ISTRI KEDUA SUAMIKU: BAB 2

 


"Mas Adam!" teriak Irene begitu mobil yang dinaiki Adam terparkir di depan sebuah rumah mewah. Wanita berusia empat puluhan itu wajahnya sumringah dan menghampiri Adam yang masih ada di dalam mobil dengan gaya melenggak-lenggok seperti model catwalk. Meskipun usianya tak lagi muda, penampilan Irene tak bisa diremehkan. Debgan gadis usia duapuluhan pun Irene tak akan kalah. Penampilannya sempurna dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kulitnya belum ada yang mengendur karena perawatan.

"Mau makan malam di luar, Sayang?" tanya Adam begitu keluar dan menutup pintu mobil. Diciumnya pipi wanita itu dengan lembut.

Irene menggeleng manja dan melingkarkan tangan di pinggang Adam yang padat berisi. "Aku sudah masak makanan kesukaan kamu, Mas. Sayur asem dan balado ikan!" balas Irene manja seperti remaja yang baru jatuh cinta padahal usia pernikahan mereka sudah memasuki tahun keenam. 

Di usianya yang kepala empat itu, Irene begitu tergila-gila dengan supirnya itu yang kini menjadi suaminya. Meski mereka melakukan pernikahan diam-diam dan tanpa sepengetahuan Karin, kebahagiaan Irene tidak berkurang karena selain tampan, suaminya itu juga perhatian dan memuaskan di ranjang. Dan kini mereka dikarunia seorang putri yang cantik berusia lima tahun.

"Kebetulan, Sayang. Aku capek sekali dan belum makan. Karin di rumah ngomel terus dan selalu menyuruhku untuk menikah lagi," keluh Adam yang merangkul Irene dan berjalan masuk ke rumah. "Aku ingin rileks dan saat bersama kamu aku baru hidup tanpa beban.

"Kan tinggal bilang Mas Adam sudah menikah denganku," protes Irene yang kesal karena istri pertama suaminya itu terlalu menekan Adam untuk menikah lagi hanya demi harta. Dasar matrealistis. 

"Itulah masalahnya, Sayang. Bagaimana aku menjelaskan pada Karin tentang hubungan kita ini? Aku juga gak ngerti apa yang ada di pikirannya. Akhir-akhir ini sering sekali menuntutku untuk menikah dengan wanita kaya," balas Adam tak kalah kesalnya. Dua bulan terakhir ini Karin semakin aneh dan arogan. Padahal, dulu dia adalah istri yang baik dan menyenangkan. Tak pernah protes dengan materi yang dia berikan. Tapi kini, uang itu nampak selalu kurang di mata Karin. Dia menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya. Bukan lagi Karin yang menyenangkan, yang cantik, dan selalu mengerti suaminya.

"Bilang saja Mas menemukan istri kaya!" tandas Irene dengan cepat. Dengan begitu kan mereka tak perlu lagi capek-capek menyembunyikan hubungan mereka.

"Itulah masalahnya," jawab Adam ragu kemudian dia melanjutkan lagi." Hubungan kita berawal dari perselingkuhan yang tidak disengaja, Sayang. Dan pada akhirnya kamu mengandung anakku. Mau tak mau aku harus menikahimu sebagai tanggung jawab," kata Adam santai.

"Mas nyesal nikahi aku?" Irene merasa tersinggung dan langsung duduk di sofa berwarna krem begitu mereka sampai di dalam rumah. 

Dengan cepat Adam pun mendekati Irene dan memeluknya. Meskipun perempuan itu lebih tua darinya, ada kalanya Irene bertingkah manja dan kekanakan, tetapi bukanlah perempuan yang seperti itu yang disukai lelaki? Wanita yang manja dan terlihat lemah. Bukan wanita kuat yang bisa melakukan apa pun seorang diri. Laki-laki bangga jika bisa memanjakan wanitanya dan merasa dibutuhkan. Di situlah kaum adam merasa menjadi pria sempurna.

"Aku tidak pernah menyesal menikahimu, Sayang. Aku mencintaimu dan anak kita."

"Terus? Sampai kapan kita harus menyembunyikan pernikahan kita? Kalau saja aku bukan bos perusahaan, aku pasti sudah digunjingkan sampai mati karena memiliki anak tapi tidak tahu siapa bapaknya."

"Yang penting kan kamu tahu bapaknya," jawab Adam mengecup dahi Irene dengan lembut. 

