Arga. Bab 18



 Bab. 18

Tekad Bening.


Bening masih menangis di pelukan Lastri saat ia telah mengakhiri cerita tentang kejadian beberapa waktu lalu yang membuatnya bisa terdampar di tempat asing ini.

"Sudahlah Bening jangan menangis lagi. Kau gadis yang sangat kuat tentunya. Sehingga Tuhan menitipkan ujian ini kepadamu!" ucap Lastri menguatkan gadis itu.

Berat sekali ujian hidup yang harus kau jalani, Nak. Kau benar-benar gadis yang luar biasa! Imbuh Lastri dalam hati.

"Bolehkah Bening berhenti dari semua ini, Bu? Bening capek, Bening lelah, Bening hiks-"

"Ssstttt, sudah-sudah jangan menangis lagi. Sudah terlalu banyak air mata yang kau tumpahkan. Berjanjilah mulai saat ini kau tidak akan pernah menangis lagi. Kau harus jadi gadis yang kuat agar tidak ada lagi orang yang mampu menindasmu. Kalau bukan dirimu sendiri yang berjuang siapa lagi yang akan menolongmu, Bening?!" Lastri menangkup wajah sendu gadis itu dengan kedua tangannya.

Benar juga apa yang dikatakan wanita di hadapannya saat ini. Ia harus berubah menjadi lebih kuat untuk melindungi dirinya sendiri. Dan mulai sekarang Bening bertekad untuk melakukannya, ia akan berubah.

Menjadi Bening yang baru, Bening yang kuat, Bening yang tidak mudah ditindas maupun diintimidasi.

"Bening janji mulai saat ini Bening tidak akan menangis lagi. Karena Bening yang dulu telah mati. Sekarang hanya akan ada Bening yang baru!" ujar Bening dengan penuh tekad.

"Bagus! Ibu suka melihat perubahan sikapmu, Nak. Jangan lemah di hadapan siapapun. Tunjukkan kepada mereka bahwa kau adalah gadis yang kuat!"

"Bu Lastri mau kan membantu Bening keluar dari tempat ini?!" tanya Bening dengan penuh harap sedangkan orang yang ditanyainya tak langsung menjawab pertanyaannya, terlihat keraguan yang terpancar dari sorot matanya.

"Ibu tidak bisa menjanjikan apa-apa untuk mu Bening. Karena posisi kita di sini sangat lemah, tapi-"

"Tapi apa Bu?!"

"Kau bisa mengubah keadaan jika kau mau!"

"Tapi bagaimana caranya, Bu?!"

"Buat Tuan muda jatuh cinta padamu!"

"Apa?!"

"Hanya itulah satu-satunya cara agar kau bisa terbebas dari belenggu yang dibuat oleh keluarga ini. Tidak kah kau tau seberapa kuat keluarga Ramiro selama ini? Hanya kau yang bisa menolong dirimu sendiri, Nak!"

"Tapi, Bu. Bening tidak yakin bisa melakukannya!" lirih Bening putus asa.

"Kau cantik Bening, hatimu juga lembut. Siapapun pasti tidak akan bisa menolak pesonamu. Yang harus kau lakukan hanya satu, menarik perhatian pewaris Ramiro group itu sehingga hanya tertuju padamu. Karena selama yang Ibu tahu, Tuan muda tidak pernah jatuh cinta kepada gadis manapun. Pertimbangkan ini baik-baik!"

"Iya, Bu."

"Ibu keluar dulu, kau beristirahatlah. Hati-hati dengan tingkah lakumu di rumah ini karena banyak kamera pengawas di setiap sudut ruangan," ucap Lastri mengingatkan.

"Baik, Bu. Bening mengerti!"

Wanita tua itupun pergi meninggalkan Bening sendirian di dalam kamarnya.

Setelah pembicaraan-nya dengan Lastri beberapa saat lalu. Kini Bening sedang mempertimbangkan saran yang diberikan wanita itu kepadanya untuk menerima atau mengabaikan saja saran tersebut.

Apakah ia bisa menjerat satu-satunya pewaris Ramiro group dengan sebuah cinta. Bahkan Bening meragukan kemampuannya sendiri. Apakah ia mampu? Sedangkan orang yang menjadi targetnya bukanlah pria sembarangan melainkan pria sempurna dengan segala pesonanya.

Pria yang memiliki segalanya baik ketampanan serta kemapanan dengan harta melimpah yang tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Memikirkannya saja membuat Bening merasa kecil.

"Apa aku harus sepercaya diri itu? Bahkan aku seperti seonggok sampah bila disandingkan dengan dirinya yang sempurna itu. Apalah dayaku yang hanya remahan rengginang ini!" desah Bening frustasi.

