun akan dia rengkuh kalau istrinya menginginkan.

***

"Mama!" teriak Gea ketika melihat Irene melewati ambang pintu istri kedua ayahnya. Tadinya dia tak ingin mengakui dan memanggil Rosmia ibu, tetapi setelah dia merenungkan cukup lama, Irene akhirnya mau memanggil ibu tirinya sebagai ibu. Lagipula wanita itu baik padanya dan juga Gea. Rosmia memberikan apa yang tak bisa ibu kandung Irene berikan. Cinta, kasih sayang, dan kehangatan keluarga.

Setelah orangtua angkat Irene meninggal, dia tak punya siapa-siapa lagi, tetapi kini dia memiliki keluarga. Ibu yang mencintainya, adik yang menyebalkan, dan juga suami di atas kertas karena sampai detik ini Adam tak pernah pulang dan menghubunginya. 

"Halo, Sayang," sapa Irene memeluk putrinya dan menghujaninya dengan ciuman. 

"Ayo, Ma. Kita ke meja makan. Gea udah bikinin Mama kue deh."

"Nenek yang bikin apa Gea?"

"Gea dong, Ma. Nenek cuma bantuin kok. Iya kan, Nek?" Mata Gea yang bulat dan cemerlang menoleh ke arah Rosmia dan wanita itu pun mengangguk.

"Tuh, kan. Gea mana pernah bohong sih, Ma," celoteh Gea menuntun ibunya menuju meja makan dan ketika melihat kue buatan Gea yang bertuliskan namanya, Irene baru ingat bahwa hari ini hari ulang tahunnya. 

"Selamat ulang tahun, Mama!" Sorak Gea gembira dan naik ke atas kursi agar bisa mencium pipi ibunya. "Gea punya kado buat deh buat Mama!"

"Selamat ulang tahun, Ir." Rosmia mendekati Irene dan memeluk wanita yang terlihat capek itu. 

"Makasih, Bu," kata Irene tanpa menekan rasa harunya. Dia sama sekali tak ingat hari ini adalah hari ulang tahunnya. Biasanya, Adam-lah yang selalu merayakan ulang tahun bersama. Mereka akan pergi makan malam berdua dengan suasana yang romantis. Dan mengingat itu semua, ada sembilu yang menusuk hati Irene. Di mana kamu, Mas? Belum bisakah kamu memaafkanku?

"Selamat ulang tahun, Bude." Bagas tak mau kalah ingin memberi ucapan selamat. Mula-mula dia memang bingung saat Irene dan Gea datang ke dalam kehidupannya. Anak itu tak terlalu memahami situasi yang ada di keluarganya.

Papanya menikah dengan wanita selain mamanya dan ternyata wanita itu adalah kakak tiri mamanya. Dia bingung harus memanggil Irene dengan sebutan apa, mama atau bude? Selain itu dia juga bingung dengan Gea. Gadis cilik yang manja dan menggemaskan itu kakak sepupunya atau adiknya? Bagaimana dia harus memanggilnya? Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Bagas tidak memusingkan hal itu lagi. 

Dia sudah menobatkan dirinya sebagai kakak dan Gea harus memanggilnya kakak. Tak hanya itu saja, Gea meminta pindah sekolah yang sama dengan Bagas. Dia sudah terlalu lengket dengan kakak barunya. Dari Bagas Dea belajar hobi baru. Main mobil-mobilan, memanjat pohon, dan berkelahi. Irene sendiri heran dengan hobi anaknya yang baru, tetapi ketika melihat kedua anak itu terlihat akrab dan menikmati saat bermain, Irene tak tega untuk memarahi dan memisahkan mereka berdua. 

"Terima kasih, Sayang," kata Irene sambil menciumi wajah Bagas. 

"Nah, ini dariku." Karina menyodorkan sebuah mug tanpa bungkus, apa lagi pita yang indah. Irene sama sekali tak kaget melihat tingkah adiknya. Namun, saat dia melihat gambar di mug itu, mata Irene berkaca. Ada foto keluarganya di sana. Dia, Adam, dan Gea.

"Thanks ...."

"Ehem!" Brian yang tegak berdiri di samping istrinya berusaha memecah suasana haru. "Lebih baik kita buka kado dari Gea." Brian menunjuk kotak besar di samping meja yang sudah dihias dengan sangat cantik.

"Iya, Ma. Buka kado dari Gea."

Karena tak ingin mengecewakan putrinya, Irene membuka kado itu dengan cepat dan ketika seseorang tiba-tiba muncul di depan matanya, tangis Irene pun pecah dan dipeluknya lelaki itu. Lelaki yang nampak tua sepuluh tahun dengan wajah yang ditumbuhi bulu yang entah sudah berapa lama tak dicukur.

"Selamat ulang tahun, Ir. Maaf aku tak membawa kado apa-apa untukmu."

Irene mengeratkan pelukannya. Jika Adam ada di depannya, dia tak membutuhkan kado apa-apa lagi. Bahkan jika itu menara Eifel sekalipun. 


🌷🌷🌷🌷


Tadinya Adam dan Irene tak ingin menginap, tetapi Rosmia memaksa. Selain itu Gea juga rewel, dia ingin bermain dengan Bagas dan Irene tak bisa menolak lagi. 

"Bagaimana kamu bisa ada di sini, Mas?" tanya Irene yang sudah terkulai lemas di pelukan suaminya. 

"Gea yang memintaku," kata Adam sambil mengecup mesra kepala istrinya, perempuan yang selama ini dia rindukan sekaligus tak ingin dia temui. 

