Bunga itu Masih Mekar. Bagian 2

  

Mayang menyiapkan sarapan suaminya dengan mata yang sembab. Semalaman dia menangis dan hanya berhenti setelah dia kelelahan lalu tertidur. Sebagai anak tunggal dari pengusaha batubara ternama, Mayangsari tak pernah kekurangan satu apa pun dalam hidupnya. Dia tak pernah tahu apa artinya berusaha dan semua keinginannya selalu dikabulkan oleh orangtua yang sangat mengasihi Mayang. Hidupnya sempurna karena dia memiliki semua yang diinginkan seorang wanita. Wajah cantik, lekukan tubuh yang indah, dan harta yang melimpah. Terlebih lagi kesempurnaan itu ditambahi saat dia bertemu Alex ketika berlibur di Niagara Falls yang terletak di Ontario, Kanada, negara terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Mereka sama-sama saling jatuh cinta pada pandangan pertama lalu memutuskan untuk pulang ke Indonesia bersama. Begitu sampai di rumah Mayang, Alex yang usianya lebih tua lima tahun dan sudah mapan karena bekerja di perusahaan cabang milik ayahnya, langsung melamar Mayang tanpa basa-basi. Dan begitu Fahri mengetahui latar belakang Alex, dia tidak menolak. Barulah ketika Mayang bertanya kenapa ayahnya begitu saja menerima lamaran Alex, lelaki itu mengatakan bahwa sesungguhnya Fahri mengenal orangtua Alex dan hendak menjodohkan mereka. Sungguh ajaib tangan Tuhan. Pikir Mayang bahagia. Dia tak perlu mengalami drama pernikahan seperti teman-temannya yang tidak mendapat restu, tapi drama itu justru ada setelah pernikahan mereka. Satu tahun Alex dan Mayang menikah, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Mulai dari jamu tradisional, dokter, hingga dukun pun Mayang datangi, tetapi semuanya nihil. Tak ada yang membuahkan hasil.

"Gak sarapan, Sayang? Kok cemberut begitu?" tanya Alex ketika melihat paras istrinya yang muram. Tentu saja dia tahu kalau Mayang marah padanya soal adopsi anak. Bukannya tak mau, tetapi Alex merasa masih sanggup kalau harus menunggu lagi. Dokter bilang mereka tidak mandul, hanya perlu menunggu waktu saja. Lagipula, mengadopsi anak kan bukan suatu hal yang mudah. Bukan perkara soal membiayai, tapi Alex takut jika mereka tak mampu memberi kasih sayang seperti kepada anak kandung. Selain itu juga tak ada yang pernah tahu asal-usul orangtua si bayi. Apakah dari keluarga yang meninggalkan anaknya karena anak itu adalah anak yang tidak diinginkan atau justru anak itu lahir dari seorang pelacur dan bapaknya adalah preman jalanan. Tak ada yang tahu soal itu, kan? Apalagi ketika anak itu sudah tumbuh dewasa, sedikit banyak pasti menuruni sifat orangtuanya. 

"Males, ah. Mas saja yang makan."

"Makanlah ini." Alex mengambilkan satu telur mata sapi ke piring istrinya. "Akhir pekan nanti kita ke panti asuhan dan melihat-lihat anak yang kamu inginkan," lanjut Alex dengan suara lunak seperti biasa dan Mayang menatap suaminya tak percaya. 

"Mas, aku gak salah dengar, kan?"

Alex meraih tangan istrinya dengan dan menciumnya mesra. "Aku tidak sanggup melihatmu terus bersedih. Mungkin sekaranglah saatnya kita mengadopsi anak."

Namun, setelah hari itu tiba ternyata tak semudah bayangan Mayang untuk mencari anak yang tepat. Dia berkeliling melihat bayi-bayi belum genap sebulan. Mereka semua lucu-lucu dan montok karena petugas panti merawat mereka dengan baik. Setiap box-nya juga rapi, wangi, dan bersih. "Mas mau bayi laki-laki atau perempuan?" 

"Laki-laki atau perempuan sama saja."

"Ibu mau melihat yang ini?" Bu Jarwo mendekat ke arah box yang dihuni bayi laki-laki usia dua minggu. "Kakeknya membawa dia ke sini lantaran tidak mampu membiayai. Ibunya juga masih duduk di bangku SMA."

"Ayahnya?" Mayang mengernyitkan dahi. 

Bu Jarwo menarik napas berat kemudian tersenyum. "Korban perkosaan, Bu."

