Penjara Cinta Sang Taipan. Bab 11

 


Bab. 11

Pertolongan warga.


"Bening, kamu kenapa, Nak? Apa yang terjadi, kenapa kau keluar malam-malam begini?" tanya seseorang yang tadi ditabrak oleh gadis itu.

Mereka adalah warga yang kebetulan lewat untuk melakukan ronda keliling. Setelah hujan deras biasanya aliran air akan tersumbat. Jadi warga bergantian untuk memeriksanya.

Melihat kondisi Bening yang berantakan dengan baju robek di bagian atas dan luka lebam di pipinya. Membuat mereka yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada gadis itu.

"Tolong saya, Pak. Mereka ingin melecehkan saya. Saya takut!" isak Bening.

"Siapa mereka dan di mana mereka sekarang?!" tanya salah satu warga.

"Di-di rumah saya, hiks hiks." Bening tak kuasa melanjutkan ucapannya.


"Mari bapak-bapak kita periksa ke sana!" ajak salah satu warga kemudian diikuti oleh warga yang lainnya.

"Iya, ayo kita ke sana. Kejadian seperti ini tidak bisa dibiarkan!"

Lokasi rumah Bening dengan tempat ia bertemu bapak-bapak tadi tidak terlalu jauh. Sehingga mereka kini sudah sampai di depan rumah Bening. Tanpa mengetuk pintu para warga itu langsung menerobos masuk karena sudah sangat geram dengan perbuatan orang yang ada di dalam rumah itu.

"Ada apa ini, kenapa kalian datang ke rumah saya tanpa permisi. Tidak sopan!" Murka pak Edi melihat beberapa warga yang telah menerobos rumahnya.

"Maaf, kami semua datang ke sini untuk meminta pertanggung jawaban anda, karena sudah menganiaya dan mencoba melecehkan anak tiri anda sendiri, Bening!" ucap salah satu warga.

"Ya, kami tidak mau desa kami dikotori oleh orang-orang seperti kalian!" teriak warga yang lainnya.

"Itu fitnah, mana buktinya kalo saya sudah berbuat buruk kepada Bening?" elak Pak Edi.

"Dia yang merayu kami dan lihat lah apa yang telah dilakukan gadis itu kepada temanku." Pak Edi kembali berucap seraya menunjuk ke arah Pak Burhan, yang sedang duduk di sofa menahan sakit dikepalanya.

"Memang saya yang telah memukul pria itu, karena saya ingin melindungi diri saya yang akan diperkosa olehnya!" sela Bening masih terisak.

"Keadaan Bening saat ini sudah cukup untuk membuktikannya!" seru salah satu warga.

"Iya betul!"

"Ayo seret saja mereka ke kantor polisi!"

"Hajar saja dulu biar kapok, beraninya berbuat buruk di desa kita!" saut warga lainnya.

Beberapa warga kemudian memberikan bogem mentah kepada pria itu.


"Berhenti!" Suara Pak lurah menginterupsi agar warga yang sudah tersulut emosi menghentikan aksi mereka.

"Saudara sekalian jangan main hakim sendiri. Lebih baik kita bawa mereka ke kantor polisi!" seru Pak lurah mencoba menengahi.

Tiba-tiba saja...

"Ada apa ini? Kenapa kalian memukuli suami ku seperti ini?" Sandra yang baru saja pulang dari bekerja dibuat terkejut dengan banyaknya kerumunan orang di rumahnya. Apalagi setelah melihat kondisi suaminya yang sudah babak belur dihajar warga.

"Tanyakan saja sendiri kepada suami kurang ajarmu itu. Apa yang telah dilakukannya kepada putri kandungmu!" seloroh salah satu warga.

"Tapi kalian tidak bisa memperlakukan suamiku seperti ini!" sentak Sandra murka.

"Binatang seperti mereka pantas mendapat hukuman dari kami. Beruntung suamimu tidak kami bakar hidup-hidup!"

Perdebatan sengit antara Sandra dengan beberapa warga semakin memperkeruh suasana. Apalagi banyak warga yang kini berdatangan memenuhi rumah Bening hanya untuk melihat kegaduhan demi mengobati rasa penasaran mereka.

"Ayo bawa bajingan ini ke balai desa!"

"Iya benar, kalo perlu kita arak saja mereka keliling kampung."

"Dasar tidak punya otak berani-beraninya ingin melecehkan anak gadis orang!"

"Baiklah, mari kita bawa bapak-bapak ini ke balai desa kita selesaikan masalahnya di sana!" Pak Lurah berusaha menegahi dan meredam emosi warga.

"Tapi Pak Lurah-"

"Maaf Bu Sandra sebaiknya kita selesaikan masalah ini di balai desa!" ujar Pak Lurah.

Bening melirik sejenak ke arah Pak Edi dan temannya yang tengah diseret paksa oleh warga dengan wajah yang sudah tidak berbentuk lagi. Karena mereka berniat membawa kedua orang itu menuju balai desa.

Terselip sedikit rasa iba di hati Bening melihat kondisi Ayah tirinya yang telah menjadi bulan-bulanan warga. Namun itu sudah menjadi konsekuensi dari perbuatan mereka sendiri. Karena telah berbuat buruk kepada gadis lugu seperti Bening. Bahkan Bening masih trauma bila mengingat kejadian itu.

