Suamiku Perkasa. Bab 32

 


Author: Blacksugar


Pagi ini Roy sangat sibuk karena akan ada rapat besar di kantornya. Gera pun ikut sibuk membantu. Roy sudah memecat Dinda kemarin. Ia tak mau membuat Gera semakin tertekan kalau saja ia jadi menghukum Dinda. 

"Maaf membuatmu repot, Ge. Dinda sudah kupecat kemarin. Aku tidak mau dia melukaimu lagi." Gera terenyuh mendengar apa yang Roy katakan. 

"Kasihan dia, Roy. Kenapa harus kau pecat?" Sebenarnya Gera juga kesal dengan wanita itu. Entah karena apa. Tetapi masih ada rasa empati dalam diri Gera. Ia tidak sejahat itu untuk bahagia melihat orang lain kesusahan. 

Roy menyilangkan lengannya ke depan. "Aku tidak hanya memecatnya. Tapi aku juga memblacklist nama dia di beberapa perusahaan besar di kota ini. Dia sudah berani menentangku, jadi sekarang nikmatilah akibatnya." Ujar Roy dingin. 

"Kau sangat tega, Roy." 

Roy tak mengindahkan kata-kata Gera. Ia fokus melakukan persiapan untuk rapat nanti siang. 

Sampai akhirnya rapat selesai, mereka merayakan kesepakatan besar yang sudah dilakukan antar perusahaan. 

"Ge, kenalkan ini Pak Devan. Direktur utama perusahaan yang bekerja sama dengan kantor kita."

"Dan Pak Devan, ini Gera. Asisten pribadi saya." 

"Hai, Gera. Panggil Devan saja. Jangan terlalu formal. Itu membuatku canggung." Roy dan Gera terkekeh. Mereka berpikir kalau Devan sangatlah friendly dan cepat sekali membaur bersama mereka. 

"Dan Roy, asistenmu sangat cantik." Puji Devan. Raut wajah Roy seketika berubah. 

"Heem, Dev, kau tak boleh memujinya seperti itu. Dia milikku." Ujar Roy terus terang.

Tentu saja pipi Gera sudah semerah tomat sekarang. Bukan hanya Devan, beberapa kolega bisnis yang lain juga ikut melirik. 

"Oouh, maafkan aku. Aku tidak tahu itu." 

"Roy! Kau membuatku malu!" Gera mencubit pinggang Roy samar. 

'Pria ini benar-benar tak bisa menyaring pembicaraan!' Batin Gera.

Ia sangat kesal pada Roy. Akibat ulahnya, hampir seluruh tamu yang ada di ruangan terus saja memperhatikannya. Mau makan saja tidak enak. Semua mata tertuju padanya. 

"Ge, kau kenapa?" Gera menepis tangan Roy yang berusaha memegang pipinya. 

Sepanjang perjalanan kembali ke ruangan Roy, Gera hanya diam dan melangkah terus. Ia sangat kesal pada Roy. 

"Ge jelaskan! Apa salahku?!" Seru Roy geram.

Gera berbalik dan berkacak pinggang. "Roy kau membuatku malu! Semua kolegamu memperhatikanku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Itu membuatku risih!" 

"Kau sempurna, sayang. Kau cantik, pintar, humble, segalanya. Lalu untuk apa kau malu?" 

"Jelas aku malu, Roy! Makan saja tak enak karena semua melihat. Aku lapar!" Roy tertawa mendengar perkataan Gera. Bodohnya dia tak peka. 

Roy menghampiri Gera dan merangkul pinggang mungil itu. "Rupanya kau lapar. Biar kupesankan makanan." 

Gera tak merespon. Roy semakin gemas akan tingkah kekanak-kanakan Gera. 

Cuuuppp....!!

Mata Gera melotot saat Roy tiba-tiba mencium bibirnya. 

Kini Roy sudah melumat habis bibir seksi milik Gera. Begitu lembut hingga membuat Gera terbawa dan membalasnya. 

"Eeuunnghhh.. Roy..." Ciuman panas mereka semakin menuntut.

"Kau sangat tegang, Roy!" Gera sudah berani meraba milik Roy. 

Roy menyeringai nakal. "Wow, gadis polosku ternyata sudah mulai berani. Belajar darimana, hmm?" 

Ucapan Roy membuat Gera tersipu malu. Bagaimana tidak? Dirinya yang sebelumnya hanya diam saja tanpa melayani, kini ia sudah berani memegangnya. 


***

"Istirahat, Roy.  Aku merasa sangat lelah. Kau membuatku mengerang sejak berjam-jam lalu. Sekarang izinkan aku untuk rehat dan meluruskan tubuhku. Semua terasa sangat pegal." Roy hanya terkekeh mendengar ocehan Gera.  

