Suamiku Perkasa. Bab 28

 

Author: Blacksugar

©Morfeus Publisher


"Siapa diantara kalian yang memberitahu wanita gila itu dimana aku berada?! Cepat jawab!" 

Seluruh karyawan club dikumpulkan Roy. Ia harus menemukan siapa yang sudah memberitahu keberadaannya di club malam tadi. 

"Katakan! Steve! Apa itu kau?!" Roy membentak Steve namun tak ada jawaban. Steve hanya menggeleng. 

"Apa kau?! Atau kau?!" Seru Roy. Amarahnya sudah di ubun-ubun. 

"Jika tidak ada yang mengaku, aku tidak akan segan-segan memecat kalian semua." 

Semua sunyi. Tak ada yang berani bersuara. "Benar semuanya mau dipecat?" 

"Maaf, Boss. Di-dia yang memberitahu wanita itu." Seorang pelayan wanita menunjuk si bartender yang tadi malam mengantar Roy ke private room. 

Bartender itu terlihat gemetar. "Ampun, Boss! Maafkan saya." 

"Hmm, jadi kau pelakunya! Kau tak tahu diri."

"Ampun, Boss. Wanita itu memaksa saya dan memberikan segepok uang tunai. Karena saya butuh uang itu, jadi saya menerimanya dengan sangat terpaksa." Bartender itu berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya. 

Plakkk!!

"Aku yang menjadi atasanmu. Bukan j*lang itu! Jika kau butuh uang, kau bisa memintanya padaku. Aku tak peduli berapa pun itu. Yang penting perintah dariku tetap kalian patuhi." Dengan sangat tegas Roy menegurnya. 

Memang benar, Roy termasuk Boss yang royal dengan karyawannya. Sedingin  apapun ia, tetap saja ia memiliki sisi baik yang tidak semua orang bisa lihat. 

"Sekarang kau mau apa?! Mengajukan surat resign, atau kupecat dan blacklist namamu diseluruh perusahaan? Pilihlah!" 

Bartender itu berlutut di hadapan Roy. "Saya mohon, Boss. Jangan pecat saya. Saya membutuhkan pekerjaan ini untuk menghidupi keluarga saya. Ampuni saya!" 

"Pilihlah! Resign atau aku yang memecatmu dengan tidak hormat?!" Roy sangat tegas dengan perannya. 

Karyawan-karyawan lain sangat kasihan melihat teman mereka yang akan dipecat. Sementara si bartender terus saja mengemis agar tak dipecat oleh Roy. 

"Roy.. Roy... Masalah sepele seperti ini, kurasa kau tak perlu membesar-besarkannya. Apalagi sampai memecatnya. Kasihan dia." 


Roy berbalik dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. "Ge-Gera? Kau disini?" 

Tanpa menunggu sedetik pun, Roy berlari dan memeluk erat Gera. "Kau kemana saja? Aku mencarimu. Aku membutuhkanmu, Gera." 

"Jika kau memecat karyawanmu hanya karena masalah sepele, aku datang kesini untuk pamit padamu, Roy." Ujar Gera berusaha menggertak Roy. 

"Bukankah kau mendengar alasannya? Dia membutuhkan uang, Roy. Mungkin saja anggota keluarganya ada yang membutuhkan uang. Beban hidupnya tidak semudah dirimu, sayang. Uangnya tidak sebanyak uangmu. Mengertilah." Sebenarnya Gera malas membujuk seperti ini apalagi sampai mengeluarkan kata-kata sayang. Jika bukan karena masalah kemanusiaan. 

"Ge, ulahnya membuatku terganggu. Aku bisa memberikannya berapapun jika saja ia meminta langsung padaku dan mengatakan masalahnya." 

"Roy, semua karyawan akan sungkan terhadap Bossnya. Kau tahu itu!"

"Baiklah, aku tidak akan memecatnya. Tapi bolehkah aku meminta syarat darimu untuk itu semua?" Tawar Roy. 

Gera nampak berpikir, "baiklah. Tapi aku juga akan membuat satu permintaan yang harus kau turuti." 

"Deal." Roy menjabat tangan Gera dengan senyuman yang sangat menawan. Jika tidak dikontrol, Gera juga akan terbawa oleh senyum itu. 

