Suamiku Perkasa. Bab 31


Author: Blacksugar

©Morfeus Publisher



 "Dinda, segera masuk ke ruangan saya!" Roy memanggilnya melalui telepon kantor. 

Sementara Dinda, ia tahu apa yang akan terjadi. Bagaimana konsekuensinya? Sebelumnya dia dihukum dengan cara yang terbilang enak bagi dirinya. Walaupun ia digilir oleh beberapa anak buah Roy. 

"Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Ujarnya sopan ketika berada dalam ruangan. 

Bukannya Roy menjawab, ia menatap nyalang. Matanya menusuk berusaha masuk ke dalam mata Dinda. Mata itu berubah hitam legam karena amarah. 

"Roy, ini tak perlu." Cicit Gera. 


"Kau tak perlu takut, Ge. Biarkan Roy yang mengurus wanita kurang ajar itu." Timpal Clay sembari memegang pundak Gera yang bergetar karena terisak. 

"Sayang, kau tak perlu takut. Aku disini. Wanita rendahan seperti dia yang berusaha menyiksamu?!" Gera bukannya takut pada Dinda. Hanya saja ia benci kegaduhan dan menentang untuk membuat gaduh. 

Roy melihat sekujur tubuh Dinda dari atas hingga bawah. "Cepat katakan apa alasanmu melukai Gera? Kuberi waktu 1 menit dari sekarang!" Ujar Roy datar. 

"Tidak ada. Hanya kesal melihatnya." Jawab Dinda simpel. 

"Kau kira aku percaya begitu saja? Jujurlah jika kau ingin hukumanmu diringankan." Roy masih menekan Dinda agar mau jujur. 

"Maaf, Pak. Tidak ada alasan lain selain saya benci melihat wajahnya." 

Gigi Roy terdengar bergemeletuk. "Ah, benarkah? Lalu apa alasanmu membencinya? Dia cantik, manis, humble, dan tentu saja baik." Dinda memutar bola matanya malas mendengar Gera dipuji oleh lelaki idamannya itu. 

"Kutebak alasanmu melukai Gera. Kau iri padanya karena aku, bukan? Jangan berhalusinasi! Aku tak akan menyukai wanita murahan sepertimu! Aku suka Gera karena dia memang diciptakan untukku. Terlebih ia masih suci!" 

"Kau kira aku tidak tahu, saat aku menyuruh Steve membawamu pergi, kau dengan senang hati digilir tiga pria itu hingga puluhan kali. Menjijikkan! Sangat menjijikkan!" 

Memang karena urat malunya sudah putus, jadi Dinda hanya diam saja tanpa rasa malu atau pun hanya sekedar tampang malu. 

"Maaf, Pak. Itu nikmat. Jadi saya harus menikmatinya." Timpal Dinda mulai melawan. 

"Memang benar. Wanita murahan sepertimu memang membutuhkan banyak batang sekaligus. Satu kau tak akan cukup!" Sembur Gera tepat di depan Dinda. 

Gera masih saja terisak. Kini ia bersandar di pundak ramping Clay. Luis yang melihatnya merasa miris. Wajahnya yang penuh lebam dan memar pasti terasa sangat pedih. 

"Roy, apa aku boleh mengobati Gera? Kasihan dia. Memar-memar itu pasti terasa sangat menyakitkan." Clay berusaha meminta izin pada Roy. Bagaimana pun juga ia memikirkan Gera. 

Plakkkkk!!

Seketika wajah Dinda seakan melayang karena tamparan keras dari Roy. Ia meringis kesakitan. Air matanya sudah mengalir tak bisa ditahan. Clay yang melihat itu merasa tak diizinkan oleh Roy. Ia mengurungkan niatnya untuk mengobati Gera. 


"Kau juga pernah menaruh obat perangsang di minumanku. Apa kau lupa? Gera yang meminumnya dan aku bersyukur ia hadir tepat pada waktunya." Isak tangis Dinda terdengar mengamganggu bagi Roy. 

"Berbicaral normal padaku. Tanpa embel-embel 'Pak'. Akan kumaklumi untuk saat ini. Keluarkan amarahmu. Aku ingin mendengar semuanya." Suruh Roy. 

Dinda menatap dalam Roy. Membuat Luis dan yang lain yang melihatnya tertegun. Ia sangat berani. Seolah matanya menantang Gera. 

"Kau ingin tahu alasanku melakukan itu semua? Karena aku sudah sangat lama menginginkanmu, Roy. Tapi matamu hanya tertuju pada wanita murahan itu!" Dinda menjerit menunjuk ke arah Gera. 

Plaaakkkk!! 


"Jangan berani menunjuk apalagi menyebut wanitaku sebagai wanita murahan." Geram Roy dingin. Ia tak segan-segan menampar keras Dinda. Lagi. 

Kini wanita itu semakin terisak. Sementara Gera yang mendengarnya juga semakin pusing. Itu alasan kenapa ia sangat membenci kegaduhan. Sama saja mengundang penyakit. 