"Gea?" Irene mendongak ke atas memandangi suaminya. 

"Ya. Dia meminta neneknya untuk mencari tahu di mana papanya. Saat seorang detektif menemukanku di Denpasar, tadinya aku tak ingin ingin mengusirnya, tetapi dia menunjukkan video Gea padaku untuk memintaku pulang."

"Gea melakukan itu?" tanya Irene tak percaya. 

"Ya. Maafkan aku karena terlalu egois, Ir. Aku marah padamu, menganggap kamu memanfaatkanku, tetapi aku lupa bahwa aku juga bukanlah pria sempurna. Bukan pria baik-baik."

"Mas sudah gak marah lagi sama aku, Mas?"

Adam menggeleng lalu memeluk Irene dengan erat. Dan sekali lagi mereka melepaskan kerinduan yang selam setahun terpendam. Dia memang marah, kecewa, merasa dipermainkan, tetapi cintanya pada Irene lebih besar dari itu semuanya. 

"Mas yakin akan pergi?" tanya Karina ketika setahun lau Adam mendatanginya dan menyetujui perceraian mereka. "Dia benar-benar mencintaimu, Mas."

"Kamu tidak membencinya? Perempuan yang telah berselingkuh dengan suamimu?" tanya Adam tanpa bisa menyembunyikan perih di hatinya. Bagaimana pun juga Karina adalah wanita yang pernah menjadi istrinya dan masih dicintai, tetapi dia juga tahu bahwa Karina telah memberikan hatinya pada pria lain. 

"Tadinya aku membencinya, ingin membalaskan dendam, tapi begitu bertemu dengan Brian, kebencianku tak ada lagi. Selain itu, setelah aku tahu apa yang dilakukan oleh Mama dan Papa terhadapnya, aku menganggap semua ini adalah karma. Bayaran atas jejahatan yang dilakukan orangtuaku."

"Kamu mencintai dokter itu, Rin?"

"Ya," jawab Karina dengan senyum yang menambah ayu di wajahnya dan Adam pun pergi dari sana. Ia mengembara ke banyak tempa. Mulai dari Jawa hingga Sumatra. Terakhir saat seorang detektif menemukannya, dia sedang berada di pantai Kuta. Ia bekerja sebagai supir travel yang membawa para turis keliling pulau Bali. 

"Pak Adam?"

Adam yang baru saja selesai mencuci mobil langsung menoleh pada pria yang berperawakan tinggi besar dengan jaket kulit yang masih bagus. 

"Ya? Ada perlu apa, ya?"

"Perkenalkan, saya Sujatmoko. Seorang detektif swasta."

Pantas seperti intel! Pikir Adam mengawasi lelaki di depannya itu. 

"Terus? Apa hubungannya dengan saya?"

"Saya ke mari atas perintah Ibu Rosmia, istri Almarhum Pak Santoso. Beliau menginginkan agar Anda cepat kembali ke rumah."

"Bagaimana kalau saya tidak mau?"

Sujatmoko menyerahkan ponselnya pada Adam dan menyetel video yang dikirimkan Rosmia padanya. Dan begitu melihat Gea yang bicara, mata Adam berkaca-kaca. Siang dan malam dia merindukan Gea. Putrinya yang cantik, manja, dan menggemaskan. "Papa pulang ya, Pa. Gea kangeeen banget sama Papa. Papa udah gak sayang lagi ya sama Gea?"

"Papa juga kangen sama Gea," gumam Adam yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya. 

"Gea sering deh lihat Mama nangis sambil lihatin foto Papa. Kasihan Mama, Pa."

"Papa juga merindukan Mama, Sayang ...." Adam mengelus layar ponsel Sujatmoko dan menciuminya seolah-olah itu adalah Gea anaknya.

"Pulanglah bersama saya, Pak," bujuk Sujatmoko. Kalau Anda lekas pulang, bayaran saya pun akan segera cair! Imbuhnya dalam hati. Meskipun mencari Adam bukanlah pekerjaan sulit karena dia bukan seorang buronan, tetap saja Sujatmoko mengalami kesulitan karena Adam kerap berpindah-pindah tempat.

***

"Kak Bagas besok kita main lagi, ya?" celoteh Gea yang sudah berada di dalam mobil. Bagas mengangguk dan melambaikan tangan ketika mobil yang dikendarai oleh Adam mulai meninggalkan halaman rumah Rosmia. 

"Kamu sedih karena papamu pergi, Gas?" tanya Karina seolah membaca kesedihan di wajah putranya. Memang tak mudah berada di situasi keluarga mereka saat ini, tetapi Karina selalu mengatakan bahwa Adam tetaplah papanya. Seorang ayah yang bisa dibanggakannya. 

Anak itu menggeleng dan menggenggam tangan Karina dan Brian yang berdiri di samping kanan dan kiri.

"Bagas kan punya satu Papa lagi. Papa Adam buat Gea, Papa Brian buat Bagas."

Sungguh luhur budimu, Nak. Pikir Karina tak bisa menyembunyikan keharuan. Sekarang dia memiliki keluarga yang sempurna. Seorang anak yang senantiasa membuatnya bangga dan suami yang selalu mencintainya. Di sisi lain dia juga bahagia karena Irene, kakak tirinya telah menemukan kembali suaminya, kebahagiannya, dan keluarganya. 

Matilah dalam damai, Pa. Kurasa sekarang Irene telah memaafkn Papa. Karina membatin dan mengajak suami serta anaknya masuk ke dalam rumah mereka. -TAMAT-

0 Comments