"Tapi aku cemburu sama Karin. Dia adalah istri pertamamu," keluh Irene sembari menghembuskan napas dalam-dalam. "Aku ingin jadi yang pertama, Mas. Dan ingin menjadi satu-satunya."

"Aku belum bisa menceraikan Karin. Bagas masih butuh sosok seorang ayah."

Dengan cepat Irene melepaskan pelukan Adam. "Mas kira aku dan Gea gak butuh sosok suami dan seorang ayah yang utuh?" protes Irene kesal lalu berjalan masuk ke kamarnya dengan cara menghentak-hentakkan kaki.

Adam yang melihat tingkah Irene itu pun mendesah. Dia tak sanggup menceraikan istri pertamanya, Karina. Meskipun saat ini dia bersikap aneh, sebelumnya dia adalah perempuan yang baik. Rela hidup miskin dan berjuang bersamanya. Dan Karina-lah satu-satunya perempuan yang disukai almarhum ibu Adam. Dulu saat mereka masih pacaran, Karina merawat ibu Adam dengan suka cita dan sangat berharap ia dapat menjadi menantunya. 

"Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan?" Adam bertanya pada dirinya sendiri. Ia memegangi kepalanya dan berpikir bahwa rahasianya selama ini pasti akan muncul ke permukaan cepat atau lambat. Kalau sudah terbongkar, Adam tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi Karin karena suami yang dianggapnya setia, ternyata telah mengkhianatinya, tetapi di sisi yang lainnya Irene sudah menjadi belahan jiwanya. Wanita itu telah melahirkan putri yang cantik untuknya dan Irene telah memberikan semua hal yang tidak didapatkan dari Karin. Berdosakah jika ia ingin dua-duanya? Lagipula, bukankah tak ada pria yang cukup hanya dengan satu wanit? 

Adam melangkahkan kaki menuju kamar untuk menyusul istrinya. Irene sudah tertelungkup di atas ranjang dan punggungnya bergetar hebat. Lelaki itu merasa menyesal karena telah membuat Irene menangis. "Sayang," bisik Adam tepat di telinga Irene. Terdengar mesra, syahdu, dan mampu memecahkan dinding-dinding kekecewaan di hati Irene. "Maafkan aku belum bisa memberikan apa yang kamu inginkan."

"Sampai kapan, Mas? Sampai kapan aku harus merasa menjadi istri simpanan?"

Dengan lembut Adam membalikkan tubuh Irene kemudian memagut mesra bibir wanita itu. Tadinya Irene tak membalas ciuman suaminya, tetapi Adam selalu pandai membangkitkan gairah kewanitaanya. "Dengarkan aku, Sayang." Adam melepaskan pagutan bibirnya. "Kamu bukan istri simpanan. Kamu istriku yang sah dan aku mencintaimu."

"Lebih besar mana? Cintamu padaku atau cintamu ke Karina?"

"Masih perlu buktikah?" tanya Adam yang perlahan membuka blus istrinya dan memberikan apa yang tak pernah bisa Irene tolak. 

"Aku mencintaimu, Mas," ucap Irene yang masih terengah-engah di pelukan suaminya. 

"Aku juga, Sayang. Kamu dan Gea sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku tak akan sanggup berpisah dari kalian.

"Mas kira aku sanggup? Dan lagi ...."

Adam mengeluh bahu istrinya. "Katakan saja ...."

"Tak ada wanita di dunia ini yang mau dimadu, Mas. Aku ingin menjadi milikmu satu-satunya. Aku tidak serakah kan, Mas?"

Tanpa bisa menjawab pertanyaan Irene, Adam hanya memeluk wanita itu dan mengelus punggungnya.

"Aku tidak mau berbagi suami, Mas. Aku ingin memilikimu seutuhnya. Mas mau kan menceraikan Karin?"

"Aku tidak bisa melakukannya begitu saja, Sayang. Beri aku waktu. Oke?"

"Sampai kapan? Sampai ada yang bilang bahwa Gea anak haram?"

"Sstt. Jangan bilang begitu. Gea adalah putri kesayangan kita."

Irene tak puas dengan jawaban suaminya dan tangisnya justru semakin kencang. "Tunggu aku, Mas. Aku pasti akan membuatmu bercerai dari wanita itu. Karin boleh saja menjadi istri pertamamu, tetapi akulah yang akan menjadi pemenang. Akan kubuat kamu bertekuk lutut di kakiku!" batin Irene dengan senyum tipis di sela-sela tangisnya.



0 Comments