"Haloo, kalian semua boleh bubar. Dan tidak ada yang dipecat." Ujar Gera pada seluruh karyawan Roy.

Seluruh pasang mata menatap kagum pada Gera. Mereka sangat berterima kasih karena Gera sudah membuat Boss dingin mereka jadi luluh dan tak jadi memecat siapapun diantara mereka. 


***

"Roy.. Lepaskan!" Dengan sangat erat Roy memeluk Gera. Tak berniat melepaskannya sedetik pun itu. 

"Diamlah. Jangan banyak protes. Kau milikku!" Gera memutar bola matanya malas.

"Iya, Roy. Aku milikmu. Bukan orang lain. Jika kau melepasku, aku akan lebih nyaman. Kalau terus seperti ini, kau bisa membunuhku." Refleks Roy langsung melepas pelukannya. Takut sesuatu terjadi pada Geranya. 

"Hhuhhhffhh.. Begini kan enak. Bisa napas sepuasnya." Ujar Gera girang. 

Roy terus saja melihat Gera. Terpaku. Mencoba menyelami wajah wanita yang selama ini sudah membuatnya gila. Wajahnya yang damai mengundang senyuman Roy yang sudah sangat lama tersembunyi. 

"Wajahmu berseri jika kau tersenyum, Roy. Dan aku suka melihat itu." 

"Ti-tidak. Aku tidak senyum. Kau salah lihat. Matamu butuh istirahat mungkin." Ujar Roy mengelak. 

Gera hanya menyipitkan matanya menatap Roy dengan seringaian muncul di wajah cantiknya. 

"Lupakanlah senyuman yang kau maksud. Sekarang mari bicarakan syarat apa saja yang bisa disepakati?" 

Dengan sangat matang Gera sudah memikirkan semuanya walaupun dalam waktu yang sangat singkat. 

"Kau duluan saja. Syarat darimu apa?" Suruh Gera. Ia ingin mendengar syarat apa yang akan Roy ajukan. 

"Baiklah. Syarat pertama, kau kembali bekerja bersamaku, Ge. Ingatlah denda yang akan kau ganti jika kau harus berhenti." 

"Yang kedua, kau milikku! Jadi apapun yang akan kau lakukan, beritahu aku terlebih dahulu. Itu wajib." 

"Lalu syarat darimu apa?" Tanya Roy. 

"Sangat mudah. Kau bahkan tak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk itu." 

Roy terlihat tidak sabar. Ekspresinya sangat lucu. "Ayo cepatlah beritahu aku!"

"Berjanjilah kau akan menepatinya?!" Roy mengangguk menyetujui perkataan Gera. 

"Baiklah. Syarat dariku hanya satu. Biarkan aku bekerja layaknya karyawan. Aku tak mau duduk hingga bosan di ruanganmu ini. Aku ingin bekerja, entah menjadi notulis atau hanya sekedar bersih-bersih." 

"Sayang, percaya atau tidak, sebelum kau pergi aku sempat memikirkan semua ini. Aku akan mengajarimu agar aku bisa lebih santai dan tidak kalap dengan pekerjaanku." Tutur Roy menceritakan Gera. 

Gera hanya mengangguk mendengar cerita Roy. " Jadi kau sempat memikirkan agar aku menjadi asisten sesungguhnya? Yang sangat sibuk dengan urusan bossnya? Yeeayay!!" Girang sekali Gera saat mendengar apa yang Roy katakan.

"Benar. Kau suka?" Dengan sangat antusias Gera mengangguk senang. "Sangat suka." 

"Tapi aku tak mau kau lelah, Ge. Itulah alasannya aku melarangmu melakukan kegiatan. Itu alasan kenapa kau hanya kusuruh duduk hingga pantatmu terasa kebas." Tambah Roy lagi. 


***Bersambung


Bab 24: Suamiku Perkasa. Bab 24

Bab 25: Suamiku Perkasa. Bab 25

Bab 26: Suamiku Perkasa. Bab 26

Bab 27: Suamiku Perkasa. Bab 27

Bab 28: Suamiku Perkasa. Bab 28

Bab 29: Suamiku Perkasa. Bab 29

Bab 30: Suamiku Perkasa. Bab 30

Bab 31: Suamiku Perkasa. Bab 31

0 Comments