Penjara Cinta Sang Taipan. Bab 94-95

 

Bab. 94

Dia bukan anakku!


Sandra mengernyit menelisik gadis yang berdiri di hadapannya saat ini. Sedangkan Sari tadi langsung refleks berdiri saat melihat kedatangan majikannya karena menurutnya tidak sopan jika duduk di meja makan saat sang majikan sudah datang.


'Cantik sekali, siapa Ibu itu. Eh tapi kenapa wajahnya seperti tidak asing. Aku pernah melihatnya di mana yah?!' Sari membatin seraya mengingat-ingat apakah dia pernah melihat Sandra sebelumnya.


"Kenapa kalian saling diam?!" tanya Tuan Jordan heran saat melihat kedua wanita itu seperti tidak saling mengenal.


Pertanyaan Tuan Jordan tadi semakin membuat Sandra bingung. Bahkan kini pandangan wanita cantik itu beralih menatap Tuan Jordan seakan bertanya apa maksud dari pria itu.


"Hey ... kenapa kalian diam saja?!" Tuan Jordan mengulangi pertanyaannya.


"Apa maksudmu?!" Sandra menjawab pertanyaan pria di sampingnya itu dengan pertanyaan. Hingga membuat Tuan Jordan menghela nafas lelah.


"Berapa lama lagi kalian akan berdiri seperti orang asing begini?!" Pria itu mulai tampak kesal.


Sedangkan Sari yang juga tidak mengerti dengan maksud Tuan besarnya itu hanya mampu mematung di tempatnya dengan sesekali menundukkan kepala.


"Memangnya aku harus bagaimana?!" tanya Sandra semakin tidak mengerti.


"Astaga ...!" Tuan Jordan mengusap wajahnya kasar karena merasa frustasi. 


Apakah hubungan Ibu dan anak itu sebegitu buruknya sehingga sama sekali tidak ada getaran emosi saat mereka bertemu? Begitu pikirnya.


Sandra yang merasa tidak terjadi apa-apa malah berjalan menuju sofa dan mendudukkan dirinya dengan santai di sana. Hal itu tentu saja membuat Tuan Jordan semakin bertambah kesal.


"Apa kau tidak ingin memeluk putrimu?!" sentak Tuan Jordan seperti habis kesabaran.


"Putri ...?!" Sandra semakin tidak mengerti dengan tingkah konyol pria itu. "Konyol ...!" imbuhnya.


Sedangkan Sari langsung mengangkat wajahnya karena terkejut mendengar teriakan sang majikan. Apalagi saat majikannya itu menyebut kata 'putrimu' tadi.


'Memangnya siapa putri Ibu cantik itu?!' Sari membatin.


"Sandra, sudahlah jangan bermain-main lagi denganku! Dan kau Sari jangan bersikap dingin seperti itu kepada Ibu kandungmu. Tidak baik, Nak!" tutur lembut Tuan Jordan yang membuat mata Sari membeliak karena kaget.


'Ibu? Apa maksudnya?!'


Sedangkan Sandra masih tercenung di tempatnya karena berusaha memahami situasi ini. Kemudian dia menyadari ada kesalah pahaman di sini. Kemudian berkata- "Jangan bilang kau-"


"Kalian ini Ibu dan anak tidak sepatutnya bersikap seperti orang asing. Apapun masalahnya bisa kita bicarakan baik-baik. Aku di sini ingin menjadi penengah di antara kalian berdua!" cerocos Tuan Jordan tidak memberikan kesempatan Sandra dan Sari untuk menjelaskan.


Akhirnya kedua perempuan itu hanya bisa pasrah dan memilih untuk mendengarkan ocehan pria itu sampai selesai.


"Sudah bicaranya?!" sarkas Sandra.


"Aku hanya ingin-" Tuan Jordan menggantungkan ucapannya karena Sandra mengangkat sebelah tangannya pertanda pria itu harus stop.


