Arga. Bab 56

 

Penjara cinta sang taipan

Bab. 56

Semakin dekat.


"Aku tahu kau hanya pura-pura tidur!" sindir Arga dengan masih memejamkan matanya.


Bening yang mendengar ucapan suaminya itupun refleks membuka matanya lebar. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah sang suami yang ternyata sudah memandangnya dengan senyuman sinis.


"Si-siapa yang pura-pura tidur?!" gugup Bening.


"Sudah lah aku juga tahu, kau sangat mengagumi wajah tampanku saat aku tertidur tadi," ucap Arga penuh rasa percaya diri.


Apa yang dikatakan Arga itu memang benar adanya. Namun Bening tidak mungkin mengakuinya bukan? 


"Cih, selain pemaksa kau juga orang yang sangat narsis ternyata," cibir Bening.


"Terserah kau akui ataupun tidak, tapi kau sudah tertangkap basah tadi!"


"Terserah!"


Bening pun tidak ingin memperpanjang masalah dan berniat meninggalkan Arga dengan bangkit dari ranjangnya. Namun tiba-tiba Arga menarik tangan Bening dalam satu sentakan sehingga tubuh gadis itu terjatuh tepat di atas dada Arga.


"Arga apa yang kau lakukan? Tolong lepaskan aku!" pekik Bening karena merasa kaget.


"Menurutmu?"


"Jangan seperti ini, aku takut mengenai lukamu!"


Bening masih merontah berusaha membebaskan diri dari dekapan erat suaminya. Namun, lagi -lagi usahanya gagal karena Arga tidak mungkin melepaskannya begitu saja sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan.


"Siang-siang begini pasti enak jika berkeringat!"


Bening yang mengerti dengan maksud ucapan Arga pun melolot tak percaya dengan keinginan suaminya itu. Bagaimana bisa Arga mengatakan hal itu sementara kakinya saja masih terluka.


"Nggak usah aneh-aneh. Luka di kakimu saja masih basah!"


"Tidak akan berpengaruh apa-apa jika kau yang memimpin di atas!"


"Apa?!"


"Naik!"


"Apa?!"


"Buka pakaianmu dan duduklah di perutku!"


"Dasar gila!"


"Jika kau tidak segera melakukannya, aku yang akan menelanjangimu!"


Tanpa banyak berkata lagi tangan Arga pun bergerilya melepaskan apapun yang melekat di tubuh Bening.


"Arga apa yang kau lakukan? Kau sudah gila!" pekik Bening sambil mempertahankan pakaian terakhir yang masih tersisa di tubuhnya.


"Aku hanya ingin memberikan nafkah batin untuk istriku!" jawab Arga seakan tanpa dosa.


Hati Bening menghangat saat Arga menyebutnya sebagai istri. Walaupun ia tidak tahu apakah Arga menyadari ucapannya itu ataupun tidak.


"Aww ... apa yang kau lakukan? Tolong pelan-pelan!" jerit Bening tertahan.


Sementara dari luar kamar sepasang suami istri yang tidak sengaja mendengar keributan yang terjadi dari dalam kamar Arga dan Bening pun hanya tersenyum maklum. Bahkan mereka sengaja mendekat ke arah pintu agar lebih jelas mengupingnya.


"Sudah Buk, ayo pergi dari sini! Nggak enak kalo ketahuan Tuan muda," ajak Karto kepada sang istri.


"Bentar lagi Pak, masih nanggung ini. Semoga dengan begini mereka bisa secepatnya mendapat keturunan," bisik Bik Sri.


"Amin, udah yuk kita pergi dari sini!" Pak Karto pun menarik tangan istrinya yang sepertinya masih enggan untuk meninggalkan tempat itu.


*****


Setelah pergulatan panas yang terjadi di siang bolong itu, di sinilah Arga dan Bening berada sekarang. Berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju ke air terjun dengan saling bergandengan tangan.


Rasa bahagia begitu membuncah di hati Bening mendapat perlakuan manis dari sang suami. Bening merasa semakin hari suaminya itu semakin berubah sikap, lembut dan perhatian. 


Bahkan Bening masih tak menyangkah jika Arga sampai menghubungi seorang dokter untuk menyembuhkan rasa traumanya. Itu sungguh membuat Bening terharu karena ternyata masih ada yang perhatian kepadanya selain almarhum Ayahnya dulu.


'Sekarang Ayah pasti bahagia di sana. Karena Bening sudah ada yang membahagiakan di sini. Bening sayang Ayah.'