"Kamu sudah aman, Nduk. Tidak apa-apa jangan menangis lagi. Di sini sudah ada Ibu, kamu jangan takut lagi ya!" ucap Bu Mina menenangkan.

Saat ini gadis itu tengah menangis dalam pelukan tetangganya. Sementara sang Ibu yang seharusnya melindungi dirinya hanya menatap sinis gadis itu.

"Bening masih takut Bu, hiks hiks." Tangis Bening kembali pecah di pelukan Bu Mina. 

"Sudah Nak, tidak apa-apa ada Ibu di sini!"

"Iya Ning, kamu jangan takut lagi. Ada kami semua di sini," ujar Dewi ikut memberi dukungan.


"Kalian ini jangan main hakim sendiri. Kenapa memperlakukan suami ku seperti penjahat. Lepaskan suami ku sekarang juga!" teriak Sandra sarat dengan emosi.

"Bu Sandra seharusnya tanya kepada suami Ibu sendiri kenapa dia tega ingin melecehkan anak Ibu, si Bening?!" jawab salah satu warga.

"Bukan itu saja, dia juga membawa temannya untuk berbuat buruk kepada Bening!"

"Apa anda masih mau mengakui pria binatang itu sebagai suami?!"

"Apa anda lebih memilih suami baru anda, daripada anak kandung anda sendiri?!"

"Kami tidak sudi desa kami dikotori manusia binatang seperti mereka!"

Beberapa lontaran kata-kata pedas dan cacian diberikan untuk Sandra yang masih berusaha membela suaminya itu.

"Apa kalian punya bukti?!" tanya Sandra masih tak mau kalah.

"Buktinya adalah putrimu sendiri. Apa kau tidak melihat kondisi putrimu yang sangat mengenaskan saat ini. Lihatlah beberapa memar di wajahnya!" geram Bu Mina angkat bicara. 

Bu Mina tidak habis pikir di mana hati nurani Sandra saat melihat putri kandungnya mendapat pelecehan seperti ini. Apalagi orang yang berbuat itu adalah suami barunya sendiri.

"Katakan Mas! Bahwa semua yang mereka katakan tidak benar?" tanya Sandra meminta penjelasan kepada suaminya itu.

"Nggak itu fitnah, aku nggak mungkin melecehkan Bening, dia sendiri yang datang untuk menggodaku dan temanku!" Pak Edi berusaha mengelak perbuatannya. Walaupun bukti sudah terpampang nyata.

Buk ... buk ... buk!

Pukulan bertubi-tubi kembali dilayangkan oleh salah satu warga yang merasa geram. Karena Pak Edi selalu menyangkal perbuatannya dan malah menyalahkan Bening.

"Cukup Pak jangan main hakim sendiri. Kita bicarakan ini baik-baik!" Pak lurah kembali menginterupsi.

"Tapi bajingan ini sudah sangat keterlaluan Pak lurah. Masih saja berkelit, dan beraninya dia menyalahkan Bening atas kesalahan yang telah diperbuatnya!"

"Bening! Apa benar yang dikatakan suamiku tadi, kalau kau yang lebih dulu menggodanya?!" Sandra mengalihkan pandangannya ke arah Bening, dengan sorot mata tajam karena menahan amarah.

"Itu tidak benar, Bu. Demi Tuhan tadi Ayah dan temannya berusaha ingin ... hiks ... hiks!" Bening tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya.

"Sudah jangan lama-lama kita seret saja dua bajingan ini ke kantor polisi!" seru seorang warga yang tadi ikut menolong Bening.

"Benar bawa saja ke kantor polisi biar membusuk di dalam penjara!"

"Tenang Bapak dan Ibu sekalian. Saya sudah menghubungi pihak polsek, dan sebentar lagi anggota mereka akan tiba. Karena sekarang mereka dalam perjalanan kemari!" jelas Pak lurah guna sedikit mengurangi kegaduhan di balai desa malam ini.

Tak lama berselang tampak mobil polisi datang mendekat dan berhenti di halaman balai desa. Keluar lah dua orang pria dengan memakai seragam polisi yang langsung disambut oleh Pak lurah.

Setelah melakukan pembicaraan sebentar dengan beberapa perangkat desa. Kedua polisi tadi membawa Pak Edi dan temannya masuk ke dalam mobil tahanan dengan tangan diborgol.

"Saudara Bening silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian," ucap salah seorang polisi yang ber-name tag Afandi.

"Baik Pak."

"Saya sendiri yang akan mengantar Bening ke kantor polisi. Terima kasih Pak!" ucap Pak lurah seraya menjabat tangan kedua polisi itu secara bergantian.

"Terima kasih atas kerjasamanya, kami permisi," pamit Bapak polisi sebelum masuk ke dalam mobilnya. Kemudian mobil polisi itu pun pergi dan menghilang dari pandangan.

Sesuai dengan perkataan Pak lurah tadi Bening akan berangkat ke kantor polisi. Dengan diantar olehnya dan beberapa warga yang lain.

"Bapak dan Ibu sekalian silahkan kembali ke rumah masing-masing. Biar masalah ini pihak berwajib yang menyelesaikannya. Karena saya dan Bening harus segera pergi ke kantor polisi!" Instruksi Pak lurah untuk membubarkan kerumunan warga.


1 Comments