"Siapa yang kau bilang putriku itu?" tanya Sandra kemudian bangkit dari tempat duduknya untuk mendekati Sari. "Apakah dia?!" tanya-nya sekali lagi.


"Bukan kah dia-"


"Jangan menyela pembicaraanku Jordan!" hardik Sandra yang membuat pria itu kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri.


"Atas dasar apa kau mengirah gadis itu adalah putriku? Apa kau sudah membuktikannya?"


"Tapi-"


"Sudah ku bilang jangan menyela!" teriak Sandra yang membuat Tuan Jordan menutup rapat-rapat mulutnya.


"Aku heran, kenapa pria secerdas dirimu bisa menjadi sangat bodoh untuk mengenali seseorang. Ternyata seperti ini orang yang disebut penguasa Ramiro group. Menggelikan sekali!" ejek Sandra.


"Asal kau tahu Jordan, aku tidak peduli siapapun gadis itu. Tapi jangan pernah kau memaksaku untuk mengakuinya sebagai putriku!" desis Sandra sebelum kembali ke kamarnya.


Blamm-


Terdengar suara pintu ditutup dengan sangat keras oleh Sandra. Hingga membuat orang yang masih berada di ruang makan menjadi kaget.


Sekarang Sari sudah bisa memahami keadaan, ternyata majikannya itu telah salah paham terhadapnya. Tetapi bagaimana bisa Tuan Jordan menyimpulkan bahwa dirinya adalah putri Ibu cantik tadi? Begitulah pertanyaan yang bersarang di otak gadis itu sekarang.


Mendengar perkataan yang terlontar dari bibir Sandra tadi membuat Tubuh pria berwibawa itu menegang. Apakah benar ia telah salah mengirah selama ini. Jika memang demikian siapa sebenarnya putri kandungnya?


"Ma-maaf Tu-tuan ...!" 


Mendengar ucapan gadis di sampingnya membuat Tuan Jordan tersadar dari lamunan-nya. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah gadis itu. Namun ia masih tetap bergeming.


"A-apa be-benar anda telah salah sangka dengan mengirah saya adalah putri dari Ibu cantik tadi?!" tanya Sari dengan ragu namun ia harus memperjelas masalah ini agar tidak ada lagi kesalahpahaman ke depannya.


"Kalau boleh saya tahu atas dasar apa anda memiliki pemikiran tersebut. Maaf jika pertanyaan saya ini terkesan lancang!" imbuh Sari.


Tuan Jordan pun merogoh saku celana bahan yang dipakainya kemudian mengeluarkan sesuatu. "Dari foto ini. Bukankah foto ini milikmu?!"


"Boleh saya lihat fotonya, Tuan?!" Tuan Jordan pun memberikan foto di tangannya kepada gadis itu.


"Di mana anda menemukan foto ini Tuan? Saya sudah mencarinya ke mana-mana tapi tidak ketemu?!" tanya Sari dengan wajah sumringa karena berhasil menemukan foto milik Bening.


"Jadi benar foto itu milikmu? Aku menemukannya di ruang tamu saat kau tidak sengaja menjatuhkannya!" jawab Tuan Jordan.


"Memang benar saya yang menjatuhkan foto ini tapi foto ini bukan milik saya. Karena foto ini milik-"


Belum sempat Sari menyelesaikan ucapannya Tuan Jordan langsung menyela- "Foto ini milik siapa?!" tanya pria itu dengan mengguncang bahu Sari karena tidak sabar mendengar jawaban dari gadis itu.


"Mi-milik Nona Bening Tuan!"


Degh-


Bagai tersambar petir di siang bolong. Tuan Jordan menegang di tempatnya, jantungnya seakan jatuh ke dasar perut, dadanya sesak tak bisa bernafas. Kenapa dia begitu bodoh? Begitu pikirnya.