"Jangan meracau!  Aku masih ingin lagi." Ujar Roy.  Ia berniat mengusili Gera.  

Gera yang mendengar itu menatapnya tajam. "Lakukan saja!" Terus terang Roy terkejut mendengar jawaban Gera.  

"Tapi tidak denganku. Kau bis melakukannya dengan orang lain." Tambah Gera. Tatapan Roy kembali melotot mendengar itu.  

"Aduh... Aku tidak mau kau cemburu!" Pungkas Roy. 

"Tidak akan!" Timpal Gera cepat.  

Roy menyeringai melihat respon kilat dari Gera. "Apa kau yakin?  Lalu siapa yang pergi menghilang berminggu-minggu hanya karena melihatku dengan seorang wanita?"

Mendengar itu Gera langsung menatap Roy dalam.  "Roy,  percayalah!  Itu bukan alasanku.  Tanyakan saja pada Luis.  Ouh tidak..  Tidak.. Kau tak boleh bertanya padanya. Ia sama saja sepertimu." 

"Bilang cemburu saja susah. Wanita aneh!" 

"Kau lebih aneh,  Tuan!" Elak Gera tak mau kalah.  

Roy ingat niatnya untuk mengajak Gera tinggal bersama. Mungkin ini saatnya untuk mengutarakan hal tersebut.  

"Ge, aku ingin bicara serius padamu." 

"Kau selalu berbicara serius, Roy!" 

Ia menggenggam tangan Gera lembut. "Kali ini sangat serius. Kau siap?" Gera mengangguk. 

Roy mengambil napas dan menghembuskannya pelan. Jujur saja ia gugup untuk mengutarakan niatnya. Tapi ia harus melakukannya juga. 

"Ge, selama mengenalmu aku merasa sangat nyaman. Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" Tatapan Roy dalam menusuk Gera. 

"Roy, ada apa?  Selama ini jika kau menginginkam sesuatu, kau tak pernah memintanya. Kau selalu melakukannya tanpa izin." 

"Ge,  serius. Kali ini tidak seperti itu."

"Baiklah. Ayo katakan!" Suruh Gera sembari mengelus tangan kekar Roy. 

Roy terlihat bimbang. Seolah ia ragu mengatakannya tetapi ini harus ia katakan. "G-Ge.. Aku ingin kamu tinggal bersamaku. Bisakah itu terjadi?" 

Mendengar itu, Gera langsung menatap Roy. "Bagaimana kau bisa berpikir begitu, Roy?"

"Kau membuatku senang. Aku bahagia bersamamu. Dan setiap kali bersamamu aku merasa nyaman. Salahkah bila aku menginginkan itu?" Tanya Roy. Gera tersenyum hangat menanggapi kata-kata Roy. 

"Roy, kukira hal itu terjadi kalau kita sudah menikah. Untuk sekarang, bagiku itu kurang perlu." 

"Bolehkah aku menolaknya? Aku janji akan mempertimbangkan itu semua nanti." Gera berusaha membujuk Roy untuk membuatnya tak sakit hati.  

Meskipun ingin menolak penolakan Gera, Roy tak bisa melakukannya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak egois lagi. Terlebih pada Gera. Ia tak mau merasakan kehilangan lagi. Itu sangat menyakitkan untuk Roy. 

"Baiklah. Tak apa." Jawab Roy. Tetapi Gera tahu,  ia menyembunyikan kekecewaannya.  


"Roy, ma-maafkan aku.." Roy mengangguk tersenyum. 

Karena sudah malam, Roy memeluk Gera dari belakang. Mengajak wanitanya beristirahat. Baik Roy maupun Gera juga sangat kelelahan.

***

"Hai, Ge..  Sepertinya aku akan memberitahumu. Aku tak yakin bisa memendamnya sendiri." Ujar Clay saat melihat Gera melintas depan ruangannya. 

Gera melihat Clay kebingungan. "Tentang apa Clay?  Sepagi ini kau sudah membuatku penasaran saja. Dasar!" 

"Aku tidak bisa membicarakannya disini. Nanti saja saat makan siang. Kau harus makan di luar bersamaku." 

"Baiklah." Gera tak mau menolak. Karena jika ia menolak pun Clay akan lebih menolak penolakan darinya.  

Karena sudah jam untuk bekerja, Gera beranjak ke ruangan. Ia tidak hanya menyandang status sebagai asisten pribadi Roy, kini ia juga menjadi sekretaris Roy di kantor. Beruntung ia bisa mengimbangi tugas barunya dengan sangat baik. 

"Roy, kau ingin minum kopi?" Tanya Gera saat melihat Roy terlalu asik dengan komputernya.  

Roy menggeleng. "No! Kafein kurang baik. Kalau boleh aku minta jus saja." 

"Baiklah. Akan kusiapkan sekarang." Gera beranjak ke dapur kantor.  