"Malang sekali ibu anak ini. Masa depannya masih panjang, tetapi dirusak oleh pria bejat."

"Atau yang ini?" tawar Bu Jarwo pada box berisi bayi perempuan. "Usianya dua minggu. Ibunya sangat cantik dan kelihatan dari keluarga baik-baik. Korban dari laki-laki tak bertanggung jawab!"

Perlahan Mayang mendekati bayi perempuan itu. Dia memang sangat cantik, hidungnya menjulang tinggi, dan bibirnya sangat mungil. Dia jadi penasaran secantik apa ibunya kalau anaknya bisa secantik ini. "Ke mana ayahnya?" tanya Mayang tak mampu menyembunyikan rasa penasarannya. 

"Tidak tahu, Bu. Katanya kecelakaan kilat di tempat kerja!"

Duh, bulu Mayang jadi merinding. Di satu sisi, orang-orang begitu mudah hamil dan menitipkan anaknya di panti asuhan dengan berbagai macam alasan, tetapi di sisi lain, dia harusnya menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan anak. Meskipun pada akhirnya penantian itu tak kunjung tiba dan Mayang sudah tak sabar lagi ingin menjadi seorang ibu. Dia ingin merasakan bagaimana rasanya bangun tengah malam karena bayinya menangis. Entah karena minta ganti popok atau lapar dan ingin minum susu. 

"Jadi, pilih yang mana, Bu?" tanya Bu Jarwo sabar dan berharap pasangan suami-istri di depannya itu jadi mengambil anak agar beban panti sedikit berkurang. Maklum, biaya mengurus anak-anak yang dititipkan tidak mudah, belum lagi Bu Jarwo selaku pemimpin sekaligus pemilik panti harus membayar perawat-perawat untuk mengurus anak. Semua itu tidak murah, apalagi di zaman sekarang yang semuanya serba mahal. 

"Pilih yang mana, Mas? Laki-laki atau perempuan?" Mayang balik bertanya pada suaminya dan lelaki itu memandangi dua bayi di depannya secara bergantain. Mereka sama-sama sehat, sama-sama mampu memikat hatinya, tetapi pada bayi perempuan di depannya ada getar aneh yang tak mampu ia artikan. Matanya begitu bersinar dan melihatnya dengan senyuman seolah-olah meminta Alex untuk memilihnya. 

"Boleh digendong, Pak. Barangkali Bapak bisa memilih setelah menggendong keduanya."

Alex menuruti kata-kata Bu Jarwo. Mula-mula dia menggendong bayi laki-laki yang belum diberi nama. Dengan hati-hati Alex mengangkat tubuh yang ringkih itu kemudian mencium dahinya. Wangi khas seorang bayi. Dibelainya pipinya yang kemerahan dan bahkan lebih lembur dari kapas. Alex tak menyangka bahwa begini rasanya menyentuh seorang bayi. Begini rasanya menjadi seorang ayah. Ada gelepar aneh di dadanya. Kalau tahu begini bahagianya menggendong seorang bayi, sudah dari dulu dia menyetujui permintaan istrinya. 

Setelah menggendong beberapa saat, Alex meletakkan bayi itu dan mengangkat bayi yang satunya lagi. Sudah terbayang di kepalanya bahwa anak itu akan menjelma menjadi gadis yang cantik. Oh, betapa bahagianya membayangkan anak kecil berlarian saat dia pulang kantor dan memanggilnya dengan sebutan papa. Tak hayal dada Alex dipenuhi dengan bunga-bunga kebahagian membayangkan bahwa dirinya menjadi seorang ayah. 

"Bagaimana kalau kita ambil dua-duanya, Sayang? Pas sepasang."

Mayangsari kaget. Dia berusaha memasang telinganya lebar-lebar. Dia takut kalau salah dengar. "Mas yakin?" Mayang berusaha memastikan. 

"Ya. Aku tidak bisa memilih salah satunya. Lihatlah sayang, hidung ini seperti hidungku," kelakar Alex memegangi hidung bayi perempuan di gendongannya. "Dan lihatlah jagoan itu, dia tampan sepertiku." 

Bu Jarwo dan Mayang tertawa lebar. Mereka memang tampan dan cantik. Kalau bisa memiliki keduanya, kenapa harus memilih?