Kenapa dia tidak bisa mengenali wajah putrinya sendiri. Bukankah wajah Bening sangat mirip dengan Sandra. Bahkan di awal pertemuan mereka dirinya sempat tertegun karena merasa melihat Sandra sewaktu muda. Ya Tuhan kenapa dia bodoh sekali? Kenapa tidak bisa peka dengan keadaan? Rasa kecewanya terhadap hidup membuatnya jadi hilang naluri.


Hati Tuan Jordan semakin hancur saat mengingat sikap kasarnya kepada Bening. Bahkan dia pernah memukul Bening dengan tangannya sendiri. Ia menyesal sangat menyesal hingga rasanya ingin memotong tangannya sendiri. Tangan yang sudah kurang ajar menyakiti putrinya kandungnya.


Tubuh pria itu merosot di lantai, dia menangis terguguh sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.


"Maafkan Papi Nak! Maafkan Papi! Hiks ... hiks ...!"


Sari melihat sang majikan yang terpuruk itupun merasa iba, namun tidak tahu harus berbuat apa. Sehingga dirinya hanya bisa duduk bersimpuh di samping majikannya itu.


Namun yang lebih menyakitkan lagi, Tuan Jordan bingung harus memanggil Bening dengan sebutan apa. Anak atau menantu?


Yah, masalah ini semakin rumit ketika pria itu menyadari bahwa putri yang dicarinya selama ini telah berada di rumahnya tanpa ia sadari, dengan status sebagai seorang menantu.


Apalagi ini Tuhan?


Setelah merasa sedikit tenang, Tuan Jordan pun mengangkat kepalanya kemudian menoleh kepada gadis yang sejak tadi setia menungguinya.


"Maafkan aku Sari, karena sudah membawamu masuk ke dalam kerumitan ini."


"Tidak apa-apa Tuan saya mengerti. Tapi ada yang ingin saya tanyakan kepada anda. Apakah orang yang ada di dalam foto ini adalah Ibu cantik tadi?!"


"Iya, namanya Sandra!"


"Jadi Ibu cantik tadi Ibunya Nona Bening?!"


"Iya Sari."


"Nona Bening pasti akan sangat senang jika bisa bertemu dengan Ibunya Tuan. Karena Nona selalu bercerita kepada saya bahwa dia sangat merindukan Ibunya. Saya mohon Tuan pertemukan mereka berdua," mohon Sari.


"Aku pasti akan mempertemukan mereka berdua Sari. Karena aku juga ingin meminta maaf kepada Bening," jawab Tuan Jordan sendu.


"Minta maaf untuk apa Tuan? Maaf jika saya terlalu banyak bertanya!" ucap Sari seraya menundukkan kepalanya.


"Tidak apa-apa Sari karena aku akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu. Bahwa sesunggunya Bening adalah putri kandungku. Aku ingin meminta maaf kepadanya karena belum bisa menjadi Ayah yang baik untuk dirinya."


Mulut gadis itu terbuka lebar mendengar pengakuan majikannya tadi.


"Jadi Nona Bening menikah dengan kakaknya sendiri?!" Sari membekap mulutnya dengan telapak tangan seakan tak percaya dengan pendengarannya.


"Itulah kenyataan yang sangat aku sesali sekarang. Seandainya aku tahu lebih awal maka pernikahan itu tidak akan mungkin terjadi. Tapi aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini dengan benar, karena aku tidak ingin mengulang kesalahan lagi!" tutur sang Tuan.


*****


Di kediaman Ramiro.


Bening sedang bercengkerama dengan Tuan sepuh untuk melupakan kesedihannya saat mengingat sang suami. Mereka berdua kini berada di samping akuarium besar tempat di mana koleksi ikan-ikan mahal sang Opa berada.


"Yang besar kehitaman itu namanya Jordan!" ucap sang Opa yang membuat Bening mengerutkan kening.


"Kenapa Opa memberikan nama yang sama seperti Papi?!" tanya Bening heran.


