Bunga itu Masih Mekar. Bagian 1

 


"Belum hamil juga, May?" Mayang yang mendengar pertanyaan itu hanya tersenyum kecut. Pasalnya, setiap kali dia menghadiri reuni SMP sampai teman kampusnya dulu, teman-temannya selalu memberondongnya dengan pertanyaan yang sama. Belum hamil juga? Sudah nikah selama sepuluh tahun lho, May. Sudah periksa ke dokter? Jangan-jangan suamimu mandul? Dan sederet pertanyaan lainnya seputar kehamilan yang membuat Mayang berdenyut nyeri.

Bagi perempuan yang sudah menikah, siapa sih yang tak ingin memiliki momongan? Apalagi di usianya yang menginjak 32 tahun. Semua teman-temannya sudah memiliki anak bahkan ada yang sudah berbuntut empat. Tak jarang Mayang merasa iri pada teman-temannya, tapi apa yang bisa diperbuat? Tak hanya satu dokter yang dia kunjungi. Alex pun rela diperiksa spermanya dan dia dinyatakan sehat. Mayang juga tidak mandul. Nah, kalau semua itu sudah ditempuh dan dia belum hamil juga, kepada siapa dia mau protes? Memangnya anak seperti barang yang bisa dibeli di toko online?

"Belum dikasih rejeki, Dew," jawab Mayang sambil meremas tisu di tangannya. Dewi memang terkenal sejak dulu suka ingin tahu urusan orang lain. Apalagi kalau Mayang datang ke reuni teman kampus, pasti jadi sasaran empuk.

"Ah, sayang sekali ya, May. Percuma dong suamimu kaya, tapi duitnya gak ada yang ngabisin." Nah, kan. Omongannya Dewi makin ngelantur. "Padahal kalau ada anak, rumah jadi rame dan suami betah di rumah. Kalau sedang tugas ke luar kota, rasanya cepet pengen pulang. Kayak Mas Aryo gitulah."

Mayang hanya bisa menelan kejengkelannya sampai di rumah. Dia tidak mau meladeni perkataan Dewi karena tak mau makin sakit hati. Meskipun Dewi memiliki wajah pas-pasan dan suaminya juga pegawai biasa, tapi anak Dewi sudah dua dan kabarnya sekarang sedang hamil lagi. Duh, jadi makin gondok hati Mayang. 

"Belum tidur, Sayang?" tanya Alex yang baru saja memasuki kamarnya ketika melihat Mayang hanya melamun di atas tempat tidur.

"Eh, Mas. Sudah makan, Mas? Maaf aku gak tahu kalau Mas Alex pulang."

Alex meletakkan tas kerjanya di atas meja kemudian duduk di sebelah istrinya, wanita yang dinikahi tak hanya atas dasar cinta, tetapi juga perjodohan orangtua mereka yang kebetulan teman sekaligus rekan bisnis. "Sedang mikirin apa? Kayaknya serius banget."

Mayang melenguh panjang sebelum meletakkan kepalanya di pundak suaminya yang selama ini menjadi sandaran satu-satunya setelah mereka menikah. Hanya pada Alex-lah dia berkeluh kesah saat dicibir teman-temannya atau ketika melihat anak kecil yang lucu yang tiba-tiba lewat di depannya. Wanita itu ingin sekali punya anak, dia ingin menjadi ibu agar bisa menjadi wanita seutuhnya. Oh, betapa bahagianya ketika Mayang membayangkan sepasang kaki kecil berlarian di rumah yang sepi ini. 

"Dewi hamil lagi, Mas. Anak ketiga."

"Terus?"

Mayang memukul bahu suaminya dengan gemas. "Kok terus-terus sih, Mas!"

Alex tersenyum dan menarik tubuh Mayang ke dalam dadanya. Memeluknya dengan mesra dan menghujaninya dengan cinta. Dengan atau tanpa anak, Alex merasa hidupnya sudah lengkap karena ada Mayang. Satu-satunya wanita yang mengisi hatinya sampai detik ini. 

"Mas, bagaimana kalau kita adopsi saja?" cetus Mayang yang sebenarnya ini bukan kali pertama dia mengatakan itu.

"Dokter bilang kan kita tidak mandul, Sayang. Dokter Herman berkata kita hanya perlu menunggu."

"Sampai kapan kita menunggu, Mas. Sudah sepuluh tahun kita menunggu datangnya bayi di rumah ini. Belum cukupkah itu?" Mayang melepaskan pelukan suaminya dan langsung merebahkan diri di atas ranjang. Seperti biasa, saat kemauannya tidak dituruti, dia akan menyembunyikan tubuhnya di dalam selimut dan membiarkan air matanya berjatuhan membasahi bantal. Alex tak bisa berbuat apa-apa karena tahu kata-kata saja tak akan cukup untuk Mayang. Yang dia lakukan saat ini hanya bisa tidur sambil memeluk istrinya dan mendengarkan bagaimana wanita menangis.



***Bersambung ....

0 Comments