***

Sejak kedatangan Putri dan Andi, Mayang dan Alex dilimpahi kebahagiaan. Mereka selalu terbangun bersama-sama kalau kedua bayi itu menangis. Satunya memberi susu pada Andi dan satunya lagi menyusui Putri. Meski Mayang telah mempekerjakan dua pengasuh sekaligus, dia tak ingin melewatkan moment ini. Biar saja dia tak melahirkan kedua anaknya. Toh, rasa cintanya tak kurang dari ibu kandung mereka yang telah menitipkan ke panti asuhan apa pun alasannya. Dan semenjak itu pula Alex jarang lembur. Kalau ada pekerjaan keluar kota, dia akan buru-buru pulang untuk melihat tumbuh kembang anak-anaknya. 

"Anaknya kembar ya, Bu?" tanya pelayan toko saat melihat Putri dan Andi yang duduk manis di troley bayi. Mayang tersenyum bangga. Walaupun mereka tidak kembar, dia selalu mendandani kedua anaknya dengan baju yang serupa. Keduanya sama-sama lucu, menggemaskan, dan cintanya juga sama rata. 

"Iya, Mbak."

"Cantik dan ganteng. Mirip ayah dan ibunya."

"Iya dong, Mbak. Bungkusin baju yang sudah saya pilih ya, Mbak. Mainannya juga!"

Penjaga toko itu pun tersenyum lebar. Kalau semua orangtua yang belanja loyal seperti ibu satu ini, bonus tahunannya pasti akan banyak!

"Sus, tolong masukin belanjaan ke mobil dulu, ya. Setelah itu kita makan di situ," tunjuk Mayang di restoran tempat langgananya dengan Alex. Dan meskipun hari ini lelaki itu tak ikut berbelanja karena kesibukan, kebahagiaan Mayang tak berkurang. Putri dan Andi yang kini sudah berusia enam bulan sedang lucu-lucunya. Mereka sering berguling-guling di ranjang terutama saat ingin dipakaikan baju atau mengganti popok. Mayang merasa lelah dan kurang beristirahat, tapi semua itu terbayarkan melihat tawa riang anak-anaknya. Anak yang sudah dia tunggu selama sepuluh tahun. 

"Sus, makan dulu, Sus. Anak-anak biar saya yang menyuapi," kata Mayang begitu dia selesai makan. Dua perawat itu langsung makan begitu disuruh. Sementara Mayang sendiri mulai menyuapi sisa makanan Putri dan Andi. "Anak Mama cepet gede, ya. Biar Mbak Puji dan Mbak Kani gak perlu nyuapin kalian lagi."

"Berarti kita dipecat dong, Bu," kelakar Puji yang disambut tawa Kani yang sumbang. Pasalnya kalau mereka harus pindah majikan lagi, bisa repot. Belum tentu ada bos yang sebaik Mayang. Tak pernah marah-marah, gaji selalu tepat waktu, dan bisa makan enak setiap hari. Mereka juga kadang menjadi pengangguran yang dibayar karena Mayang tak punya pekerjaan lain selain mengurus anak-anaknya.

"Ya gak gitu juga, Sus. Saya rasanya gak sabar pengen merayakan ulangtahun yang pertama. Enaknya nanti pas ulangtahun, pakai tema apa ya, Sus?"

Duh, dasar orang kaya. Pikir Puji geli. Anak juga baru belajar tengkurap, e sudah ngomongin pesta ulangtahun. "Putri Salju aja, Bu," sahut Kani sambil mengunyah sotong di mulutnya. 

"Jangan. Gimana kalau Elsa?" sela Puji tak terima. Soalnya menurut gadis itu Elsa lebih cantik daripada Putri Salju. 

"Boleh dua-duanya deh, Sus. Nanti Andi yang jadi pangerannya. Iya kan, Sayang?" Mayang menyuapkan makanan terakhir ke mulut Andi yang mungil dan anak itu pun tertawa. Ah, bahagianya menjadi seorang ibu. Pikir Mayang yang tak pernah melewatkan perkembangan anak-anaknya. Dan tanpa terasa waktu pun berlalu sangat cepat. Esok dua bocah itu akan menginjakkan kakinya ke sekolah dasar. Meninggalkan taman kanak-kanak yang selama ini menjadi tempat bermain bagi mereka.


"Ma, besok bawakan Putri bekal steak ya, Ma," ucap Putri ketika mereka sedang makan malam. Besok adalah hari pertama mereka masuk SD dan Putri maunya semua serba sesuai keinginannya. "Kotak makannya harus pink ya, Ma. Harus yang baru. Kan sekolahnya baru."

"Iya, Sayang. Iya. Andi mau dibawakan bekal apa?" tanya Mayang yang sedang mencuci starwberry kesukaan Putri. 