"Ha ... ha ... ha ... Opa sengaja memberi nama itu agar kami bertemu setiap hari. Kau tahu sendirikan anak itu jarang sekali pulang ke rumah. Walaupun kami tinggal di atap yang sama kami jarang sekali bertemu. Jadi ku berikan saja namanya kepada ikan kesayanganku!" jawab sang Opa.


"Lalu yang gendut warna merah itu siapa namanya Opa?!" tanya Bening kemudian.


"Itu si Arga!" jawab sang Opa bangga.


"Kenapa harus Arga, Opa? Gendut gitu!" ucap Bening seakan tak rela suaminya disamakan dengan ikan gendut.


"Itu karena Arga waktu kecil bertubuh gemuk, pipinya sampai tumpah ke mana-mana. Pokoknya lucu sekali dia. Setiap kali Opa melihat ikan itu jadi teringat Arga kecil yang berbadan bulat!" terang sang Opa.


"Apa benar seperti itu Opa?!"


"Tentu saja, Arga menjadi kurus sejak kelas 3 SMP karena malu dengan teman-temannya yang sering mengatainya gendut. Sejak saat itu Arga rajin sekali olah raga dan memiliki badan bagus hingga saat ini!"


"Ternyata ejekan teman-teman Arga ada gunanya juga ya Opa. Kalau tidak pasti tubuh Arga masih gendut sampai sekarang!"


"Ha ... ha ... iya! Tapi mereka sepertinya mulai kelaparan. Biar Opa ambil makanan-nya dulu!"


"Biar Bening saja yang ambil. Opa duduk saja!"


Bening pun berdiri dari duduknya. Namun tiba-tiba kepala gadis itu terasa berputar. Hingga-


Brukk-


Bening terjatuh pingsan di hadapan Tuan sepuh. 


"Bening ...?!"


Bab. 95

Hamil.


Karena ingin segera bertemu dengan putri kandungnya Tuan Jordan mengendarai Rolls Royce-nya dengan kecepatan tinggi. Hingga membuat gadis yang duduk di sebelahnya mencengkeram erat sabuk pengamannya karena merasa ketakutan.


Tuan Jordan memang sengaja tidak membawa supir kali ini karena ia ingin membawa mobil sendiri.


'Ya Tuhan kenapa Tuan besar membawa mobilnya seperti orang yang sedang kesetanan begini!' ucap Sari dalam hati dengan wajah memutih karena pucat.


Sesekali gadis itu melirik ke arah sang majikan yang telah fokus dengan jalanan di depannya. Ingin rasanya Sari turun saja dari mobil ini karena ia masih ingin hidup lebih lama. Melihat gadis yang duduk di sebelahnya ketakutan Tuan Jordan pun akhirnya sedikit mengurangi kecepatan mobilnya.


"Apa kau takut Sari? Maaf tadi aku tidak sadar telah mengebut. Aku hanya ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan Bening putriku!" ucap Tuan Jordan mengurai keheningan.


"Iya Tuan saya takut. Saya tahu kalo Tuan sangat merindukan Nona Bening tapi jika Tuan ngebut seperti tadi apakah tidak membahayakan diri kita sendiri dan itu membuat Tuan tidak bisa bertemu dengan Nona Bening!" jawab Sari. Kini gadis itu sudah tampak rileks tidak setegang tadi.


"Iya kau benar Sari, hampir saja aku melakukan kesalahan yang akan aku sesali seumur hidup. Terima kasih telah mengingatkan aku!" Kini pria itu lebih santai mengendarai mobilnya.


"Sama-sama Tuan, karena saya juga masih ingin hidup lebih lama. Keluarga saya masih sangat membutuhkan saya, apalagi adik-adik saya masih kecil," jawab Sari dengan sedikit curhat.


"Oh ya, berapa adikmu Sari?!" tanya sang Tuan kemudian.


