Penjara Sang Taipan. Bab 92

 

Bab. 92

Fakta baru.


Bening meringis menahan sakit akibat kedua sikunya berdarah. Bukan itu saja, ada juga beberapa luka di bagian kakinya. Gadis itu merambat berpegangan pada tembok saat berjalan keluar dari ruang kerja Arga.


Sedangkan Arga meninggalkan Bening sendirian setelah puas menyiksa gadis itu. Entah ke mana perginya pria itu Bening tidak tahu dan juga tidak ingin tahu. 


"Nona Bening ...!" pekik Sari karena merasa kaget saat melihat Bening dalam kondisi yang mengenaskan. Penampilannya berantakan, rambutnya acak-acakan dan terdapat banyak luka di tubuhnya seperti orang yang habis dianiaya.


Sari pun berlari menyongsong tubuh Bening yang hampir saja tersungkur ke lantai karena kurang keseimbangan. Gadis itu kemudian membantu Bening berjalan, bahkan ikut meneteskan air mata melihat keadaan Bening saat ini. Karena baginya Bening lah majikan pertama yang mau menjadikan dia sahabat dan mau memandangnya sebagai sesama manusia.


"Nona ...?! Sari, apa yang terjadi dengan Nona Bening?!" tanya Fatma saat melihat kedua gadis itu berjalan tertatih melewati ruang tengah. 


Mulutnya terbuka lebar, mata Fatma membola sempurna melihat keadaan Bening saat ini. Bukankah saat pergi tadi keadaannya masih normal-normal saja? Begitu pikirnya.


Jangan-jangan Tuan muda?!


Sari menggeleng- "Sari tidak tahu Bu Fatma, Sari melihat Nona Bening sudah seperti ini saat melintas di depan ruang kerja Tuan muda," jawab gadis itu.


Tanpa menunggu perintah, Fatma segera membantu Sari memapah Bening dan membawa gadis itu ke dalam kamarnya.


"Sebenarnya apa yang terjadi Nona? Kenapa Nona menjadi seperti ini?" tanya Bi Fatma setelah berhasil membaringkan Bening ke atas ranjangnya. Wanita paruh baya itu juga ikut menangis melihat kondisi Bening saat ini.


"Saya akan memanggilkan dokter untuk Nona. Tunggu sebentar yah. Dan kamu Sari, siapkan air hangat untuk membersihkan luka yang ada di tubuh Nona!" tutur kepala pelayan tersebut.


"Baik Bu," jawab Sari cepat kemudian bergegas menuju dapur mengambil air hangat dan handuk kecil.


Setelah kepergian kedua pelayan tersebut Bening kembali meneteskan air mata mengingat kekejaman suaminya tadi.


Kenapa suaminya bisa setegah itu? Apa salahnya?! Begitu pikirnya.


Sari datang dengan membawa cawan kaca transparan yang berisi air hangat dan sebuah handuk kecil di tangannya.


Dengan telaten gadis manis itu membersikan luka dan sisa darah yang hampir mengering di tubuh Bening.


"Aww ... ssttt ...!" ringis Bening kesakitan saat Sari menyapukan handuk di atas lukanya.


"Maaf Nona, saya akan lebih hati-hati dan pelan agar Nona tidak kesakitan," lirih Sari saat akan rasa iba. Karena sedari ia menemukan Nonanya itu, Bening sama sekali belum membuka suara. Hanya air mata yang terlihat menetes dari sudut matanya.


"Sebentar lagi dokternya datang. Beliau masih dalam perjalanan kemari," ujar Bi Fatma saat kembali ke kamar Bening.


"Saya akan menggantikan baju Nona. Sebentar saya akan mengambil bajunya dulu!" Bi Fatma pun masuk ke dalam walk in closet dan mengambil baju ganti yang sekiranya nyaman untuk Bening pakai. Pilihannya jatuh pada baju tidur model piyama yang terkesan simple dan berbahan lembut agar tidak menyakiti luka Bening.


*****


Sementara di gedung Ramiro group, Arga juga tengah uring-uringan yang membuat semua karyawan terkena imbasnya.


"Pekerjaan sepeleh seperti ini saja kau tidak bisa menyelesaikan. Dasar tidak becus!" makinya kepada kepala divisi bagian keuangan saat memberikan laporan bulanan-nya.


"Maaf Tuan muda, saya akan segera memperbaikinya!" jawab pria yang masih betah menundukkan kepalanya tersebut.