"Apa aja, Ma. Habisnya, semua masakan Mama enak, sih," jawab Andi dengan perasaan bangga. Teman-temannya waktu di TK selalu memuji makan siangnya yang enak dan tampilannya bagus. Tak jarang teman Andi berdecak iri dan ingin menggantikan posisinya sebagai anak Mayang. 

"Andi lagi ngerayu tuh, Ma. Biar dapat mobil-mobilan baru!" 

"Enak aja. Masakan Mama memang enak, kok," balas Andi tak mau kalah. Dia dan adiknya memang tak pernah akur. Selalu saja meributkan hal-hal sepele. 

"Duh, ngeributin apa sih anak Papa?" 

Begitu mendengar suara Alex, Putri langsung turun dari kursi dan berlari ke arah ayahnya. "Papa! Putri kangen, deh!" Anak itu langsung merangkul leher ayahnya ketika Alex membungkuk untuk memeluk Putri. Anak itu memang paling dekat dengan Alex. Selain manja, beberapa hal dari diri mereka juga semakin mirip. Alex alergi kacang-kacangan dan Putri pun mengalami hal sama. Alex alergi makanan laut dan bentol-bentol saat tak sengaja memakannya, Putri pun mengalami hal yang sama. 

"Lho, kan baru seharian gak ketemu. Kok sudah kangen?" Alex mengangkat tubuh gadis cilik itu dan menciumi pipinya yang harum. 

"Ngerayu tuh, Pa. Mau minta boneka baru!" ejek Andi balas dendam. 

"Hus. Rese, deh."

"Lho, bukannya minggu lalu sudah Papa belikan Barbie yang terbaru?" Alex mendekati Andi dan mencium keningnya. 

"Dirusakin Mbak Puji, Pah."

Puji yang sedang membantu Mayang di dapur langsung bersuara. "Lho, kok jadi Mbak Puji yang salah, Non? Siapa yang motong rambutnya karena pengen main salon-salonan?"

"Kenapa Mbak Puji gak ngelarang Putri untuk main salon-salonan? Sekarang rambut Barbie-nya jadi pendek, kan? Terus gimana kalau Putri mau nguncir rambutnya?"

Nah, Puji jadi bingung gimana mau menjawab majikan kecilnya itu. Dan akhirnya semua orang di rumah itu tertawa karena kelakuan Putri.

Mayang meletakkan strawberry di meja lalu mengusap rambut Putri dengan lembut. "Sudah-sudah. Minggu depan kita ke toko mainan. Sekarang, Putri duduk dulu dan biarin Papa makan, ya."

"Papa mau ayam goreng? Ini enak deh, Pa. Ada kremes-kremesnya." Dengan cekatan Andi naik ke kursi dan mengambilkan sepotong ayam untuk Alex. 

"Ini juga enak Pa stawberry-nya. Cobain deh, Pa." Putri tak mau kalah meletakkan buah itu ke atas piring papanya. Dan karena tak mau mengecewakan kedua anaknya, Alex terpaksa makan ayam goreng dengan lalapan buah strawberry. Mayang tertawa geli membayangkan bagaimana rasa makanan itu di mulut suaminya. Namun, dia juga bangga pada pria itu yang sampai detik ini rasa cintanya pada keluarga tak pernah berkurang. Dia selalu menyempatkan diri untuk makan di rumah sesibuk apa pun dia di kantor. 

***

"Capek, Mas?" tanya Mayang sambil memeluk suaminya yang baru selesai mandi. 

"Capekku langsung hilang begitu sampai di rumah. Putri semakin manja dan Andi tak mau kalah. Aku jadi merasa semakin tua sekarang."

Dibelainya dada suaminya yang masih telanjang dengan lembut. Dada itu masih sama seperti tujuh belas tahun lalu. Masih bidang dan juga berotot. Tak ada yang berubah sedikit pun. 

"Siapa bilang Mas Alex sudah tua? Baru empat puluh empat. Mainnya juga masih sama seperti saat malam pertama kita."

Alex membalikkan tubuhnya lalu memeluk Mayang. Mayang memang selalu mampu membangkitkan gairahnya sebagai laki-laki dan mampu menjaga perasaannya sebagai suami. Dan di usianya yang ke tigapuluh sembilan, Mayang juga masih seperti anak gadis. Tubuhnya masih singset karena dia selalu menjaga makannya dan rutin berolahraga. "Aku mencintaimu, Sayang." Alex memagut bibir istrinya Alex pun memberikan apa yang memang selalu didamba istrinya. 


***Bersambung ....

0 Comments