"Saya memiliki 2 adik perempuan Tuan, karena saya anak sulung. Jadi tanggung jawab saya lebih besar," ucap Sari menjelaskan.


"Hebat kamu sudah memiliki pemikiran sedewasa ini di usia yang masih sangat muda. Padahal anak remaja seusiamu biasanya masih sibuk bermain-main di luar sana."


"Keadaan yang membuat saya bisa seperti ini Tuan. Kalau saya main-main terus bagaimana nasib adik-adik saya di kampung?!"


"Iya kau benar, keadaanlah yang dapat merubah karakter seseorang dengan cepat."


Obrolan ringan seputar keluarga Sari pun menjadi pengantar perjalanan mereka hingga tak terasa mobil yang dikemudikan oleh Tuan Jordan telah sampai di pelataran kediaman Ramiro.


"Kita sampai Tuan," ucap gadis itu girang.


"Iya turunlah dulu!" ucapnya kepada Sari sebelum Tuan Jordan mengambil paper bag yang ada di jok belakang. Rupanya pria tersebut ingin memberikan suatu hadiah kepada Bening.


Dengan langkah terburu-buru Tuan Jordan memasuki rumah megah milik keluarganya menuju ke lantai atas dengan menggunakan tangga. Tuan Jordan sengaja tidak memakai lift karena kamar Bening terletak di lantai 2.


Pria itu mengernyit bingung saat melihat banyak pelayan yang berdiri di depan kamar Bening dengan wajah tegang seperti menunggu sesuatu.


"Ada apa? Kenapa kalian semua berada di sini?!" sentak Tuan Jordan hingga mengagetkan semua orang yang berada di tempat itu.


"Tu-tuan i-itu-" Belum selesai Fatma menjawab pertnyaan pria itu. Suara Tuan sepuh menginterupsi pendengarannya.


"Jordan ...!"


Mendengar namanya dipanggil Tuan Jordan pun membalikkan badannya ke arah pria tua tersebut. "Papa ...!" 


Kemudian ia berjalan mendekat ke arah pria tua tersebut sebelum bertanya-


"Ada apa ini Pa? Kenapa semua orang berkumpul di sini?!" tanya Tuan Jordan dengan tidak sabaran akibat rasa penasaran yang ia rasakan.


"Dari mana saja kau Jordan? Kenapa tidak pernah pulang ke rumah?!" Tuan sepuh menjawab pertanyaan putranya dengan pertanyaan sehingga membuat pria itu kesal sendiri.


"Papa belum menjawab pertanyaan Jordan. Kenapa kalian semua berkumpul di depan kamar Arga?!" kesalnya.


"Duduk lah dulu!" ucap sang Papa sembari menunjuk sofa kosong di sampingnya.


Tanpa banyak bicara Tuan Jordan ikut mendudukkan dirinya di atas sofa tak jauh dari Tuan sepuh.


"Apa Arga sedang sakit?!" tanya Tuan Jordan kemudian.


"Bukan Arga, anak itu pergi ke mana saja tidak ada yang tahu!" tutur pria tua itu.


"Lalu siapa yang sakit Pa? Apa mungkin-" Tuan Jordan menggantungkan ucapannya. Wajahnya berubah pias karena mengakhawatirkan keadaan putrinya.


"Bening tadi tiba-tiba pingsan dan dokter masih di dalam untuk memeriksanya!" jelas Tuan sepuh.


"Apa, pingsan?! Tapi bagaimana hal itu bisa terjadi?!" Tuan Jordan sudah tidak mampu lagi menyembunyikan kecemasannya.


"Masih belum diketahui apa penyebabnya. Tunggu saja sampai dokter keluar!" jawab pria tua itu dengan tenang.


Tuan Jordan berjalan mondar mandir di depan pintu kamar Bening sambil sesekali melihat ke arah jarum jam yang bertengger di dinding.