Entah kenapa dan dorongan darimana, Gera tak tahu. Tiba-tiba saja ia ingin melayani Roy sepenuhnya. Perasaan aneh yang kerap ia rasakan belakangan ini.  

"Ini jus wortel untukmu. Aku yakin kau sudah tahu, wortel sangat cocok untuk kau yang suka melotot di depan komputer." 

"Terima kasih, babe." 

"Hmm Roy, siang nanti aku akan makan diluar bersama Clay." Gera berusaha izin pada Roy. 

"Tak boleh." Astaga! Roy menolaknya mentah-mentah. 

Mendengar penolakan, Gera berbalik dan memohon pada Roy. "Ayolah. Kali ini saja. Aku ingin bersama temanku juga, Roy."

"Lalu aku akan makan siang dengan siapa?" Tanya Roy tanpa melihat ke arah Gera. 

"Bukankah siang ini kau ada jadwal makan siang dengan Pak Devan. Jangan lupakan agenda penting itu, Boss!" Ujar Gera mengingatkan.

"Astaga! Hampir saja aku melewatkannya." Gumam Roy. 

"Baiklah. Kau boleh pergi dengan Clay." 

"Yes!  Thanks, Sir!" Ujar Gera menunduk hormat. 

"Kenapa kau sangat girang? Kau yakin pergi dengan Clay?"

"Astaga, Roy! Bagaimana bisa ku membohongimu? Kau benar-benar!"

"But wait! Jangan senang dulu. Kau hanya boleh pergi jika menuruti syarat dariku." Ujar Roy sebelum Gera keluar. 

"Apa syaratnya,  Boss?" Tanya Gera semangat. 

Roy menatap tajam Gera dan menyeringai. "Berikan aku memasukimu sekarang. Dua kali saja." 

"Terlalu lama, Roy. Itu menyita waktu. Kau kan mainnya lama." Keluh Gera malas. 

Roy mengangguk-angguk. "Oke. Benar juga katamu. Menyita waktu. Tapi tanpa itu kau tak boleh pergi!" Timpal Roy tegas. 

"Baiklah.. Baiklah.. Ayo kita lakukan!" Ajak Gera.

Ia tarik tangan Roy. Menuntunnya menuju ruangan pribadi itu. Roy yang ditarik hanya tersenyum senang. Tentu saja senang. Ia tak akan bisa menolak hal seperti ini dari Gera. 

"Aku akan menunjukkan padamu sesuatu yang berbeda." Bisik Gera membuat Roy merinding. 

Kalimat itu membuat Roy bingung, tetapi ia tak mau ambil pusing. Cukup ikuti saja permainan yang akan Gera berikan. 

Pelan, Gera mulai mencumbu bibir berisi Roy. Ia elus rahang kokoh pria perkasa itu dengan lembut. Tetapi kelembutannya ternyata mengundang nafsu seorang Aroy.  

"Belajar darimana,  hm?" Desak Roy. 

Gera tersipu malu mendengarnya. "Darimu. Selama ini kau tetap mempraktekkan itu." Timpal Gera. Roy mengangguk senang mendengar itu.  

"Lanjutkan permainanmu! Aku ingin tahu sampai mana kau sudah belajar." Ujar Roy. Gera tersenyum kaku.

         ***

"Geraa....?" Seseorang berteriak dan membuat Gera terkejut. Ia kewalahan karena sama sekali belum memakai baju. Roy juga begitu. Namun ia terlihat sangat santai. 

"Kau dimana, Gera?" Itu Clay!  Astaga.. Kenapa ia dengan sangat berani masuk begitu saja ke dalam ruangan Roy? 

"Tunggu sebentar,  Clay!" Seru Gera dari dalam. 

"Wanita itu mengganggu saja." Cicit Roy malas. 

Gera segera keluar dari ruangan itu dan menemui Clay. Tentu saja dengan kondisi yang sangat berantakan. 

"Ohh, aku tahu apa yang terjadi disini. Kalian benar-benar tak tahu waktu dan tempat." Ujar Clay membuat Gera menunduk malu. 

"Pergilah ke toilet, Ge. Aku akan menunggumu disini. Lihatlah dirimu! Kau sangat kacau!" 



Bab 24: Suamiku Perkasa. Bab 24

Bab 25: Suamiku Perkasa. Bab 25

Bab 26: Suamiku Perkasa. Bab 26

Bab 27: Suamiku Perkasa. Bab 27

Bab 28: Suamiku Perkasa. Bab 28

Bab 29: Suamiku Perkasa. Bab 29

Bab 30: Suamiku Perkasa. Bab 30

Bab 31: Suamiku Perkasa. Bab 31

Bab 32: Suamiku Perkasa. Bab 32

Bab 33: Suamiku Perkasa. Bab 33

            

0 Comments