"Kau pikir semua masalah bisa terselesaikan hanya dengan berkata maaf saja. Di mana otakmu itu?!"


"Maaf Tuan muda maaf!" Hanya kata itulah yang mampu pria itu ucapkan. Membantah pun ia rasa tidak mungkin.


"Sudahlah, cepat pergi dari hadapanku!" usirnya.


"Baik Tuan muda permisi!" Setelah sedikit membungkukkan badannya pria tersebut bergegas meninggalkan ruangan Arga.


"Dasar sampah! Kenapa hari ini semua orang begitu menyebalkan!" umpatnya sebelum menekan tombol interkom yang berada di atas meja.


"Zalia cepat kemari!" sentaknya kepada sang sekretaris.


"Ba-baik Tuan muda!"


Dalam hitungan detik perempuan cantik bergincu merah itu telah sampai di dalam ruangan Arga dengan nafas yang memburu.


"Kenapa berkas kontrak kerja sama dengan PT. ADIDAYA INVESTAMA jadi seperti ini. Apa kau tidak bisa bekerja?!"


Arga melempar beberapa lembar kertas di tangannya tepat di depan wajah sekretarisnya itu.


"Ta-tapi ini sudah sesuai dengan standar perusahaan kita Tuan muda," jawab gadis itu terbata.


"Aku tidak mau tahu, ganti secepatnya! Dan jangan sampai membuat kesalahan lagi atau kau ku pecat!" bentak Arga dengan mata nyalangnya.


Zalia menelan ludahnya kasar mendengar kata 'pecat' keluar dari mulut bosnya itu. Karena bagaimana pun juga ia masih membutuhkan pekerjaan ini. Tanggung jawabnya kepada keluarga juga sangat besar.


"Ba-baik Tuan muda, saya akan merubah secepatnya!"


"Asal kau tahu saja, masih ada ribuan orang yang mengantri untuk menggantikan posisimu saat ini. Jadi jangan mengecewakan aku!" ancam Arga yang membuat wajah cantik itu semakin pias. Bagaimana pun juga ia harus mempertahankan pekerjaannya! Begitu pikirnya.


"Sa-saya mengerti Tuan muda!"


"Keluar!"


"Permisi!"


Zalia pun keluar dari ruangan Arga dengan langkah gemetar, bahkan wajah gadis itu terlihat memutih karena pucat, seakan tidak ada darah yang mengalir di sana.


Belum selesai menormalkan detak jantungnya. Telefon di atas meja kerja Zalia kembali berdering. Ternyata sang Tuan mudalah yang menghubunginya.


"Iya Tuan muda!" jawab Zalia setelah mendekatkan gagang telepon di telinganya.


"Apa Raka sudah datang?!" ucap seseorang di seberang sana.


"Belum Tuan muda."


"Suruh dia masuk ke ruanganku jika dia sudah datang!"


"Ba-"


Klik-


Baru akan menjawab, sambungan interkom itu sudah dimatikan oleh Arga.


"Ya Tuhan, punya bos gitu amat sifatnya. Galaknya nggak kaleng-kaleng. Untung ganteng!" monolognya sebelum kembali mengerjakan pekerjaan-nya.


"Ayo kerja Zalia, kerja yang bagus karena kalau tidak karirmu yang jadi taruhannya!" gumamnya menyemangati dirinya sendiri.


Waktu terus bergulir dengan cepat, seharian ini Raka tidak menampakkan dirinya di kantor, dan hal itu tentu saja membuat Arga semakin uring - uringan tidak jelas. Hingga membuat semua karyawan bagai hidup di dalam neraka. Mereka tidak tahu cara menghadapi kemarahan sang Tuan muda. Karena selama ini hanya Raka lah yang mampu menjinakkan bosnya itu.


*****


Sementara di sisi lain Raka tampak mematung di suatu tempat. Tubuhnya menegang setelah membaca beberapa kertas di genggaman tangan-nya. Fakta baru tentang masa lalu Sandra begitu membuatnya tercengang.


Hari ini Raka memang sengaja tidak masuk kantor karena ingin mencari informasi sendiri tentang kebenaran wanita simpanan Tuan Jordan sesuai dengan perintah Arga beberapa hari lalu.


Namun sebuah fakta baru begitu menamparnya, saat mengetahui bahwa Sandra, Bening dan Tuan Jordan memiliki hubungan darah yang tak biasa. Hingga membuatnya ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Arga.