"Kenapa mereka lama sekali, sudah hampir 30 menit kita menunggu disini tapi mereka belum ada satu pun yang keluar. Sebenarnya apa yang mereka lakukan?!" marah Tuan Jordan karena belum ada kejelasan tentang nasib sang putri.


"Kenapa kau tidak bisa sabar sedikit? Duduklah jangan mondar mandir seperti itu, membuat kepalaku pusing saja! Lagi pula kenapa sikap mu mendadak jadi aneh. Sejak kapan kau mencemaskan keadaan menantumu seperti itu?!" Tuan sepuh menatap sang putra dengan tatapan menelisik hingga membuat Tuan Jordan yang ditatap seperti itu merasa salah tingkah.


"Jordan hanya berusaha menjadi Ayah mertua yang baik untuk Bening, Pa!" jawab Tuan beralasan.


"Benarkah?!" ucap Tuan sepuh seakan tidak percaya.


"Tentu saja, lalu untuk apa lagi?!" Tuan Jordan masih berusaha meyakinkan Ayahnya itu.


"Tentu saja aku merasa curiga karena tidak biasanya kau bersikap seperti ini!"


"Setiap orang bisa beruba Pa!"


"Bahkan aku mendengar kau pernah menampar menantumu sendiri hanya karena membela seorang pembantu!" sindir Tuan sepuh.


"Aku menyesal Pa, dan untuk itu pula aku berada di sini sekarang. Aku ingin meminta maaf kepada Bening!" jawab Tuan Jordan dengan sungguh-sungguh.


Suara pintu terbuka membuat dua pria itu menghentikan perdebatan mereka.


Melihat dokter keluar Tuan Jordan langsung berlari ke hadapan dokter tersebut. "Bagaimana keadaan Bening dokter? Apa dia baik-baik saja?!" tanya Tuan Jordan antusias.


Dokter cantik itu hanya mengulas senyumnya mendengar pertanyaan dari Tuan Jordan tadi. Kemudian berkata-


"Tuan besar dan Tuan sepuh tidak perlu mencemaskan keadaan Nona Bening. Karena Nona tidak apa-apa," jawab sang dokter dengan penuh kesabaran.


"Kalau tidak apa-apa kenapa dia bisa pingsan?!" Kali ini Tuan sepuh yang angkat bicara.


"Itu karena Nona Bening sedang hamil muda. Selamat Tuan besar, selamat Tuan sepuh anda berdua akan menjadi Kakek dan Kakek buyut!" jelas sang dokter.


Apa ...?!" 


Tuan Jordan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah pendengar penjelasan dokter tadi. Tubuhnya menegang di tempatnya, pandangan-nya kosong dengan mulut yang terbuka lebar.


'Apalagi ini ya Tuhan?!'


"Maaf Tuan Jordan, Tuan ...!" panggil sang dokter karena melihat pria itu mematung.


Berbeda dengan Tuan sepuh, pria tua itu terpekik senang mendengar kabar kehamilan Bening karena menjadi Kakek buyut adalah impiannya sejak lama.


"Terima kasih dokter, akhirnya aku menjadi Kakek buyut juga!" jawabnya dengan wajah yang tampak sumringah.


"Kau kenapa Jordan. Apa kau tidak senang mendengar Bening hamil?!" Tuan sepuh mengalihkan perhatiannya kepada sang putra yang masih termenung di tempatnya.


"Sudah terima saja nasibmu jika sekarang kau sudah tua dan akan menjadi Kakek-Kakek!" ejek Tuan sepuh.


"Jordan ingin bicara empat mata dengan Papa. Jordan tunggu di ruang kerja Jordan!" 


Tuan Jordan pun pergi meninggalkan tempat itu dengan wajah kusutnya menuju ruang kerjanya. Sikap yang ditunjukkan pria itu tentu saja membuat sang Ayah merasa curiga. Namun yang bisa ia lakukan sekarang adalah mengikuti putranya itu menuju ruang kerja agar mereka dapat bicara. Entah apa yang akan dikatakan oleh putranya nanti.