Plaaakkk!!!

Lagi dan lagi Roy menampar keras pipi Gera hingga memerah padam. 

"Roy! Kumohon hentikan!" Teriak Gera. Ia sudah muak melihat tingkah kasar Roy terutama pada seorang wanita. 

"Ge, ini belum ada apa-apanya. Tidak sebanding dengan luka yang sudah ia toreh di wajahmu. Aku benci melihat itu." Jawab Roy. Ia sangat geram. Jika saja membunuh itu legal, mungkin sudah ia cincang wanita gila di depannya ini. 

"Tapi dia wanita. Kau laki-laki. Itu juga tidak sebanding! Luka di wajahku bisa sembuh dengan cepat, Roy! Kau tak perlu menyiksanya seperti itu!" Jerit Gera. Ia benar-benar jengah di ruangan itu. 

Bukannya mendengar Gera, Roy terus saja memaki Dinda. "Kau dengar itu? Dia sudah kau siksa tetapi dia sama sekali tak mengizinkan aku untuk menyiksamu. Kurang baik apa? Kau buta, Dinda?"

"Di otakmu hanya ada cara bagaimana cara menggodaku! Berpikir jernihlah! Jangan gunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang kamu mau hingga mau membunuh seseorang yang tak bersalah." 

"Roy, dia selalu mengambil kesempatan dariku! Sekali saja, aku sangat menginginkanmu!" Dinda mengemis pada Roy. 

"Kau tak tahu malu! Sialan! Setan kamu, Dinda!" Maki Roy membabi buta. 


Gera memberontak dari pelukan Clay. Ia berlari kencang menuju pintu. 

Braaaakkkk..!!

"Gera! Kamu mau kemana? Diam disini!" Luis menggenggam lengan Gera mencegahnya pergi. 

Mata Gera sudah sangat sembab sekarang. Ia menatap lemah pada Luis. "Luis, aku tidak bisa melihat kegaduhan. Itu membuatku sakit. Kau mengerti?"

"Iya. Tapi kau mau kemana? Katakan padaku! Atau aku bisa menemanimu." Tawar Luis. 

Namun Gera hanya menggeleng lemah. "Jangan, Luis. Aku ingin sendiri. Diamlah disini. Mungkin saja Roy membutuhkanmu. Kali ini saja, Luis." 

"Aku mohon..." Gera berlari begitu genggaman Luis melemah di lengannya. 

Melihat Luis yang masuk tanpa Gera mengekor membuat Roy semakin marah. "Dimana Gera?" 

"Maaf, Boss. Ia tak bisa mrlihat kegaduhan seperti ini. Itu membuatnya sakit." 

"Astaga! Gera, lalu kenapa kau diam saja disitu? Ikuti!" 

"Maaf, Boss. Nona Gera meminta untuk tidak diikuti."

"Dan kau menurut saja? Astaga! Lagi-lagi ia menghilang." Gumam Roy sambil memijat pelipisnya. Kepalanya benar-benar pening karena masalah tak kunjung selesai. 

"Heh, Roy! Kau yang membuatnya pergi. Luis tak salah karena sudah sigap dengan tugasnya. Gera sudah berusaha menghentikanmu. Tetapi kau tak mau dengar dan terus saja menyiksa wanita gila ini. Heran!" Omel Clay tanpa takut pada Roy. 

"Kau bisa diam tidak, Clay?! Aku sedang pusing!" Geram Roy kasar. 


"Baiklah! Aku akan diam dan pergi. Urus saja wanita itu dan biarkan Gera pergi sendirian." Sindir Clay sambil berlalu meningggalkan mereka di ruangan itu. 

 Roy mematap tajam Dinda. "Pergi kau! Aku belum selesai berbicara denganmu. Akan kulanjutkan nanti." Ujar Roy. 

Dinda menurut saja disuruh oleh Roy. Sedangkan Roy kini sudah sangat pusing. Kepalanya pening sekali. 

"Luis, cari Gera sampai dapat. Dan bujuklah dia. Aku sangat pusing sekarang." Roy memilih istirahat di ruang pribadinya sedangkan Luis sendiri mencari Gera. 

***

Luis sangat khawatir kemana ia harus mencari Gera. Di rumahnya tak ada, lalu kemana ia harus mencarinya? Di telpon juga ia tak mau angkat. 


"Aku harus cari sendiri. Kalau telpon Boss bisa-bisa dia marah padaku. Emosinya kan sedang turun naik sekarang. Ge! Ayo angkat!" 

Sudah puluhan kali Luis mencoba menelponnya namun masih tak ada jawaban. Hingga akhirnya Gera mau mengangkat telpon Luis.

"Kau ada dimana?" 

"Baiklah. Tunggu disana dan jangan kemana pun." Luis segera bergegas mencari Gera. 