"Tapi bagaimana aku tau jika belum mencobanya. Ayolah Bening jangan mau kalah sebelum berperang! Tapi- dia kan mesum sekali. Astaga apa yang harus aku lakukan sekarang?!"

"Tidak-tidak aku bukan perempuan penggoda. Aku pasti tidak akan sanggup melakukannya!"

Gadis itu terus mondar mandir di dalam kamarnya seraya berfikir. Namun, hingga kakinya pegal pun ia tidak mendapat keputusan apa-apa.

"Dasar payah kau Bening!" umpatnya pada diri sendiri.


*****


Sedangkan di sebuah ruangan megah lantai teratas gedung Ramiro group seseorang tengah memperhatikan rekaman CCTV dengan sangat fokus.

"Sedang apa gadis bodoh itu. Apa sebenarnya yang sedang ia lakukan. Kenapa berjalan mondar-mandir seperti orang gila begitu? Seharusnya aku memasang alat pengeras suara di sana agar bisa mendengar apa yang ia bicarakan!" monolognya.

"Loe sedang lihat apa, Ga?!" tanya Raka setelah kemunculannya yang secara tiba-tiba.

Dengan cekatan jemari Arga menekan tombol off untuk mematikan layar di depannya. 

"Bukan apa-apa, nggak penting!"

"Nggak penting tapi fokus banget!"


"Sudahlah, mau apa loe kemari?"

"Urusan pekerjaan. Memangnya apa lagi?"

Raka pun menyerahkan beberapa berkas yang dibawanya kehadapan bos sekaligus sahabatnya tersebut.

"Loe harus periksa ulang draff kontrak kerja sama kita dengan Java's Company," imbuhnya.

"Apa yang bisa kita harapkan dari perusahaan yang hampir bangkrut itu? Tidak usah banyak pertimbangan langsung akuisisi saja biar secepatnya bisa berada di genggaman Ramiro group!"

"Mereka menawarkan sesuatu yang menarik buat kita, khususnya elo! Sebenarnya gue nggak terlalu suka dengan cara mereka tapi itu semua terserah loe!"

Arga mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan Raka pertanda ia ingin penjelasan lebih.

"Mereka menawarkan anak gadisnya untuk kau gunakan bersenang-senang. Jika kau setuju mereka akan mengatur tempat dan waktunya!"

"Ternyata mereka masih menggunakan trik lama untuk menyelamatkan perusahaan yang sudah tidak ada masa depannya itu!"

"Bagaimana, apa loe terima tawaran mereka?"

"Kenapa tidak. Sejak kapan seorang Jaasir Arga Ramiro bisa menolak gadis cantik?!" jawabnya dengan senyum menyeringai.

"Baiklah gue akan secepatnya memberi kabar kepada mereka jika loe telah menyetujui penawaran itu!"

"Satu lagi!"

"Apa?!"

"Jangan sampai Opa mengetahui kesepakatan ini!"

"Apa loe pikir bisa semudah itu menyembunyikan sesuatu dari Tuan sepuh!"

"Terserah, itu urusan loe!" Ingin sekali Raka memaki sahabat sekaligus bosnya yang suka berbuat seenaknya itu.

Tok ... tok ... tok ...!


"Masuk!"

"Permisi Tuan muda, Tuan besar memanggil anda ke ruangannya," ucap salah satu OB yang ditugaskan untuk menyampaikan pesan.

"Baiklah aku akan segera ke sana. Kau boleh keluar!"

"Baik, permisi Tuan muda," pamit OB tersebut dengan sedikit membungkukkan badan.

"Mau apa lagi pria tua itu?!" decak Arga setelah si pengantar pesan meninggalkan ruangan.

"Jangan begitu, bagaimana pun juga Tuan besar masih Ayahmu. Kau harus tetap menghormatinya!"

"Terima kasih nasehatnya Tuan bijak!" cibir Arga.

"Bukan begitu, gue hanya meluruskan yang seharusnya. Kalian Ayah dan anak sampai kapan akan berseteru seperti ini? Ayolah, salah satu dari kalian harus ada yang mau mengalah."

"Tanyakan saja kepada pria tua itu. Jangan hanya terus nasehatin gue. Sudahlah gue pergi ke ruangan pria tua itu dulu. Loe selesaikan sisa pekerjaan kita tadi!"

Arga pun melenggang pergi meninggalkan Raka yang masih mematung di tempatnya.

"Kapan Ayah dan anak itu bisa akur?" desah Raka setelah sahabat sekaligus bosnya itu sudah tak terlihat lagi.8

0 Comments