*****


Sedangkan di apartemen Tuan Jordan, Sandra berusaha membobol pin apartemen dengan bantuan salah seorang temannya yang memang sudah berpengalaman di bidang ini.


Posisi Sandra saat ini masih berada di dalam apartemen sedangkan temannya itu masih berada di luar apartemen untuk membobol password pintu. Untuk sementara ini mereka berdua hanya bisa berkomunikasi melalui pesan suara yang ada di pintu apartemen tersebut.


Setelah beberapa menit berjibaku dengan angka-angka di depannya. Pria yang membantu Sandra akhirnya bisa membuka pintu apartemen tersebut.


Klik-


Ceklekk-


"Berhasil Sandra," ujarnya senang setelah muncul dari balik pintu.


"Terima kasih, Ken. Kau hebat sekali! Entah apa yang akan terjadi padaku jika aku harus terkurung di dalam apartemen ini untuk selamanya!" keluh Sandra.


"Memang siapa yang telah mengurungmu di sini? Dia pasti bukan orang sembarangan melihat dari megahnya apartemen yang dimilikinya ini!" ujar pria tersebut sembari mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan.


"Aku akan menjawab pertanyaanmu nanti. Sebaiknya kita segera pergi dari sini! Ayo, aku akan mentraktirmu minum kopi sebagai tanda terima kasih!" ajak Sandra setelah mengambil tasnya.


Pria itu pun hanya bisa mengikuti kemauan Sandra dengan diam. Kemudian secepatnya pergi dari apartemen itu.


Sebuah cafe bergaya klasik dipilih Sandra untuk tempat mengobrol mereka sesuai janjinya tadi kepada pria tersebut. Tempat yang begitu banyak memberi kenangan kepada Sandra karena cafe ini dulu adalah tempat favoritnya sewaktu kuliah.


"Tempat ini nggak banyak berubah ya sejak kita masih kuliah dulu," ucap Sandra memulai obrolan di antara mereka.


"Iya, mungkin pemiliknya memilih untuk mempertahankan interior dan juga nuansanya agar tidak menghilangkan ciri khasnya," jawab pria bernama Ken tersebut.


"Apa kau masih sering ke sini?!"


"Sesekali memang iya untuk bernostalgia jika aku ingin mengenang masa kuliah dulu. Kau sendiri ke mana saja selama ini? Setiap bertemu angkatan kita mereka selalu kesulitan mengetahui info tentangmu, termasuk juga diriku. Dan aku sangat kaget sekali saat pertama kali mendapat pesan darimu. Aku pikir kau Sandra yang lain tapi ternyata benar itu dirimu."


"Aku bisa menghubungimu karena kau tidak pernah mengganti nomor ponselmu. Aku pindah ke kota lain jadi aku kehilangan kontak dengan mereka."


"Tapi kau masih berkomunikasi dengan Juwita 'kan? Bukankah kalian sangat dekat!"


"Iya komunikasi kita kembali terjalin sejak beberapa bulan yang lalu."


Pembicaraan mereka terhenti saat seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Sebelum Sandra meminta izin kepada temannya itu untuk pergi ke toilet.


"Ken, aku ke toilet dulu!" ucap Sandra.


"Oke ...!"


Sandra pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju toilet yang berada di bagian belakang cafe ini. Wanita cantik itu terlalu fokus dengan ponselnya sehingga ia tidak memperhatikan jalan di depannya. Hingga-


Brukk-


Sandra menabrak seseorang hingga ponselnya terjatuh. "Maaf, saya tidak sengaja!" ucapnya seraya menunduk mengambil ponselnya yang terkapar di lantai.


"Tidak apa-apa ...!" jawab suara bariton itu yang membuat Sandra langsung mendongakkan wajahnya.


"Bang Adam ...?!"

0 Comments