Ternyata Gera ada di pantai. Dimana tempat Roy pertama kali melihatnya dulu dan langsung terpikat. 

"Kau suka sekali membuatku repot!" Ujar Luis menggoda Gera. 

"Tak ada yang menyuruhmu mencariku!" 

"Ada! Roy yang menyuruhku." Timpal Luis tak mau kalah. 

"Tapi bukan aku. Jadi jangan beranggapan aku dan selalu aku yang membuatmu repot." Ujar Gera judes. 

Luis terdiam membiarkam Gera menenangkan dirinya. Dirinya pun melepas semua beban disini dan saat ini. Menghela napas berat. Menghempas semua beban lewat napas. 

"Ge, apa kau mau tahu sesuatu?" Gera menatap Luis termangu. 

"Apa kau mau tahu bagaimana ceritanya Boss bisa menyukaimu?" Gera mengangguk lemas tapi sebenarnya antusias. 

"Pertama kali dia melihatmu, dia langsung jatuh hati. Disini. Di tempat ini. Di tempat yang kau duduki, Boss melihatmu sedang menangis meraung-raung kala itu. Memakai kebaya dan riasanmu yang sudah hancur."

"Ia jatuh hati pada wajah polosmu yang dibingkai make up luntur itu. Aku ingat bagaimana dia menatapmu. Dalam sekali. Dari sana aku melihat dan yakin kalau dia benar-benar serius padamu. Sebelumnya ia sama sekali tidak terpikirkan tentang wanita." Tutur Luis menceritakan Gera. 

Gera terlihat semakin menyimak. "Lalu bagaimana ceritanya segala rentetan kisah yang secara kebetulan ada antara aku dan Roy? Ayo ceritakan!" Desak Gera. 

Luis jadi terkekeh. "No, Gera. Aku tidak mau. Biarkan Roy yang bercerita besok. Akan ada saatnya. Kamu harus sabar." 

"Luis, aku tidak yakin dengan apa yang kamu katakan." 

"Tak apa. Itu terserah kamu saja. Aku hanya menyampaikan pemikiranku saja." 

Luis berhasil membujuk Gera untuk pulang. Di rumah, Roy sudah menunggu. Karena Gera tertidur di mobil, jadi Luis memanggil Roy untuk membopongnya. Luis mana berani asal menyentuh Gera. 

"Bukakan pintu kamarnya!" Suruh Roy. 

Tatapan bersalah santer terlihat di wajah Roy saat melihat damainya Gera tertidur. "Maafkan aku, Ge." Gumamnya.

"Luis, kau bisa pulang. Aku akan menginap disini saja." 

Ia selimuti Gera, menjadikan lengannya menjadi bantal dan membawa Gera ke dalam pelukannya. Roy merasa sangat bahagia seperti ini. 

"Eeuunnggghhh..." Gera menggeliat. Namun suaranya membangunkan sesuatu yang tadinya tertidur pulas di area bawah Roy. 

"Ge, kau membuat juniorku terbangun. Sekarang ia kelaparan setelah berhibernasi. Kau harus tanggung jawab!" Ujar Roy di telinga Gera. 

"eeuuhhh.. Roy, tidurlah. Ini sudah malam. Lakukan besok saja." Gumam Gera. 


"Tidak bisa, Ge. Aku sudah tak tahan." 

"Baiklah. Jika kau mau, kau bisa melakukannya sendiri. Aku sangat lemas."

Roy tersenyum setelah mendapat izin dari Gera. Tak menunggu lama ia langsung melucuti pakaian Gera kasar. Bahkan pakaian dalam Gera berhasil ia sobek dalam sekali hentakan. 

"Eeunhg,, Roy! Geli sekali.." Geliat tubuh Gera membuatnya tak sengaja membusungkan dada berisinya. 

"Shit! Jika saja tidak ada rapat penting besok, sudah ku gempur kau sampai pagi." Ujar Roy di tengah umpatan kenikmatannya. 

"Ahhh Roy! Yesss... Milikmu terasa sangat memenuhi rongga tubuhku. Ouhh!!" Erang Gera. 

Dua kali bermain memaksa Roy untuk menghentikannya. Karena besok ia harus bangun pagi untuk rapat penting. 


"Besok kau rapat dengan siapa?" 

"Seorang Boss besar." Jawab Roy simpel. Gera berusaha memikirkan, siapakah Boss besar yang Roy maksud?"


Bab 24: Suamiku Perkasa. Bab 24

Bab 25: Suamiku Perkasa. Bab 25

Bab 26: Suamiku Perkasa. Bab 26

Bab 27: Suamiku Perkasa. Bab 27

Bab 28: Suamiku Perkasa. Bab 28

Bab 29: Suamiku Perkasa. Bab 29

Bab 30: Suamiku Perkasa. Bab 30

Bab 31: Suamiku Perkasa. Bab 31

Bab 32: Suamiku Perkasa. Bab 32


0 Comments