"Ya Tuhan ternyata mereka berdua saudara seayah!" Raka menyenderkan punggungnya di sandaran jok karena tubuhnya melemas seketika, setelah mengetahui kebenaran ini.


Sepahit apapun kenyataan-nya Raka harus mengatakan berita besar ini kepada Arga karena Arga berhak mengetahuinya.


Raka mengambil gawai miliknya yang tersimpan di saku celana bahan yang dipakainya dan mengetikkan sesuatu kepada Arga.


Arga

~ Kita ketemu di tempat biasa. Ada yang ingin gue tunjukkin sama loe!


Raka pun menekan tombol kirim kemudian menghembuskan nafasnya kasar.


Raka mengusap kasar wajahnya setelah mendapat pesan balasan dari sahabatnya tersebut.


Waktu yang dijanjikan Raka telah tiba, di mana pria itu sudah menunggu kedatangan Arga di sebuah kedai kopi favorit mereka.


Berkali-kali Raka melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Seakan tak sabar menunggu kedatangan Arga.


"Kenapa Arga lama sekali?!" gumamnya lirih kemudian menyesap kopi yang nyaris dingin miliknya karena saking lamanya dia menunggu.


"Apa gue telfon aja ya?!" monolognya.


Raka mengurungkan niatnya untuk menghubungi Arga saat melihat mobil sahabatnya itu telah memasuki parkiran cafe.


"Panjang umur juga tuh anak!" gumamnya saat melihat Arga telah keluar dari mobil dan berjalan menuju ke arahnya.


Raka sengaja memilih tempat di luar ruangan agar mereka lebih rileks saat bicara nanti.


"Kusut amat tuh muka!" ucap Raka saat Arga baru saja mendudukkan dirinya di kursi yang berada di hadapannya.


"Jadi apa yang sudah loe dapetin hingga seharian ini nggak muncul di kantor?!" tanya Arga kemudian.


"Loe nggak mau pesen minuman dulu!" tawar Raka demi mencairkan suasana karena topik pembahasan yang akan mereka bicarakan nanti sangat sensitif dan menguras emosi.


Raka pun melambaikan tangannya memanggil pelayan cafe.


"Ada yang bisa saya bantu Mas?!"


"American coffe satu!" jawab Arga datar.


"Ada lagi Mas!" 


"Berikan aku kopi seperti yang aku pesan tadi!" ucap Raka menimpali.


"Baik, mohon ditunggu."


Raka kembali mengalihkan pandangannya kepada Arga setelah kepergian pelayan cafe tadi.


"Ga gue-"


Belum selesai Raka bicara Arga sudah memotongnya. "Gue sudah tahu Rak!"


Raka mengerutkan keningnya tidak mengerti dengan perkataan Arga tadi.


"Maksud loe apa. Memangnya loe tahu tentang apa?!" tanya Raka penasaran.


"Bokap gue ada affair dengan nyokapnya Bening!" tukas Arga. Hingga membuat Raka mengangah tidak percaya. Dari mana sahabatnya itu tahu tentang fakta ini padahal dirinya belum mengatakan apapun.


"Loe tahu dari mana?!"


"Gue lihat pake mata kepala gue sendiri. Bokap gue mesra banget sama wanita itu!" Arga tersenyum kecut sebelum melanjutkan ucapannya. "Ternyata selama ini gue telah tertipu!"


"Tertipu? Maksud loe apa Ga?!"


"Ya, kedua wanita licik itu telah menipu keluarga gue dengan mengadakan persekongkolan!" tutur Arga dengan sorot mata tajam sarat akan amarah.


"Tunggu-tunggu sepertinya di sini ada yang salah. Elo harus mengetahui satu informasi penting dulu sebelum menyimpulkan sesuatu."


Raka menyodorkan sebuah map di hadapan sahabatnya itu. "Elo harus buka dan membacanya baik-baik!"


Arga pun mengikuti perintah Raka untuk membaca isi map tersebut dengan seksama.


Bola mata Arga nyaris meloncat keluar setelah membaca kertas-kertas di tangannya itu.


"I-ini tidak mungkin!" Tangan Arga gemetar hingga membuat kertas-kertas itu terjatuh dan berhamburan di lantai.


"Iya Ga, elo dan Bening adalah saudara seayah!"

0 Comments