Bening melirik sang suami yang masih berjalan dengan fokus melihat jalanan di depannya. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah tautan tangan mereka berdua. Senyuman manis pun terlukis di wajah ayu gadis itu, menggambarkan betapa ia bahagia saat ini.


Ternyata Sari dan Bik Sri benar. Suaminya ini memiliki sisi lain yang jarang diketahui banyak orang di balik sikap angkuh dan arogannya selama ini.


"Apa kau lelah?" tanya Arga tiba-tiba hingga mampu membuyarkan lamunan Bening.


"Haa?!"


"Apa kau lelah? Karena semakin ke sini jalannya akan semakin menanjak!" Arga mengulangi kata-katanya.


"Ti-tidak! Aku masih kuat, tenang saja. Aku ini gadis kuat karena dulu waktu di desa aku juga selalu berjalan kaki jika pergi ke kebun Pak Lurah untuk bekerja. Kau sendiri bagaimana? Kakimu kan masih terluka!" ujar Bening balik bertanya.


Arga sekarang sudah lebih memahami tentang sifat gadis itu. Ternyata istrinya itu sangat suka sekali berbicara. Namun, ia sama sekali tidak mempersalahkannya apalagi terganggu, karena kecerewetan gadis itu membawa suasana baru dalam hidupnya. Katakanlah Arga aneh sekarang, tetapi ia menikmatinya.


"Tidak ada masalah dengan kakiku. Aku baik-baik saja!" jawabnya.


"Ehm ... apa aku boleh bertanya?" tanya Bening dengan sedikit ragu.


"Apa?!"


"Bagaimana kau mendapatkan luka itu?"


"Dari mereka yang tidak menyukaiku!"


"Bagaimana bisa. Bukankah selalu ada bodyguard yang selalu melindungimu?"


"Tidak semua hal harus diketahui orang lain. Lagi pula mereka tidak harus mengikutiku setiap saat seperti balita."


"Tapi Nyonya Diana akan sangat khawatir melihatmu terluka seperti ini. Dan pasti orang yang akan menerima kemarahannya adalah orang -orang yang berada di sekitaranya."


"Dia tidak akan marah jika dia tidak tahu. Lagi pula Mommy terlalu sibuk dengan urusannya, dari pada hanya sekedar untuk mengetahui luka di kakiku."


Ada kilatan sendu yang terpancar dari sorot mata Arga saat mengatakan kata-kata itu. Dan Bening melihat itu semua. Ternyata selama ini suaminya itu begitu kesepian. Begitu pikirnya.


"Lihat di sana pemandangannya indah sekali!" seru Bening berusaha mengalihkan topik pembicaraan.


"Hati-hati, jangan berlari nanti kau terpeleset!" teriak Arga memperingatkan saat melihat Bening berlari menuju atas bukit.


"Aku bisa melihat air terjunnya dari atas sini!" pekiknya girang.


Pemandangan di tempat itu benar-benar menakjubkan. Begitu asri dan alami mengingatkan Bening akan kampung halamannya.


"Ah, aku jadi merindukan desaku jika begini." 


Gadis itu terlihat berdiri di atas batu dengan merentangkan kedua tangannya. Melihat pemandangan itu membuat Arga menggeleng sambil tersenyum. "Dasar kampungan!"


"Turun! Kau bilang ingin ke air terjun!" seru Arga kepada Bening yang tengah asik menikmati pemandangan sekitar.


"Oke ...!"


Air terjun yang menjadi tujuan Bening datang ke tempat itu sudah terlihat di depan matanya. Panorama klasik air terjun yang dibalut dengan keindahan alam, gemericik air dan kicauan burung menambah kesan eksotisnya.


"Apa kau menyukai tempat ini?" 


Tiba-tiba saja Arga berdiri di belakang Bening yang tengah merentangkan kedua tangannya menikmati udara segar di sekitarnya. Bening sedikit merasa kaget saat merasakan pelukan Arga 


Degh ... degh ... degh.


Berada seintim ini di tempat seromantis ini membuat Bening tidak bisa mengontrol laju detak jantungnya. Bahkan ia takut Arga mendengar bunyi jantungnya yang berdetak tak beraturan itu.


Dengan perlahan Arga mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Bening yang sudah menjadi candu untuknya. Bening pun tak kalah agresif membalas ciuman sang suami walaupun dengan gerakan yang masih kaku.


Mereka berciuman di bawah derasnya air terjun dengan begitu dahsyatnya. Sejenak melupakan masalah yang sewaktu-waktu bisa datang menerjang.

1 Comments

  1. Smogga tua Arga cinta nya beneraaan❤️❤️❤️❤️

    ReplyDelete